[Cerita ini diikutsertakan dalam event 6 bulan menulis yang diselenggarakan oleh Kadentyas Publisher.]
Arti kata 'Killjoy' adalah orang yang suka merusak kesenangan orang lain. Tapi di cerita ini bukan hanya manusia, semesta juga turut hadir di dala...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Pundak itu, memang diciptakan menjadi obat untuk ketakutanku."
***
Kedua mata Raya bengkak, menangis semalaman akhirnya membuahkan hasil, karena Tyas sudah sadar dari pingsannya dan sekarang Raya sedang ada di rumah. Menumpuk pakaian yang akan ia bawa ke rumah sakit untuk mengganti baju dirinya dan Tyas.
Setelah selesai, ia segera beranjak dan keluar dari rumahnya. Namun saat ingin membuka pintu, pintunya diketuk oleh seseorang. Raya segera membukanya, penasaran sekaligus takut ada orang penting yang ingin bertemu dengannya atau Tyas.
Saat pintu dibuka, terpampang sosok laki-laki familiar. Laki-laki itu yang semalam membuat ibunya sampai pingsan dan membuatnya dibully di restoran itu. Edgar Aldeton Kusumo. Buat apa dia pagi-pagi datang ke sini?
Raya buru-buru menutup pintunya kembali, namun Edgar menahannya dengan meletakkan ujung sepatunya di sela-sela pintu agar tetap terbuka.
"Ray," panggil Edgar berat.
"Pergi atau gue teriak?"
"Ray dengerin gu-"
"Pergi!!!" potong Raya cepat, ia semakin menutup pintunya dengan kencang. Namun nihil, pintu itu tetap terbuka karena tenaganya tidak sekuat Edgar.
"Ray gue mohon, lo keluar sekarang. Ada sesuatu yang ingin gue jelasin," mohon Edgar, terus mendesak Raya.
"Gak perlu!"
"Ray, gue mohon..."
"Gak ada yang bisa lo jelasin lagi, semuanya gue udah tau. Ibu lo sengaja kan, ajak gue sama ibu biar dipermalukan di depan umum!" ujar Raya sedikit berteriak, ia masih sakit hati tentang kejadian semalam. Apa perempuan sepertinya sangat pantas diperlakukan seperti itu?
"Gue tau Ray, apa yang udah ibu gue lakuin salah besar. Jadi gue mau ngasih ini sama lo." Edgar menyodorkan sesuatu di hadapan Raya.
Pergerakan Raya seketika melemah, ia menatap benda yang tadi Edgar berikan kepadanya. Itu KTP miliknya. Kenapa bisa ada di Edgar? Apa tidak sekolah?
"Gue nemu ini di meja administrasi restoran semalam," jelas Edgar yang masih setia menyodorkan Kartu Tanda Penduduk milik Raya.
Raya membuka pintunya dan merebut KTP miliknya dari tangan Edgar. Sesudah mengunci pintunya kemudian ingin beranjak, tiba-tiba Edgar mencekal tangannya membuat jarak diantaranya sempit. Tatapan Edgar yang dalam membuat Raya tidak kuat menatapnya balik, tapi ia tidak boleh goyah. Ia harus menjauhkan Edgar agar tidak ada kejadian seperti ini lagi, sudah cukup kejadian semalam kejadian terakhir yang menyakitkan.
"Ray, gue minta maaf sebesar-besarnya sama lo. Gue tau ini kejadian yang kedua kali nyakitin perasaan lo, dan gue rasa ini kejadian yang sangat fatal," ujar Edgar yang belum melepaskan genggamannya dari tangan Raya.