Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen. Terima kasih!
*
Matahari bersinar terik, tepat mengenai wajah Rose yang membuatnya langsung membuka mata perlahan. Semalaman dia tertidur dalam posisi duduk dengan tangan diikat ke belakang yang membuat badannya terasa pegal.
“Max!” panggil Rose pelan pada Max yang masih setia berjaga. Max menatap Rose dengan tatapan prihatin, dia hendak melangkah tapi pintu belakang tiba-tiba terbuka.
Seseorang masuk dari pintu belakang dengan angkuh. Pakaiannya terlihat casual serta dia memakai kacamata hitam. Rose tidak mengenalnya sama sekali, bahkan bertemu atau berpapasan saja dia tidak pernah. Laki-laki itu mendekat dan meraih kursi kosong lalu duduk di depan Rose yang menatapnya bingung. Apakah orang-orang ini suruhan ayahnya?
“Roseanne Park. Namamu bagus, kau juga cantik. Sayang sekali kau punya ayah seperti Park Jungsoo dan pacar seperti Jung Jaehyun.”
Rose masih bungkam karena mengingat petuah Yuta hingga nama Jaehyun dan ayahnya disebut barulah ekspresi wajahnya berubah. Namun Rose sebisa mungkin untuk tidak bicara. Dia hanya menatap sinis laki-laki yang ada di depannya saat ini.
“Apa kau tidak mau bicara? Ini bukan pengadilan jadi santai saja,” laki-laki itu terkekeh sambil mengutak-atik ponselnya. “Apa kau tahu semua perbuatan yang sudah dilakukan oleh ayahmu? Dan apa kau tahu kalau Jaehyun akan membunuh ayahmu?”
Ingin sekali Rose meninju wajah laki-laki ini. Tapi sayangnya kedua tangannya diikat kebelakang. Rose sontak kaget dengan pernyataan mengejutkan dari laki-laki itu. Napasnya memburu, dia menatap laki-laki itu dengan tatapan tajam. Seketika, ucapan Jisung kembali menghantui pikirannya tentang Jaehyun yang akan membunuh ayahnya.
“Oh ya, namaku Kim Doyoung.”
“Aku tidak bertanya!” sela Rose yang akhirnya mulai bicara. Dia merasa harus meladeni ucapan Doyoung untuk mengetahui lebih dalam tentang hal ini.
“Sekarang katakan di mana Jaehyun?” tanya Doyoung dengan wajah dinginnya. Rose menelan ludah karena wajah Doyoung kini sangat dekat dengan wajahnya.
Rose memundurkan wajahnya berharap Doyoung mengerti bahwa dia tidak nyaman. “Aku tidak tahu.”
“Sebenarnya aku tidak ada urusan denganmu. Urusanku dengan ayahmu dan Jaehyun. Tapi kau anaknya dan pacarnya jadi aku manfaatkan saja. Jadi, kalau kau tidak mau mati, cepat katakan di mana Jaehyun,” bisik Doyoung.
Rose merinding. Dia masih bingung, siapa sebenarnya orang ini dan apa urusannya dengan Jaehyun ataupun ayahnya. Perasaannya, Jaehyun tidak pernah membuat masalah dengan orang lain. Karena Jaehyun selalu sibuk mengurus perusahaan.
“Aku tidak tahu dia di mana. Kalian membawaku, jadi aku tidak tahu dia di mana,” ujar Rose berusaha setenang mungkin.
“Good!” seru Doyoung lalu kembali menghubungi nomor Jaehyun dengan ponselnya. “Aku penasaran saja apakah dia akan datang atau tidak.”
“Dia tidak akan datang,” desis Rose. Karena yang dia tahu, Jaehyun sedang menemui Johnny. Entah apakah laki-laki itu sudah kembali atau belum sebab hari sudah berganti.
“Halo,” panggilannya diangkat.
Akhirnya, setelah dua puluh empat jam nomor ponsel Jaehyun tidak aktif, kini panggilannya di angkat.
“Halo Tuan Jung yang terhormat,” sapa Doyoung, dia sengaja menggunakan loudspeaker agar Rose juga mendengarnya.
Doyoung memberi sinyal pada anak buahnya hanya dengan menganggukkan kepala. Anak buahnya kini sudah mengeluarkan pisau lipat dan mengarahkannya pada leher Rose.
