Bian buru-buru keluar dari rumahnya, baru saja akan membuka pintu mobil, Nathan datang memegang kerah bajunya dan melayangkan pukulan yang tepat mengenai sisi kanan wajah bian.
Nathan tak membiarkan bian untuk berbicara, laki-laki itu seperti kesetanan berniat membunuh laki-laki yang kini terlihat berusaha untuk melawan.
Bian yang dipukul tiba-tiba, tentu tak tinggal diam, di sebuah kesempatan ia berhasil menendang perutnya nathan, membuat laki-laki itu beringsut mundur dan tergelatak jatuh tak jauh di posisi bian yang kini berjalan mendekat.
Bian tak membiarkan Nathan untuk bangun, ia langsung mengunci pergerakan Nathan, memukuli wajah Nathan berulang kali, sungguh laki-laki itu tipikal orang yang paling pendendam.
Untung saja Fadli dan vania datang, setelah satpam rumah mereka tak berani memisahkan bian dan Nathan yang sama-sama di luap emosi, terpaksa ia harus memanggil majikannya.
Fadli datang dan langsung menarik tubuh bian yang tadi menduduki tubuhnya Nathan, sungguh vania meringis pilu melihat wajah Nathan yang bisa di katakan tidak baik-baik saja.
"Kamu apa-apaan sih bian, mau bunuh anak orang?!" tanya vania membantu Nathan untuk berdiri, Nathan masih memandangnya benci.
"Rencananya sih iya. Tapi mama sama papa keburu datang."
"Kalian ini, kalau ada masalah selesaikan dengan cara baik-baik, bukan adu jotos kayak gini," ujar vania heran.
"Nggak bisa Tan! Anak kesayangan tante itu udah kelewatan."
Nathan masih bisa bersuara, untung saja giginya masih aman, meskipun sudut bibirnya kini robek bahkan berdarah, ia mengusapnya kasar.
Sial, bian memukulinya begitu kuat, kalau vania dan fadli tidak datang, tentu saja wajahnya sudah hancur, bahkan nyawanya tak bisa di selamatkan.
"Kelewatan gimana? Tante nggak ngerti."
Nathan merogoh kantong jaketnya mengeluarkan ponselnya, setelah menemukan apa yang di cari ia langsung menyodorkan ponselnya pada Vania.
Bian yang melihat itu, menghela napasnya kasar ia tahu apa yang diperlihatkan Nathan pada mamanya, karena alasan itu juga ia buru-buru pergi ke sekolah, ia harus menemui Zea, ia tak ingin Zea melihat video itu dan salah paham padanya, tapi Nathan tiba-tiba datang memukulinya, dan sekarang waktunya malah tertunda.
Vania memberikan kembali ponsel Nathan, ia menatap dingin dan lurus pada bian, ia tak menyangka bian bisa melakukan tindakan bodoh seperti ini. Dengan langkah cepat, dan emosi yang sudah di ubun-ubun satu tamparan keras mendarat di wajah bian.
Tak puas dengan satu tamparan, vania berniat untuk menampar putranya satu kali lagi, tapi Fadli langsung menahannya.
"BIAN ITU UDAH KETERLALUAN. KAMU JANGAN LINDUNGI DIA LAGI! DIA UDAH BIKIN KELUARGA KITA MALU PA!!!" teriak vania ikut memarahi fadli.
"Ini akibatnya jika kamu terlalu menuruti kemauan dia!" Lanjut vania.
Tak ingin mendengar amukan vania, bian buru-buru masuk ke mobilnya dan meninggalkan rumah, ia akan pergi ke tempat tujuan awalnya.
"Lihat kan anak kamu itu! Main pergi aja" Sindiran vani memegang dadanya ia harus bisa mengendalikan emosinya, kalau vania sudah marah begini fadli tak bisa apa-apa, kalau ia salah bicara sedikit saja, malah dia yang menjadi sasaran kemarahan istrinya.
Tak ingin melihat perdebatan suami istri itu, Nathan pun pergi tanpa permisi, ia akan ke sekolah sekarang, ia yakin bian akan ke sana.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER SIDE (COMPLETE)
Teen Fiction"gue nggak suka sama cewek manja kayak lo. Lo itu cuma nyusahin dan gangguin hidup gue aja, bisa nggak sih sehari aja nggak muncul di depan gue" Bintang Albiantara Wijaya. "aku memang manja, tapi aku nggak ada niat untuk nyusahin dan gangguin kak bi...