Seperti biasanya rutinitas Haechan di dunia itu menulis cerita untuk mengalirkan idenya pada lembaran-lembaran kosong itu. Tapi tidak seperti biasanya, dia seperti kesulitan untuk menulis beberapa dialog. Tidak sekali Haechan mengerutkan kening bahkan mengurut pelipisnya karena pusing, akan seperti apa alur selanjutnya.
"Gak, kalau alurnya gini gue gak suka."
"Tapi ini terlalu biasa, gue mau yang mengundang air mata."
"Cih, kok gini sih? Gak mau. Ulang."
"Haahh? Anjinglah, gak gitu, gue gak mau alur yang kek gitu, ngebosenin."
"... Bangsat."
Ujung-ujungnya dia tidak jadi menulis, dan menghapus semua yang dia tulis, dan menutup buku yang dia gunakan untuk menulis cerita baru itu. Haechan menghela nafas, lagi-lagi dia mengurut pelipisnya. Ada apa dengannya? Apakah dia memasuki fase written block?
Dia menghentikan tangannya, dan perlahan membuka mata saat tersadar apa yang dia pikirkan.
"Written block, huh...?" Haechan menyeringai tipis.
"Sampai juga ya masanya?" dia merilekskan punggungnya sejenak, begitu juga dengan otot-otot jarinya.
"New Universe udah tamat. Hampa banget rasanya kalau book itu tamat. Tapi kalau dilanjut lagi, yang ada makin dimaki-maki gue sama mereka," Haechan tertawa kecil saat mengingat perdebatan mereka semua mengenai book itu.
"Gue sadar kok, tapi..." tatapannya berubah tajam.
"Siapa mereka ngatur-ngatur alur gue? Mereka cuma tokoh. Gue juga sadar mereka semua udah mati. Tapi intinya mereka idupkan di cerita gue? Itu doang dipermasalahin," Haechan berdecih pelan.
Dia membuka matanya, kemudian mendongakkan kepala ke atas. Pikirannya mulai terbang entah kemana, memikirkan alur cerita barunya.
"Hm... jadi, selanjutnya bagaimana?"
•••
Ryujin menopang dagunya sambil mengetuk jari dengan cepat diatas meja. Ditambah dengan kakinya yang juga bergerak sesuai ketukan miliknya, memasang wajah masam. Sanha sendiri bersedekap dada sembari bersandar di dinding. Matanya tertuju pada pintu yang ada di depan mereka. Bisa dibilang, ruangan pribadi Haechan.
"Tuhan keknya ngasih kesabaran unlimited banget buat gue. Liat? Sampai sekarang dia belum juga keluar. Entah cerita kek apa yang bakal lahir nanti. Cuma bisa usap dada gue sekarang, sambil nahan emosi," Ryujin duduknya sudah seperti abang-abang tongkrongan yang gak puas dengan kawannya karena ambil keputusan sendiri.
"Lo kek gak tau dia aja. Lagian abis adu mulut waktu itu, dia mana ada keluar-keluar," Sanha menghela nafas lelah seperti biasa.
Ryujin wajahnya semakin masam, lalu menoleh pada Raon yang asik duduk di paha Minju. Dia udah muak banget ini, pen balik serius.
"Raon wahai kawanku tersayang, terlucu, terimut, ter tersegalanya. Ini serius lu gak mau kirim kita balik duluan?" Sanha langsung menoleh pada Minju.
"Lo serius mau ninggalin Haechan?" mengabaikan Sanha, Ryujin kembali bertanya.
"Raonn," Raon pun menjawab pertanyaan Ryujin.
"Tidak bisa, belum ada persetujuan Haechan," Ryujin berdecak pelan.
"Udah ke tebak. Skip skip, males," Raon hanya bisa tersenyum miris pada Minju karena merada tidak enak an.

KAMU SEDANG MEMBACA
New Universe : Transmigration
FanfictionSequel Book Saranjana "Ini akhirnya? Serius mati cuma gara-gara ke tabrak delman? Yaudah lah, semoga ketemu Haechan. Maaf Bunda, Ayah, Jisung, abang nyusul Haechan." "Kalo mati bakal ketemu Yeji sama mama gapapa di gue, asal gak kepleset ke neraka a...