Membosankan adalah kesan pertama yang terlintas di otak Aadam ketika mendengar istilah makan malam. Dirinya saat ini tengah berdiri di depan sebuah kaca yang menampilkan sosoknya dibalut kemeja hitam dengan lengan tergulung sebatas siku, dipadukan dengan celana berwarna abu-abu terang. Raut wajahnya sama sekali tidak menampakkan keantusiasan. Jika boleh diberi pilihan, tentu saja pria dua puluh tiga tahun itu akan memilih tidur daripada menghadiri makan malam membosankan itu.
Kendati begitu, Aadam masih menyempatkan diri untuk hadir. Dia malas melihat lirikan tidak mengenakkan dari ayahnya yang bisa berakhir dengan perseteruan antara keduanya. Jika hal itu terjadi, kemungkinan terburuknya adalah omelan panjang lebar dari Bibi Nora.
Ia sedikit merapikan rambutnya yang berantakan. Kemudian menyemprotkan parfum beraroma kesturi di beberapa sisi jasnya. Kini, dia sudah siap menghadiri makan malam.
Ia baru saja akan beranjak jika saja petir tidak menyambar diiringi dengan bergoyangnya kapal yang tengah mengangkutnya. Aadam terhuyung, tetapi tidak sampai terjatuh. Ia kemudian bergegas keluar dari kamar sesaat setelah guncangan semakin keras.
Di koridor sana, seluruh penumpang mulai berlarian. Tak sedikit dari mereka juga saling menubruk dan sempoyongan karena kapal yang masih bergoyang. Aadam berusaha menyeimbangkan diri, ia kemudian menarik lengan awak kapal yang ditugaskan mengarahkan penumpang untuk segera berkumpul di aula . "Hei, apa yang terjadi?"
Sang awak menoleh, "Tuan, segera selamatkan diri anda. Saat ini kapal tengah berada di wilayah yang berbahaya dan badai sudah mulai menerjang kapal. Anda harus bergegas menuju aula sekarang!" ujarnya dengan nada panik yang begitu ketara.
Dengan begitu, Aadam mulai bergegas menuju aula seperti yang diperintahkan oleh sang awak. Petir masih menggelegar, seolah saling bersautan. Kapal semakin terguncang keras sehingga memicu pekikan-pekikan panik orang-orang di sekitar. Tak sedikit dari mereka mulai ambruk dan semakin membuat suasana menjadi mencekam. Aadam tak menghiraukan, ia berusaha semampunya untuk sampai di aula secepatnya.
Ia kemudian sampai di aula tempat di mana makan malam seharusnya digelar. Semuanya kacau. Meja-meja yang mulanya tertata rapi kini berserakan tak beraturan. Pecahan piring di mana-mana. Serta para penumpang kapal yang terlihat terhuyung-huyung.
Matanya menelisir, mencari anggota keluarganya. Sialnya dia tak dapat menemukan bahkan seorang. Aadam berniat menuju tempat lain di mana dia dapat berjumpa dengan saudaranya. Namun, langkahnya terhenti tatkala dirinya merasakan energi kuat yang ia kenali. Napasnya tercekat, detak jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Kemungkinan-kemungkinan buruk pun terlintas di benaknya.
Aadam mengepalkan tangannya, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri dan berpikir apa yang harus ia lakukan. Namun, semuanya sudah terlambat. Aadam terlanjur tertelan cahaya putih menyilaukan yang entah muncul dari mana. Yang pasti, cahaya itu membawanya ke hamparan tanah tandus tak berpenghuni. Dia kembali, ke tempat segala bentuk nasib buruk dia terima.
"Wah... aku benar-benar kembali rupanya."
To Be Continue......

KAMU SEDANG MEMBACA
The Dawn Breakers
FantasyTragedi itu terjadi ketika dia baru saja menemukan makna kebahagiaan sesungguhnya. Lazaros yang selama hampir seratus tahun berada dalam ketidakpastian, hendaknya akan memulai sebuah kehidupan baru yang ia idam-idamkan. Tapi siapa sangka, belum se...