抖阴社区

Bab 8

97.2K 7.3K 408
                                        

"Om Kamil, ini Om Adam pacarnya Tante Viola," ucap Aruna antusias. Ia tidak menyadari perubahan ekspresi yang terjadi pada para laki-laki di dekatnya.

"By the way, Tante Viola itu Mamanya Mikala kalo Om Kamil nggak tau," ucap Alula menambahkan.

"Dan ini Om Gama, Adiknya Om Adam," ucap Aruna menunjuk Om Gama dengan wajah ceria.

Kamil seperti orang bego di situasi saat ini. Tidak mungkin ia harus mengulurkan tangan, padahal ia sudah mengenal dua laki-laki di hadapannya. Belum lagi tatapan dua laki-laki itu seakan-akan ingin menerkamnya. Sekarang yang ingin sekali dilakukan Kamil adalah kabur dan membawa dua ponakannya pergi dari sini. Belum sempat kabur, ia sudah mendengar Adam bersuara.

"You better have a good explanation for this," desis Adam menatap Kamil dengan tatapan menghunus tajam. Ia langsung menduga ada yang tidak beres diantara si kembar dan Adiknya. Ditambah kemunculan Kamil yang membuat dugaannya semakin kuat.

Kamil menelan air liurnya susah payah. Kedua telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin mendengar desisan tajam dari Adam.

Alula akhirnya menyadari ada sesuatu yang terjadi diantara para laki-laki dewasa di dekatnya. "Om Kamil kenapa?" tanyanya sambil menarik-narik lengan baju Omnya.

"Hah?" tanya Kamil dengan wajah gugupnya.

"Om Kamil nggak kenalan?" Kali ini Aruna yang bertanya.

"Om udah kenal," jawab Kamil sekenannya.

Alula dan Aruna dengan kompak mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kamil, they are mine?" tanya Gama dengan suara rendah. Tatapan matanya tertuju pada Alula dan Aruna.

Kamil menutup matanya. Ia mengabaikan pertanyaan itu, perhatiannya fokus pada dua keponakannya. "Hmmm ... teman kalian mana?"

Alula menunjuk ke area playground. "Masih ada di dalam."

"Kalian main lagi aja. Om tunggu di sini." Kamil berusaha untuk tersenyum, meski degup jantungnya berdetak kencang.

"Kita masih boleh main?" tanya Aruna memastikan.

Kamil mengangguk. Setelah memastikan dua ponakannya memasuki area playground, ia menarik kursi untuk diduduki.

"They are mine?" tanya Gama setelah ia ikut duduk bersama Kamil dan Adam.

Kamil menarik napas dalam, berusaha untuk menenangkan detak jantungnya yang terlalu cepat. "Mas, aku nggak ada kapasitas buat bahas soal ini."

"They are mine?" tanya Gama dengan nada meninggi. Beberapa orang yang berada di area tunggu menatap ke arah mereka.

"Gam, pelanin suaramu," desis Adam memperingati.

Gama menutup matanya sejenak.

"Kamil--"

"Mas, aku beneran nggak ada kapasitas apapun buat jelasin ini," potong Kamil sebelum Adam sempat berbicara. Wajahnya sangat frustrasi harus berada di situasi terjepit seperti ini.

"Mereka anak Jenia, kan?" tanya Adam berusaha untuk tenang. Karena tidak mau melihat Gama meledak di tempat umum, ia berusaha untuk menanyakan apa yang ingin Adiknya itu tanyakan.

Mau tidak mau Kamil mengangguk. "Iya."

"Dan mereka juga anak Gama?" tanya Adam dengan sabar.

"Mas ak--" Belum sempat Kamil bicara, ucapannya sudah terpotong.

"Apa susahnya sih tinggal jawab iya atau nggak?" sentak Gama mulai tersulut emosi. Kamil benar-benar menguji kesabarannya.

Kamil sudah berada di ujung jurang. Pilihannya hanya melompat atau diam di tempat mempertahankan pendiriannya. Itu berarti pilihannya hanya memberi jawaban pada Gama, atau tetap diam dan tidak menjawab pertanyaan apapun dari dua laki-laki di depannya. Ia tidak suka berada di posisi ini. Seharusnya penjelasan soal si kembar menjadi tanggung jawab Kakaknya, bukan dirinya.

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang