抖阴社区

thirty three: everything is enough

1.7K 203 69
                                        

BECKY

Hanya kami berdua, my ass.

Phi Saint ada di mana-mana. Dia menawarkan mengantar PiFin dan aku—ke mana pun. Tentu saja Dtaa, kakeknya PiFin, menyetujui. Pagi-pagi sekali bersama senyum semringahnya pemuda itu menunggu dan menyambut kami di meja makan. Selalu seperti itu. Setiap hari. Awalnya kukira Phi Saint tinggal di rumah besar ini, ternyata tidak.

Aku melakukan observasi kecil-kecilan. Saint Suppapong, dua puluh satu tahun, baru saja lulus dari Universitas Chiang Mai. PiFin bilang Phi Saint adalah orang kepercayaan Dtaa. Dia mengurus perkebunan keluarga bersama Mâae. Aku tidak mengutarakannya secara jelas, tetapi pada satu malam PiFin meyakinkan padaku bahwa Phi Saint tak lebih dari seorang kakak.

Sewaktu pemuda itu menjemput kami di bandara, aku bisa merasakan hawa tidak enak. Entahlah, Phi Saint seperti tertarik pada PiFin. Gesturnya tidak berlebihan, selayaknya kakak kepada adik. Hanya saja dalam beberapa kesempatan aku mendapati Phi Saint menatap PiFin lebih lama dari seharusnya. Binar itu tidak kutemukan di mata Richie. Yah, maksudku, aku bisa membandingkan kami dan mereka, kan?

Phi Saint menyana aku dan PiFin teman sekelas. "Tetapi, aku tidak pernah mendengar namamu, Nong. Selalu Nam, Heng, dan Noey. Iya, kan, Freen?" Pemuda itu memandang kami melalui center mirror. Percakapan berlangsung di hari pertama, sekeluarnya dari bandara.

"Becca adik kelas, Phi," PiFin menyahut tenang.

"Benarkah? Lalu, bagaimana ceritanya kalian bisa sedekat ini?"

Ups. Aku tidak menyalahkan Phi Saint. PiFin tak pernah pulang ke kampung halaman membawa seorang pun teman. Aku orang pertama. Di luar itu menurutku Phi Saint terlalu ingin tahu. Untuk beberapa hal orang-orang seperti pemuda ini adalah yang paling kuhindari.

"Hai ...." PiFin melangkah ke arahku. "Saya mencarimu. Rupanya kamu di sini, Bb."

Kedatangan PiFin mengawaiku dari lamunan. Perempuan dengan tatapan sejuk itu mencantelkan kardigan kuning gading di pundakku. PiFin mengelus sekilas punggungku, kemudian berdiri bersisian denganku. Bibirnya yang melukiskan senyum manis tidak beranjak ke mana-mana.

"Semua baik-baik, kan?"

Aku memandang kejauhan. Hamparan kebun teh, lalu berpaling ke wajah PiFin. "Sure."

Perempuan bermata indah itu merangkum bahuku. Sedikit remasan diiringi kecupan ringan di sisi kepala. Sangat ringan sampai aku ragu jangan-jangan hanya bayanganku. Sunyi. Kami tidak lagi saling bicara. Pagi yang syahdu dan sempurna. Suasananya, tempat ini, lebih-lebih seseorang yang bersamaku.

"Jika kamu tidak nyaman, kita bisa pulang ke Bangkok." Kami berhadapan, saling menatap. Belaian lembut PiFin di pipiku nyaris melenakan. "Jangan sungkan mengatakannya, Bb."

"Apakah Mâae akan memberi izin?"

PiFin tertawa dan mengedikkan bahu. "Tidak yakin," katanya.

"Sekarang PiFin tak lagi bisa menjadikan kegiatan OSIS sebagai alasan." Aku menyikut pinggangnya, ikut tertawa. Kami beruntung sampai sekarang Mâae tidak mengetahui.

Gelak PiFin semakin keras. Dia berputar dan bersandar di pagar. "Tetapi, masih ada Khun Beam. Untuk ke depannya Khun Beam dan mattayom 6 adalah alasan paling masuk akal." Perempuan itu mengedipkan sebelah mata. Astaga, benar-benar!

Aku merapat ke arah PiFin. Tangan kananku bersandar nyaman di perut rampingnya selagi kepalaku merebah di bahu kurusnya. "Seusai summer holiday PiFin pasti akan sangat sibuk. Aku tidak tahu apa kita masih memiliki waktu bersama seperti sebelumnya. Barangkali aku harus mencari kesibukan agar tidak terus-menerus merecoki PiFin."

Everything is EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang