抖阴社区

30. Dua Puluh Tujuh

122 45 215
                                        


Untitled:Iridescent

Bab 27

-almost end-

Selamat membaca dan bantu cari typo. xixi.

***

"Nunggu lama, ya?" Airlangga menarik tudung hoodienya ke belakang, ia menghentikan langkahnya persis di sisi mobil. Ansel membangkitkan punggungnnya dari sisi mobil setelah cukup lama bersandar di sana-menunggu Airlangga.

Saat ini mereka berada di kampus, gerimis baru saja turun, ada beberapa berkas yang harus Airlangga rampungkan setelah wisudanya pada beberapa pekan lalu dihelatkan, sementara Ansel memang ada jadwal kuliah di kampus dan jam kuliahnya baru saja selesai.

"Lumayan, lima belas menit," jawab Ansel langsung pada intinya.

Airlangga menyipitkan matanya, tangannya terulur menujuk sudut bibir Ansel-ada sedikit bercak darah di sana dan berwarna sedikit kebiruan. "Sel, lo?"

"Kita harus ke makam, Air." Ansel menyingkirkan tangan Airlangga dari hadapannya, kembali mengingatkan Airlangga tujuannya sore ini.

"Nggak, sebelum lo jelasin bibir lo kenapa. Lo abis berantem?" Airlangga cekatan menahan tangan Ansel yang hendak membuka pintu mobil, gadis itu memutar bola matanya dengan malas.

"Airlangga, udah sore keburu matahari tenggelam, gue nggak mau Dika nunggu lama di sana," ucap Ansel menepuk bahu Airlangga, membuat mata lelaki itu menyorot tajam.

"Iya, Air. Nanti gue cerita," lirih Ansel, ia kembali membuka knop pintu mobil, Airlangga menghela napas panjang lalu beralih berjalan menuju pintu kemudi.

Setelah membeli dua buah besek bunga tabur dan air wewangian, mobil Airlangga terparkir di halaman luas tempat pemakaman umum, tak jauh dari jalan masuk tempat peristirahatan terakhir Dika sudah terlihat.

"Hai, Ka, apa kabar? Sorry, gue telat sedikit, jalanan macet." Ansel mengembangkan senyum tipisnya sembari mengelus nisan atas nama Atmadika Heyden, Airlangga berjongkok di samping Ansel, setelah itu mereka berdua menaburkan bunga serta air wewangian.

"Udah satu bulan aja, ya, lo nggak ada, gimana Ka di sana? Lo kesepian nggak? Gue masih suka sedih kalau inget lo, nggak papa 'kan kalau gue sedih sesekali?" lirih Ansel, tangannya telaten mengusap nisan, gadis itu sengaja menahan gerumbul air yang ada di pelupuk matanya, ia berjanjji tidak akan menangis lagi.

"Dik, tolong bilangin sama Ansel buat cerita kenapa bibirnya bisa ada bekas darah dan biru kayak gini? Lo nggak mau 'kan dia kenapa-napa? Ansel masih belum bisa percaya sama gue Dik, gue pun enggak papa, tapi bantu gue, ya, buat yakinin dia kalau gue memang tulus sama dia," sambung Airlangga menatap nisan di depannya seolah berbicara langsung dengan sang penghuninya, Ansel memutar tubuhnya menghadap Airlangga, membuat mereka saling tatap dengan pandangan teduh.

***

"Sel, belum dibuka juga?" suara seorang lelaki terdengar di ujung gawai Ansel, gadis itu merebahkan dirinya pada ranjang lalu menggeleng.

"Ansel?" tanyanya lagi karena tidak mendengar jawaban yang ia harapkan.

"Apa sih, Na? 'Kan gue udah geleng kepala," ucap Ansel, ia mengeraskan volume gawainya dengan mode speaker-meletakan gawainya di samping kepala.

"Ya, 'kan kita via suara Ansel, mana bisa gue liat gelengan kepala lo," cicit Nakula.

"Buka aja, emang lo nggak penasaran sama yang Dika titipin?" imbuh Nakula segera.

Untitled:Iridescent | SEKUEL | COMPLETE |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang