抖阴社区

40. Christopher and Miriam's Departure

Mulai dari awal
                                    

“Jangan katakan itu,” Christopher menjawab, suaranya tegas meskipun lembut. “Aku yang memilih untuk melindungimu. Dan aku akan melakukannya lagi tanpa ragu.”

Lavinia menunduk, air mata menggenang di matanya. “Aku kehilangan salah satu bayiku karena Cassandra,” bisiknya. “Aku kehilangan sesuatu yang tidak akan pernah bisa kembali.”

Christopher meraih tangan Lavinia, menggenggamnya erat. “Aku bersumpah, Lavinia. Cassandra akan membayar semuanya. Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu lagi.”

Tatapan Christopher begitu penuh keyakinan, membuat Lavinia merasakan kehangatan di hatinya meskipun rasa bersalah terus menghantui. Tiba-tiba, Christopher menarik tangan Lavinia lebih dekat, hingga wajah mereka hampir bersentuhan.

“Kau tahu,” katanya pelan, “aku tidak pernah berhenti memikirkanmu. Bahkan saat aku tak sadarkan diri, aku memimpikanmu. Kau, Lavinia, adalah satu-satunya hal yang membuatku terus bertahan.”

Lavinia menahan napas, hatinya berdebar tak terkendali. “Chris... aku...”

Sebelum Lavinia sempat menyelesaikan kalimatnya, Christopher menunduk, bibirnya menyentuh kening Lavinia dengan lembut. Sentuhan itu penuh kasih, tetapi juga sarat dengan keputusasaan.

“Aku hanya ingin kau bahagia,” bisiknya. “Meski itu berarti aku harus melepaskanmu.”

Lavinia terdiam, dadanya terasa sesak oleh emosi yang bercampur aduk. Ia tahu, di dalam hati kecilnya, ada perasaan yang tidak bisa ia abaikan. Namun, ia juga tahu bahwa jalan mereka tidaklah mudah. Dan selama Alistair masih ada, kebahagiaan yang ia dambakan bersama Christopher terasa seperti mimpi yang mustahil.

Namun, di momen itu, dalam keheningan yang menggantung di antara mereka, Lavinia memilih untuk tidak memikirkan masa depan. Ia hanya ingin merasakan kehangatan Christopher untuk sementara, sebelum realitas kembali menghancurkannya.

...

Matahari pagi memancar lembut di ruang tamu Ravenswood Manor. Lavinia duduk di sofa, kedua tangannya memeluk perutnya yang besar. Bayinya akan lahir kapan saja. Alistair duduk di seberang meja, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan—perpaduan antara perhatian dan rasa bersalah.

Sejak beberapa bulan terakhir, Alistair memang berubah. Pria itu mulai menunjukkan sisi lembut yang jarang terlihat sebelumnya. Dia selalu memastikan Lavinia nyaman, mengawasi makanannya, dan bahkan sering membantunya berjalan ketika Lavinia merasa kesulitan.

Tetapi Lavinia tahu, perubahan itu tidak akan pernah cukup untuk menghapus semua luka yang telah ia sebabkan.

Lavinia mengalihkan pandangannya ke luar jendela, menatap taman di kejauhan. Pikirannya melayang jauh. Christopher. Nama itu terus bergema di kepalanya. Sudah dua bulan sejak Alistair mengirim Christopher dan Miriam pergi.

Alistair tidak pernah menjelaskan ke mana mereka dikirim, hanya mengatakan bahwa itu untuk "kebaikan semua orang."

Lavinia tahu alasan sebenarnya. Alistair tidak tahan melihat kedekatan Lavinia dengan Christopher. Itu adalah caranya memastikan bahwa Christopher tidak lagi menjadi ancaman bagi posisinya sebagai suami Lavinia, meskipun hubungan mereka sekarang hanyalah sebuah pernikahan kosong.

Dua bulan sebelumnya, Lavinia berusaha keras untuk membujuk Alistair agar tidak memisahkan Christopher darinya.

“Dia hanya ingin aku bahagia,” Lavinia bersikeras saat itu, matanya yang berkaca-kaca menatap Alistair. “Dia tidak akan mengganggumu.”

Alistair hanya menggeleng dengan tenang. “Aku tidak akan membiarkan dia mengacaukan kehidupan kita lagi, Lavinia. Aku tidak peduli seberapa besar kau peduli padanya. Dia harus pergi.”

“Dan Miriam? Dia tidak bersalah dalam semua ini. Kau sudah menghukum mereka cukup lama.”

“Dan aku sudah membebaskannya, bukan?” balas Alistair dingin. “Miriam juga harus pergi. Mereka berdua akan memulai hidup baru jauh dari sini.”

Lavinia ingin membantah lagi, tetapi tidak ada gunanya. Alistair sudah membuat keputusan, dan Lavinia tahu bahwa pria itu tidak akan berubah pikiran.

Sekarang, di usia kandungannya yang sembilan bulan, Lavinia sering bertanya-tanya apa yang akan terjadi setelah bayi itu lahir. Ia sudah memutuskan bahwa ia tidak bisa lagi bersama Alistair. Meskipun pria itu telah menunjukkan perubahan, hatinya sudah terlalu hancur untuk memberinya kesempatan kedua.

Namun, Lavinia juga tahu bahwa meninggalkan Alistair tidaklah semudah itu. Ravenswood bukan hanya sebuah rumah; itu adalah tempat yang dikendalikan penuh oleh Alistair dan keluarganya. Setiap gerakan Lavinia diawasi, setiap langkahnya diatur. Jika ia ingin pergi, ia harus melakukannya dengan hati-hati.

Di suatu malam, beberapa hari sebelum kelahiran bayinya, Alistair mendatangi kamar Lavinia. Dia tampak lelah, dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Pria itu duduk di tepi tempat tidur Lavinia tanpa mengatakan apa-apa untuk beberapa saat.

“Apa yang kau inginkan?” tanya Lavinia akhirnya, nadanya dingin tetapi tidak terlalu keras.

“Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja,” jawab Alistair pelan. Matanya menatap Lavinia dengan intensitas yang tidak biasa, seolah-olah dia sedang mencari sesuatu—harapan, mungkin, atau pengampunan.

Lavinia memalingkan wajah. “Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir.”

“Aku tahu aku sudah menyakitimu, Lavinia,” Alistair melanjutkan, suaranya nyaris seperti bisikan. “Tapi aku ingin mencoba memperbaiki semuanya. Demi kau. Demi bayi kita.”

Lavinia mendengus pelan. “Kau tidak melakukannya demi aku. Kau hanya peduli pada bayi ini.”

Alistair terdiam, tetapi tidak membantah. Dia hanya menunduk, seolah menelan semua kata-kata yang ingin ia ucapkan.

Ketika Alistair mencoba menyentuh bahu Lavinia, wanita itu dengan tegas menepis tangannya. “Jangan sentuh aku, Alistair. Kau tidak berhak lagi.”

Alistair menatap Lavinia dengan ekspresi terluka, tetapi tidak memaksa. Ia berdiri dan meninggalkan kamar tanpa berkata apa-apa lagi.

Semakin dekat dengan kelahiran bayinya, Lavinia terus memikirkan masa depannya. Ia tidak bisa terus hidup di bawah kendali Alistair. Ia ingin membesarkan anaknya dalam lingkungan yang penuh kasih, jauh dari manipulasi dan tekanan keluarga Ravenswood. Tapi bagaimana caranya? Ke mana ia harus pergi? Dan apakah ia akan pernah bertemu Christopher lagi?

Hanya satu hal yang Lavinia tahu pasti: begitu bayinya lahir, ia harus menemukan cara untuk pergi. Apa pun risikonya, ia harus melarikan diri dari Ravenswood—demi dirinya sendiri, dan demi anaknya.

The Duchess's Deception (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang