Namun, di dalam hatinya, keinginan untuk bebas masih menyala. Dia tidak akan menyerah begitu saja, bahkan jika harus melawan Alistair dengan segala cara yang dia miliki.
Beberapa saat kemudian, suara langkah kaki terdengar dari lorong, dan tiba-tiba Sebastian muncul di depan pintu kamar. Mata tajamnya langsung menyadari situasi yang tidak nyaman antara Alistair dan Lavinia. Wajahnya mengeras saat dia menyadari betapa dekat Alistair berdiri dengan Lavinia.
"Alistair," kata Sebastian dengan nada tegas, "Aku pikir kita sudah cukup membicarakan hal ini sebelumnya. Tidak ada gunanya memaksa Lavinia berada di bawah kekuasaanmu. Kau tidak memiliki hak untuk mengendalikannya seperti ini."
Alistair menoleh dengan tatapan dingin. "Ini bukan urusanmu, Sebastian. Lavinia adalah istriku, dan apa yang terjadi antara kami adalah urusanku sendiri."
Sebastian melangkah maju, tidak takut pada intimidasi Alistair. "Aku tidak akan diam melihatmu memperlakukannya seperti tahanan, Alistair. Jika kau berpikir aku akan membiarkan ini terus berlanjut, kau salah besar."
Suasana di ruangan itu semakin panas. Lavinia bisa merasakan ketegangan yang memuncak di antara kedua pria itu, dan dia tahu bahwa konflik ini tidak akan berakhir dengan damai.
...
Malam yang mencekam itu, Lavinia duduk di kamar tidurnya yang besar namun terasa seperti penjara. Pikirannya masih berkecamuk memikirkan kata-kata Alistair sebelumnya. Dia tahu apa yang akan datang—hukuman dari Alistair tak pernah ringan, dan dia tidak akan pernah dibiarkan merasa tenang.
Pintu kamar terbuka tanpa ketukan, seperti biasanya, dan di sanalah Alistair berdiri. Matanya penuh ancaman dan ketidakpedulian, seolah Lavinia hanyalah mainan yang bisa ia kendalikan sesuka hati. Dia mendekat, langkahnya lambat namun mengerikan. Lavinia menahan napas, tubuhnya menegang saat Alistair menghampiri dengan tatapan yang tak pernah meninggalkan dirinya.
"Kau pikir kau bisa mengatur permainan di belakangku, Lavinia?" suara Alistair terdengar rendah namun tajam. "Kau benar-benar tidak belajar, ya? Kau membuatku terus mengingatkan siapa yang berkuasa di sini."
Lavinia berusaha berbicara, namun suaranya tercekat. Tak ada kata yang bisa keluar dari bibirnya. Dia hanya bisa menatap Alistair, ketakutan, sekaligus penuh rasa muak.
Alistair mendekatinya lebih dekat, tangannya dengan kasar menyentuh dagu Lavinia, mengangkat wajahnya agar dia menatap langsung ke matanya. "Kau tahu, ada harga yang harus kau bayar untuk setiap langkah yang kau ambil melawan kehendakku. Dan kali ini, harganya akan sangat tinggi."
Dia melepaskan dagu Lavinia dan dengan seenaknya, tangan Alistair menjalar ke lehernya, bahunya, hingga turun ke punggungnya dengan gerakan yang membuat Lavinia meringis. Sentuhan itu begitu dingin dan memaksakan. Lavinia menggigit bibirnya, menahan rasa jijik dan ketidakberdayaan yang menguasainya. Setiap sentuhan dari Alistair seolah merenggut sedikit demi sedikit harga dirinya, dan itu membuat Lavinia merasa semakin terperangkap.
"Kau milikku, Lavinia. Setiap inci dari tubuhmu adalah milikku," bisik Alistair dengan suara penuh kesombongan. "Jadi jangan pernah berpikir untuk menolak keinginanku."
Lavinia ingin berteriak, tapi dia tahu tidak ada gunanya. Setiap upaya perlawanan hanya akan membuat keadaan lebih buruk. Namun, meskipun tubuhnya pasrah, pikirannya masih memberontak. Di dalam hatinya, Lavinia tahu bahwa dia tidak akan pernah menyerah sepenuhnya kepada pria ini.
Setelah beberapa saat, Alistair melepaskan genggamannya, tetapi tatapannya tetap menusuk.
“Margaret,” kata Alistair tiba-tiba, membuat Lavinia tersentak. “Kau pikir dia bisa membantumu melarikan diri dariku, bukan?”

KAMU SEDANG MEMBACA
The Duchess's Deception (END)
RomanceSaat Lavinia terbangun, perasaan aneh menyelimuti dirinya. Tubuhnya terasa berbeda, dan lingkungan di sekitarnya terasa asing. Dia membuka matanya dan melihat ruangan dengan perabotan mewah, penuh dengan dekorasi antik. Kepala Lavinia terasa berat...
06. Shattered Dignity
Mulai dari awal