“Daddy cuma mau ngelindungin kakak, dan sengaja kasih misi yang berat untuk kakak, supaya kak Vano fokus ke sana dan gak terdeteksi sebagai daftar target yang dicari.”
Putra tahu itu, sebenarnya Putra tidak marah hanya saja, ia kesal karena tidak bisa berjumpa Freya. Putra telpon tidak pernah diangkat, Putra kirim pesan tidak pernah dibalas dan selalu nomornya diblokir dan Putra tahu betul bahwa ayahnya yang melakukan. Padahal Putra sangat merindukan kehangatan Freya, pelukannya, dan sikap Freya yang memanjakan Putra.
“Hm iya kakak tau itu, ternyata adik kecil kak Vano sekarang udah dewasa ya.” Putra mengelus surai rambut Anai penuh sayang.
“Iya dong!”
“Jadi gimana hubungan kakak sama Yira?” tanya Anai tiba-tiba mengganti topik pembicaraan menaik turunkan alisnya menggoda.
“Baik, dia selalu nakal, dan ajaib,” jawab Putra membuat Anai terkekeh. Benar dari dulu Putra dan Yira memang dekat bagaikan magnet dan besi. Yira bukan perebut, Yira yang lebih lama bersama Putra.
Jadi bukan baru-baru ini mereka dekat tapi sudah lama sejak mereka kecil. Yira adalah sepupunya, sepupu Anai, dan juga sepupu Putra.
“Kalo, Anya?” tanya Anai memperhatikan raut wajah Putra yang kini berubah marah.
“Cewek sialan itu yang tadi lempar bola basket ke arah kamu!”
Anai terkejut, sedikit tidak percaya. “Gak mungkin Anya lah kak.”
“Kakak liat Una, memang dia yang lempar! Kakak juga bingung kenapa dia ngelakuin hal gila gitu.”
“Cinta emang bikin seseorang rela lakuin apa aja kak.” Anai menatap lurus ke depan. “Bahkan nyingkirin orang penting di hidupnya, hanya demi cinta.”
“Tapi ada yang lebih bahaya dari rasa cinta. Rasa cemburu,” lanjut Anai menatap serius Putra.
“Anya, cemburu?”
“Iya.”
“Dia beneran suka sama kakak?”
“Iyalah gitu aja gak peka! Anya suka sama kakak sejak awal masuk sekolah. Eh kakak malah deketin dia selama seminggu, itu malah menambah rasa suka dia, kakak ngasih Anya harapan.” Begitulah cerita Anya waktu itu tentang dekatnya dengan Putra.
“Lah? Kak Vano deketin dia karena Anya kunci dari misi yang daddy suruh.” Putra menjawab.
Anai menggelengkan kepala mendengar itu. “Parah, pantes dia ngerasa terbang terus kakak jatuhin!”
“Dia jadi ngelampiasin galaunya ke Ayran tau!”
Putra terkejut sedikit tidak terima mendengarnya. Ayran itu sosok yang mirip dengan Al yang bersikap cuek dan tidak tersentuh hanya saja Ayran masih berperasaan.
“Bahaya banget, jangan sampe Ayran ternodai!”
“Yah telat kak, Ayran udah cium Anya pas Anya mabuk.”
“HA? BRENGSEK!” kaget Putra hingga bola mata pria itu hampir saja keluar.
“Kak Vano bisa tebak, pasti Anya yang nyosor.”
“Mana iya lagi!” jawab Anai benar adanya.
Anai tertawa lepas begitu pula Putra mengghibahi sosok yang diam-diam memperhatikan mereka dari jarak jauh. Orang tersebut tidak dapat mendengar hal apa yang Anai ucapkan kepada Putra hingga bisa membuat Putra tertawa lepas.
“Udah, kamu masuk kelas. Kakak mau balik ke ruang osis.”
“Oke kak.” Anai tersenyum lembut menatap Putra. “Udah lama kita gak seperti ini, aku harap semua cepat selesai, dan aku bisa peluk kak Vano lagi waktu tidur, aku kangen tidur dengan nyenyak di samping kak Vano.”

KAMU SEDANG MEMBACA
´¡±·´¡±õ´¡³¢¡¶°Õ·¡¸éµþ±õ°Õ¡·
RandomAnai itu Menggantung Asap Mengukir Langit. Al itu Dicabut layu, diangkat mati. ?? Alurnya berat! -----? Bagaimana bisa sejak bayi sudah diberi misi oleh kedua orang tuanya? Ini bukan hanya cerita tentang ANAIAL. Namun, tentang masa lalu yang menj...
52. Saudara Kandung
Mulai dari awal