Yuri bersama Ayahnya terlihat sedang berbicara secara pribadi dengan seorang dokter. Mereka membicarakan kondisi Nyonya Kwon yang semakin memburuk karena belum mendapatkan donor liver, sedangkan operasi transplantasi harus segera dilakukan.
Yuri ataupun Ayahnya sudah sangat lelah dan hampir putus asa yang melihat wanita yang mereka sayangi tengah berjuang di ambang kematiannya. Jika tidak segera dilakukan operasi nyawa Nyonya Kwon bisa sangat terancam.
Kebanyakan dari permasalahan penyakit semacam ini adalah tidak adanya donor, sangat banyak pasien yang meninggal karena terlalu lama menunggu donor.
"Yuri, ayo kita pulang dan kembali lagi besok nak." Ucap Tuan Kwon pada Yuri yang sedang menatap ibunya yang sedang tertidur lemas.
Yuri mengangguk pelan, kemudian pergi meninggalkan ruangan ini bersama ayahnya. Ia merasa menjadi bukan anak yang baik, sama sekali tidak bisa membantu ibunya di saat seperti ini. Ia juga sudah beberapa kali memohon pada Taeyeon, karena ia tahu golongan darah Taeyeon dan ibunya sama. Namun, kakaknya tersebut selalu menolak untuk membicarakan tentang penyakit ibunya.
Yuri berpikir jika Taeyeon sudah benar-benar benci dan tidak bisa memaafkan ibunya sama sekali. Tentu ia sangat kecewa dengan Taeyeon, walaupun ia tak bisa merasakan apa yang Taeyeon rasa, bukankah keterlaluan jika seperti ini? seberapa banyak salah seorang ibu, dia adalah wanita yang membuat keberadaan kita ada di dunia ini.
Setelah kepergian sepasang anak dan ayah itu, seseorang kini datang yang sejak awal dengan sengaja menunggu kedua orang itu pergi. Yaitu, Taeyeon.
Taeyeon perlahan duduk dan memperhatikan seorang wanita yang sudah sangat lama tak ia perhatikan saat tidur seperti ini. Sedikit bibirnya terlihat bergetar, ia angkat tangan ibunya dan digenggamnya dengan hangat. Ia cium tangan yang memiliki warna kulit putih pucat seperti miliknya kini sudah menguning karena penyakit yang dideritanya. Taeyeon menangis, air matanya membasahi tangan ibunya yang masih tertidur dan sama sekali tidak sadar jika seorang anak yang selalu ia harapkan kedatangannya kini sedang menemuinya.
"Maafkan aku, Eomma. Aku bukan anak yang baik. Maafkan aku.." Ucap Taeyeon pilu. Tidak bisa membayangkan jika sang ibu akan pergi.
Tak masalah jika ibunya pergi darinya dan meninggalkannya. Setidaknya ia masih bisa mengetahui kabar bahwa satu-satunya seseorang yang berhubungan darah dengannya masih sehat dan baik-baik saja. Akan tetapi, ia tidak siap jika ibunya akan pergi dari dunia ini, tidak bisa melihat wanita itu sakit tumbang seperti ini, rasanya ia juga ikut sakit. Ia tak suka melihat dan mendengar kabar bahwa wanita yang sampai kapanpun masih menjadi ibunya ini hanya bisa berbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit.
_______________________
Di dalam ruangannya, Taeyeon tengah berdiri membuat kopi dengan peralatan kopi manualnya, kemudian ia seduh kopi yang sudah dibuatnya masih dengan posisi berdiri. Hening, hanya ada suara kecapan bibirnya setelah air berwarna hitam memiliki rasa pahit itu menyentuh lidahnya.
Sudah seminggu ia dan Jessica tidak bertemu walaupun hanya saling berhubungan lewat pesan singkat ataupun telepon. Sebenarnya ia masih sangat berharap jika Jessica hanya sedang marah dan mengundurkan diri dari pekerjaannya. Karena hanya itu yang diucapkan Jessica, tidak lebih.
Awalnya Taeyeon berpikir ia harus menyerah karena Jessica mengatakan tidak ingin melihatnya lagi. Namun, ia kembali mencoba berpikir positif, Jessica tidak mengucapkan bahwa mereka mengakhiri hubungan ataupun gadis itu sama sekali tidak mengucapkan kata-kata perpisahan. Artinya ia masih berhak berharap, ia berhak menanyakan kejelasan semua ini pada Jessica.
Seseorang di luar mengetuk pintunya. Ia pun mempersilahkannya agar masuk dan membuka pintunya sendiri. Taeyeon pikir itu adalah teman sesama dosen ataupun mahasiswa. Tapi ternyata tidak, itu adalah Minyoung alias kakak Jessica.

KAMU SEDANG MEMBACA
Prof. Independent (COMPLETED)?
FanfictionTaeyeon mencoba berdamai dengan masa lalunya, namun selalu bersikap seolah tak membutuhkan siapapun di dunia ini, ia pikir ia bisa melakukan apapun sendiri. Hingga saat gadis itu datang, kehadirannya membuatnya merasa bergantung. Saat itulah ia sada...