Now playing| Anji- Bidadari Tak Bersayap
Selamat membaca :)
Budayakan vote sebelum membaca dan komentar setelah selesai membaca.
***
EPILOGMeskipun kisah kita berjalan dengan cara yang tidak pernah aku harapkan. Tapi bertemu denganmu dalam hidupku adalah hal hebat yang tidak akan pernah aku sesali.
***
Dari balik kacamatanya, bola mata gelap itu terus bergerak ke kiri dan ke kanan. Menekuni berlembar-lembar data yang tertata rapi pada map berwarna hijau pekat. Sesekali memutar kursi kebesarannya untuk mengusir jenuh. Seakan tak menyadari seorang wanita anggun yang sedang memperhatikannya dari ambang pintu ruangan bernuansa klasik minimalis itu.
Kedua tangan wanita itu terlipat di depan dada, dengan senyum manis di bibirnya. Bukan hanya jam dan hari bisa ia lewati tapi juga rentetan tahun. Ia tahu perubahan laki-laki ini, setiap perubahannya. Ia yang dulu pemuda tampan, berpenampilan urakan, pujaan banyak perempuan, sekarang sudah menjadi lelaki dewasa, berpenampilan maskulin namun tetap digilai banyak wanita. Ia tak bisa menutup telinga begitu saja saat tak sengaja mendengar beberapa karyawan kekasihnya itu mengutarakan mimpi mereka menjadi bos dua buah perusahaan besar, satu perusahaan keluarga yang harus ia kelola dan satu perusahaan lagi yang dibangunnya sendiri. Terlebih pria itu tampan dan bertubuh tinggi atletis. Siapa yang sanggup menolak pesonanya?
Dira, wanita tadi menyadarkan bahunya pada daun pintu. Tak ingin mengganggu Raka sekaligus tetap ingin menyelami wajah Raka yang begitu serius. Kemeja lengan panjang yang dikenakan Raka ditarik asal hingga ke siku, rambutnya acak-acakan, kedua kakinya asyik saja bertengger di meja, dengan pena yang ia gigit karena kedua tangannya sibuk pada data-data yang sedang dibacanya. Pose yang menurut Dira justru sangat seksi. Kekagumannya pada pria ini memang tak pernah luntur sedikitpun. Hampir sembilan tahun berlalu sejak ia bertemu laki-laki ini.
"Sudah puas nyonya Dewangga?" Tegur Raka, pria tadi sambil meletakkan apa yang baru saja ia baca kembali ke meja. Ia sadar jika sedari tadi ada yang memperhatikannya, pekerjaan yang kepalang tanggung untuk diselesaikannya membuatnya terpaksa tak acuh.
"Puas apanya? Puas kamu cuekin?" Gerutu Dira berbarengan dengan decitan pintu yang baru saja ia tutup. Raka tertawa lepas.
"Emangnya kertas-kertas yang kamu lihat setiap hari itu lebih cantik daripada aku?" Keluh Dira sambil memposisikan diri duduk di sofa yang ada di sudut ruangan kerja Raka.
Raka nyengir kuda. Baru saja ia sadar jika sudah beberapa hari tak bertemu gadisnya itu karena banyak hal yang harus ia selesaikan di kantor. Ia beranjak dari tempat duduknya menghampiri Dira.
"Jangan-jangan kamu lupa sama aku setelah kamu memegang dua perusahaan sekaligus?" Dira masih terus berorasi.
"Ternyata sainganku bukan gadis-gadis centil kegatelan, tapi justru kertas, laptop dan bapak-bapak berdasi."
Dan Raka hanya bisa menggaruk-garuk tengkuknya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal. Cerewet sekali gadis ini, sama sekali tidak berubah. Jika sudah seperti ini tak ada gunanya ia bicara, karena ia tak pandai untuk hal itu.
"Aku pikir setelah kamu pulang dari Belanda, aku akan punya banyak waktu sama kamu, ternyata sama aja," kalimat sepantang itu bisa diucapkan Dira dengan sekali tarikan nafas.
"Maaf, aku benar-benar sibuk," sesal Raka memotong pembicaraan Dira. Masih ada masalah Kiya yang minggu ini menghadapi ujian akhirnya di SMA belum disinggung Dira. Bisa jadi besok pagi Dira baru selesai mengutarakan uneg-unegnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Trilogi[1] Pelangi di Malam Hari
Teen FictionCover by: @Pinterest [Mereka terlalu percaya dengan kalimat setelah hujan akan datang pelangi. Sampai mereka lupa jika hujan bisa datang di malam hari. Karena sesering apapun hujan turun di malam hari ia tidak akan pernah berjanji untuk mendatangkan...