抖阴社区

Pemuda Hujan 2

912 18 0
                                        

Pagi ini aku menggigil, padahal selimut sudah membungkus tubuhku, entah jam berapa hari ini mataku begitu berat. Badan rasanya juga remuk akibat terjatuh semalam. Lelaki yang semalam menolongku juga sudah raib dari kamarnya karena aku tidak merasa bersentuhan seperti semalam.

Aku mencoba memaksa berdiri tetap tidak kuat, padahal hari ini aku harus kerja. Bagaimana ini, baru tiga hari kerja malah kena musibah, mana hp ku mati kena air semalam. Aku yakin bos gendut bakalan memberhentikan ku hari ini.

Dengan terus memaksa akhirnya aku bisa bersandar pada tembok walaupun kepala rasanya berputar, nyeri dibagian bawah ketiak kanan juga terasa mengganggu. Akhirnya kurebahkan lagi tubuhku. "Maaf mas, aku tidak kuat". Itu adalah ucapan dalam hati untuk pemilik rumah ini. Beruntung semalam aku di tolong oleh pemuda yang bernama Jito. Jika tidak aku juga tidak tahu nasibku.

Dengan terpejam aku harus memutar cara supaya bos gendut percaya. Orang itu kata yang lain terkenal galak dengan karyawan namun ia selalu bersikap profesional jika memberikan upah setiap minggunya. Aku suka bekerja disana. Semoga saja ia mau menerima permintaan maafku karena aku benar-benar sedang tertimpa musibah.

Ditengah sedang berpikir, aku mendengar langkah kaki berjalan memasuki kamar. Langkahnya tenang kemudian aku merasakan tangan menyentuh dahiku. Karena kaget aku membuka mata. "Ada apa mas?". Suaraku lirih hampir tak terdengar, terlebih seseorang yang baru bangun dari tidur biasanya tone suara menjadi lebih besar. "Kamu demam semalam dan pagi ini" suara lelaki ini juga berbeda dengan semalam, pagi ini suaranya juga terdengar lebih ngebass.

"Maaf ya mas merepotkan", aku benar-benar merasa tidak enak karena ia ternyata begitu baik padahal baru semalam kita bertemu. Hari ini saja ia sudah membuatkanku segelas teh panas. "Minumlah, setelah ini aku antar kan kamu periksa". Walaupun air panas sudah masuk di tenggorokan namun rasa dingin masih menyelimutiku. Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa sekarang.

Ingin rasanya kembali ke tempat kerja karena aku butuh biaya banyak untuk Jihan adikku sekarang. Jika bos gendut memecatku, harus dimana aku mencari nafkah. Aku tertunduk "Maaf mas, saat ini saya belum pegang uang sama sekali, saya minta tolong antarkan saja saya kembali ke mess". Ia tak menjawab apapun lalu meninggalkanku sendiri lagi dikamarnya.

Tak berapa lama ia kembali lagi membawa bungkusan diatas piring dengan sebutir obat. "Makanlah kemudian minum obat, jika demammu sudah mereda aku antarkan kamu kembali". Lagi-lagi aku harus merasa tidak enak dengan kebaikan mas Jito saat ini. "Makasih mas". Hanya itu yang bisa aku ucapkan. Sedangkan ia hanya tersenyum.

Saat aku terima piring dari mas Jito sesekali aku meringis karena bawah ketiak kananku terasa nyeri. "Kenapa?". Aku menggelengkan kepala supaya ia berhenti kuatir. Akan tetapi lelaki di depanku tetap tidak mempercayai isyarat yang aku berikan. Tatapannya seperti menuntut dan aku akhirnya membuka kaosku. "Sepertinya lebam mas". Aku menunjukan padanya memar akibat kecelakaan semalam.

Matanya terbelalak saat melihatnya. Tak mengucapkan apapun ia keluar kamar dan kembali lagi membawa balsem di tangannya. "Gosok pake ini setelah selesai makan". Ia meletakkan benda itu di meja dan keluar lagi membiarkan aku makan sendiri.

Entah apa yang mas Jito lakukan saat aku sarapan dan minum obat namun saat aku beranjak untuk membawa piring serta bungkus nasi yang rencananya mau aku bersihkan sendiri, aku melihat lelaki berparas tenang dan bermata tajam itu tengah merokok di ruang tamunya.

Ia berdiri menyambutku saat aku merasakan tubuhku begitu ringan kemudian semua menjadi gelap.

-

Blederrrr.. suara guntur menggelegar membuatku terkejut dan di sampingku sudah ada si pemilik rumah sedang duduk bermain hp nya, aku mendengar hujan deras mengguyur bumi saat ini. Ia tersenyum lega melihat mataku terbuka. "Jam berapa mas?" Itulah hal pertama yang aku tanyakan saat ini dan pikiranku melayang lagi pada asrama serta pekerjaanku. "Barusan kamu pingsan". Aku setuju dengan ucapan mas Jito karena kepalaku juga begitu berat. Saat kulihat jam di dinding kamarnya ternyata masih jam 10 tapi hujan begitu hebat pagi ini.

Pemuda HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang