Happy reading....
Naresh melihat arlojinya lalu kembali menatap ke arah depan hingga di lakukan berulang kali. Parkiran kampus Ara tidak terlalu ramai. Tetapi, banyak mahasiswa berlalu lalang. Beberapa mahasiswi menatapnya secara terang-terangan membuat ia sedikit risih.
13.00
Harusnya Ara sudah keluar dari kampusnya. Tetapi, belum menampakkan dirinya dan tidak ada pesan dari gadis tersebut. Apa mungkin gadis itu sudah pulang?
Tidak mungkin, ia sudah menunggu kurang lebih setengah jam. Sengaja ia datang cepat, takut terkena macet dari pada gadisnya menunggu lama, lebih baik ia yang menunggu.
Dari arah kejauhan, ia dapat melihat sosok Ara. Ia hapal betul dengan gadisnya. Tapi, gadis itu tak sendiri. Ara bersama dengan seorang laki-laki. Mereka tertawa bersama, saling melemparkan senyum.
Naresh jadi di landa cemburu.
Senyum gadis itu sangat manis. Ia takut, lelaki yang bersama Ara menyukai gadisnya itu. Jujur, ia merasa seperti anak yang baru puber. Tapi, memang seperti itu perasaannya kini.
Mereka berdua saling memisahkan diri setelah dekat dengan keberadaan Naresh.
"Mas sudah lama nunggu saya?" Tanya Ara.
"Barusan." Jawab Naresh singkat. Lelaki itu meraih totebag yang di bawa Ara. Ini sudah menjadi kebiasaan Naresh sekarang.
"Mas sudah makan siang, belum?" Ara merasakan nada dingin dari lelaki di hadapannya ini. Sepertinya ada yang salah.
"Belum." Jawabnya singkat. Ara semakin di landa kebingungan.
"Yaudah, kita makan siang dulu ya."
Lelaki itu hanya mengangguk. Mereka masuk ke dalam mobil. Ara tidak bisa tenang selama perjalanan jika seperti ini. Ia merasakan memang ada yang aneh, tapi ia tidak mengerti.
Belum sempat melajukan mobilnya, Ara meraih wajah Naresh agar menghadapnya. Ara menangkup dengan kedua tangan mungilnya menelisik lebih detail. Tapi yang tidak di sadari Ara, Naresh terkejut tapi tidak menampakkan di wajahnya. Hanya saja, jantungnya memompa lebih cepat.
"Mas Naresh marah sama saya? Saya ada salah apa?" Tanya Ara dengan wajah polosnya itu. Bulu matanya yang lentik dan mata yang menatapnya polos serta bibir berwarna merah nya karena menggunakan liptint membuat Naresh hampir gagal fokus.
Naresh meraih tangan Ara yang menangkup wajahnya. Ia tidak bisa marah jika Ara bersikap seperti ini. Gadis itu terlalu menggemaskan.
"Nggak, saya nggak marah sama kamu." Naresh menggenggam tangan Ara erat.
"Terus kenapa mukanya di tekuk begitu? Kalo saya ada salah, mas bilang aja." Ara mengerucutkan bibirnya.
Naresh mengerjap sebentar. Ia sungguh bisa hilang kendali. Oke, mungkin kali ini ia sudah tidak bisa membendungnya. Ia memajukan wajahnya agar lebih dekat dengan wajah Ara.
"Saya minta ijin, boleh?"
Ara memiringkan wajahnya, "ijin ap—"
Ucapannya terputus ketika Naresh mengecupnya tepat di bibirnya secara tiba-tiba. Ia mengerjapkan matanya, mencoba mencerna apa yang terjadi barusan.
"Saya cemburu kamu dekat dengan lelaki lain, Ara." Bisiknya dengan suara rendah.
Itu first kiss nya dan Naresh sudah mengambilnya. Entah ia harus bereaksi seperti apa, tapi yang pasti ia merasa malu untuk saat ini. Ia sedikit memberi jarak dengan Naresh. Ia memalingkan wajahnya lalu beberapa detik gadis itu kembali menatapnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted
Romance"Ara, bisa deskripsikan saya nggak?" Ara mengernyit. "Maksudnya?" "Bisa nggak saya berperan di novel kamu?" Laki-laki itu maju beberapa langkah hingga berhasil berhadapan dengan perempuan itu. "Saya mau jadi pemeran utama dalam cerita kamu." Bisikny...