62 parts Complete Tahun 1996. Maya, seorang siswi pindahan dari Bandung, terpaksa mengikuti ayahnya yang dipindahtugaskan ke Jakarta. Ia tidak terlalu suka perubahan, apalagi harus beradaptasi di sekolah baru. Maya bukan tipe anak yang suka cari perhatian. Ia lebih suka menyendiri dengan walkman kesayangannya, mendengarkan lagu-lagu Nike Ardilla atau Sheila on 7 yang sedang hits saat itu.
Namun, semua berubah saat ia bertemu Rafi-cowok paling karismatik di sekolah. Rafi bukan anak nakal, tapi dia punya aura yang membuat semua orang terpikat. Gaya rambut belah tengahnya yang khas, jaket jins yang selalu melekat, dan cara bicaranya yang santai tapi tajam membuatnya terlihat berbeda. Dia bukan ketua geng motor atau siswa berprestasi, tapi entah kenapa, semua orang menyukainya.
Sejak pertemuan pertama, Rafi sudah tertarik pada Maya. Bukan karena Maya cantik atau pintar, tapi karena Maya tidak seperti cewek-cewek lain yang terpesona padanya. Maya terlalu cuek, terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Dan bagi Rafi, itu justru menarik.
Mulailah perjalanan cinta mereka yang penuh kejutan. Rafi punya cara unik untuk mendekati Maya-dengan surat-surat berisi teka-teki, kaset lagu yang liriknya selalu punya makna tersembunyi, dan ajakan-ajakannya yang sering kali tidak masuk akal tapi justru membuat Maya tersenyum.
Dari obrolan di kantin sambil makan mi instan, curi-curi waktu untuk ngobrol di telepon rumah dengan batasan tiga dering supaya tidak ketahuan orang tua, hingga naik sepeda bersama di sore hari, kisah mereka dipenuhi dengan momen-momen manis dan jenaka.
Namun, cinta di era 90-an tidak selalu mulus. Ada geng cewek yang tidak suka melihat Maya dekat dengan Rafi. Ada sahabat lama Rafi yang ternyata menyimpan perasaan untuknya. Ada ujian akhir yang membuat mereka harus lebih serius dengan masa depan.
Di antara semua itu, Maya dan Rafi belajar satu hal: bahwa cinta tidak harus selalu diungkapkan dengan kata-kata manis.