抖阴社区

10

498 81 3
                                        


☆ Jangan lupa vote nya guysss ☆
----------------------------------------------------


Sudah tiga minggu berlalu sejak terakhir kali Seulgi terlihat di kampus. Awalnya, Irene mencoba meyakinkan dirinya kalau mungkin Seulgi sedang sibuk dengan urusan pribadi. Tapi semakin lama, kekhawatiran Irene itu semakin sulit diabaikan.

Setiap kali masuk kelas, tanpa sadar matanya selalu mencari sosok Seulgi. Namun, kursi yang biasanya ditempati gadis itu tetap kosong. Irene berusaha menepis perasaan bersalahnya, tetapi semakin ia mencoba, semakin dalam rasa gelisah itu menghantuinya.

Di sela-sela kegelisahannya, Irene memutuskan untuk bertanya langsung kepada Pak Kim.

"Seulgi? Apa dia gak masuk lagi?" tanya Pak Kim dengan dahi berkerut saat Irene menghampirinya di ruangannya.

Irene mengangguk. "Iya, Pak. Seulgi udah tiga minggu ini tidak masuk kelas. Mungkin Bapak tauh sesuatu?"

Pak Kim menghela napas panjang sebelum merogoh ponselnya dan mencoba menelepon keponakannya itu. Irene menunggu dalam diam, berharap ada jawaban dari Seulgi.

Sekali.
Dua kali.
Tiga kali.

Tidak ada jawaban. Bahkan panggilannya langsung dialihkan.

Pak Kim menggerutu pelan. "Haduh... anak ini ya, selalu begitu. Sudah saya kasih kesempatan, masih saja disia-siakan."

Irene merasa dadanya semakin sesak. "Apa mungkin ada masalah, Pak?"

Pak Kim menatap Irene sejenak, lalu menghela napas lagi sebelum akhirnya berkata, "Saya rasa dia kembali mengalami depresi."

Kata itu membuat Irene terdiam. Depresi?

Melihat ekspresi khawatir dari Irene, Pak Kim akhirnya bercerita.

"Sejak orang tuanya Seulgi pergi karena kecelakaan, Seulgi mulai berubah. Dia kehilangan semangat hidupnya, sering bolos kuliah, dan nilai-nilainya makin menurun. Saya sudah berusaha buat bantu dia bangkit lagi, karena sebelum meninggal, ayahnya menitipkan Seulgi kepada saya. Tapi tetap saja, dia menutup diri. Rumahnya sering gak keurus, dan dia lebih sering menghabiskan waktunya dengan  bermain game untuk mengalihkan kesedihannya."

Pak Kim menggeleng pelan. "Dia bahkan gak peduli sama dirinya sendiri. Kalau gak dikasih tetangga atau temannya, mungkin dia gak makan sama sekali."

Irene meremas jemarinya sendiri. Ada perasaan nyeri yang menjalar di hatinya.

"Jadi sebelum ini, Pak Kim berhasil membujuk Seulgi buat kembali kuliah?"

"Iya. Saya pikir, dengan dorongan dan bantuanmu, dia bisa berubah." Pak Kim menatap Irene, "Tapi sekarang dia menghilang lagi."

Irene terdiam. Rasa bersalah semakin menghantamnya tanpa ampun. Seulgi kembali depresi... karena dirinya? Karena dia yang tiba-tiba menghilang dan  mengabaikan pesan yang dikirim Seulgi?

"Sepertinya, saya harus ke rumahnya." Pak Kim akhirnya berkata sambil merapikan tasnya.

Irene ingin ikut. Ingin memastikan Seulgi baik-baik saja. Tapi di sisi lain, ada ketakutan dalam dirinya. Bagaimana kalau Seulgi membencinya? Bagaimana kalau dia benar-benar menghancurkan Seulgi tanpa sadar?

Jadi, Irene hanya bisa menelan kegelisahannya sendiri.

"Baik, Pak. Kalau perlu bantuan, hubungi saya saja." katanya dengan suara lirih.

Pak Kim mengangguk, lalu pergi meninggalkan Irene yang masih berdiri diam di tempatnya.

---

Falling in love with RenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang