抖阴社区

-2

78 16 1
                                        

aku double up, cek dulu chap 1.

selamat membaca!
____________________
 

Beberapa jam kemudian, setelah sesi pemotretan selesai, Jay mendapati dirinya duduk di sebuah ruangan kecil bersama Jungwon. Naskah wawancara tergeletak di meja antara mereka. 



Jungwon membuka halaman pertama, lalu melirik Jay. "Kamu nggak tegang, kan?" 


Jay tersenyum canggung. "Lumayan." 



"Kalau aku salah jawab pertanyaan nanti, apa kamu yang bakal dimarahi?" Jungwon bertanya dengan nada bercanda, mencoba mencairkan suasana. 



Jay menatapnya bingung. "Kenapa aku yang dimarahi?" 



"Ya nggak tahu. Siapa tahu kamu juga kena dampaknya." kata Jungwon sambil tertawa kecil. 





Jay akhirnya ikut tertawa, meski masih terasa canggung. Tapi untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu, suasananya terasa lebih ringan. 




Sambil membolak-balik naskah, Jungwon tiba-tiba menatap Jay serius. "Kamu udah lama kerja di sini?"





"Baru beberapa minggu," jawab Jay. 



"Hmm, jadi ini pengalaman pertama kamu kerja di industri hiburan?"



"Iya, dan terus terang, aku nggak ngerti apa-apa soal dunia ini." Jay mengaku dengan jujur. 





Jungwon tersenyum kecil, seperti menemukan sesuatu yang menarik. "Itu bagus. Berarti kamu nggak bakal terlalu ribet sama gosip atau hal-hal nggak penting lainnya."





Jay hanya bisa mengangguk, bingung harus merasa lega atau tidak. Tapi di balik semua canda ringan itu, dia tidak menyadari satu hal: Jungwon mulai merasa nyaman dengan kehadirannya. 


 


Beberapa hari berlalu setelah sesi wawancara pertama, dan Jay semakin terbiasa dengan rutinitas baru sebagai asisten sementara untuk proyek Jungwon.





Tugasnya tidak selalu besar, kadang cuma menyiapkan kopi atau mengatur jadwal. Namun, semakin sering dia berinteraksi dengan Jungwon, semakin terasa ada ketegangan tak terucapkan di antara mereka. 





Satu hal yang jelas, Jungwon mulai terbiasa dengan Jay yang selalu terlihat kikuk dan terlalu hati-hati di sekitarnya.





Seringkali, ketika mereka berdua berada di ruang istirahat, Jungwon akan memberi komentar ringan, seperti soal kopinya yang terlalu manis atau tentang betapa tegangnya Jay saat bertugas. 




"Kenapa kamu selalu terlihat seperti orang yang siap disidang setiap kali aku datang?" Jungwon bertanya suatu sore saat mereka duduk di ruang istirahat. 






Jay menatapnya bingung, lalu buru-buru menyuap makanannya. "Aku nggak bisa santai di sekitar orang terkenal." 





Jungwon tertawa pelan. "Kenapa? Kamu nggak bisa merasa nyaman kalau orang terkenal ada di sekitar kamu?" 





"Aku sih biasa saja." jawab Jay, berusaha tetap tenang. "Tapi… ya, kamu kan beda." 




Jungwon menatapnya dengan senyum kecil. "Aku nggak beda kok, Jay. Aku cuma orang biasa yang kebetulan kerja di depan kamera. Jadi, nggak perlu ngerasa canggung."




"Gampang ngomongnya, kan?" Jay balas, merasa sedikit lebih rileks. 





"Tapi kalau kamu bisa santai, kita bisa ngobrol lebih banyak. Aku pengen tahu lebih banyak soal kamu." Jungwon mencondongkan tubuh ke arah Jay dengan mata yang tampak penasaran. 





Jay nyaris tersedak. "Tentang aku? Nggak ada yang spesial sih." 





Jungwon mengangkat bahu. "Tapi, kamu bekerja di sini kan karena alasan tertentu. Mungkin kita punya kesamaan, siapa tahu." 




Jay terdiam, sedikit bingung. Apa yang bisa dia bicarakan dengan Jungwon selain pekerjaan? Tapi, seiring waktu, dia mulai merasa bahwa ada kenyamanan yang tidak bisa dijelaskan di antara mereka.




Jungwon tidak memaksanya untuk membuka diri, tapi sepertinya dia tidak bisa menahan rasa ingin tahu itu. 

Pada suatu hari yang panas, acara promo Jungwon berjalan dengan lancar, hingga sebuah insiden kecil terjadi.



Ketika Jay sedang menyiapkan dokumen di ruang ganti untuk Jungwon, salah satu asisten datang terburu-buru memberitahunya bahwa tas Jungwon tertinggal di ruang makeup. 




"Bisa nggak tolong ambilkan? Kita butuh tas itu buat jadwal selanjutnya." pinta asisten itu, lalu buru-buru pergi. 



Jay yang baru saja selesai menata barang-barang di meja memutuskan untuk bergegas mengambil tas tersebut.



Saat dia membuka pintu ruang makeup, dia mendapati Jungwon sedang berdiri di depan kaca besar, mengenakan jas yang sedikit terlalu ketat di bahu. 



"Hai?" Jungwon menoleh dengan tatapan sedikit bingung, tapi tidak tampak marah. 



"Aku... mau... ngambil tas kamu." jawab Jay, gugup. 




Jungwon tertawa, lalu melambaikan tangan dengan santai. "Nggak masalah. Jangan terlalu kaku. Kamu bisa ambilnya kok."




Jay bergegas menuju meja makeup, tapi saat dia menarik tas, tas itu terjatuh dan sebagian isinya berhamburan di lantai. Dia merasa ingin tenggelam saat itu juga. 


"Ah, maaf, aku..."





"Tenang aja." kata Jungwon sambil membantu mengambil beberapa barang. "Jangan kelihatan kayak dunia akan kiamat, Jay. Aku juga pernah jatuhin barang di depan orang banyak, kok." 




Jay merasa sedikit lega, tapi tetap malu. Jungwon tertawa ringan, dan untuk pertama kalinya, Jay merasa bahwa dia mungkin tidak terlalu buruk saat melakukan hal bodoh di depan Jungwon. 





Jay menghela napas saat Jungwon tersenyum dan mengembalikan barang-barang yang jatuh. Meskipun masih terasa memalukan, sikap Jungwon yang santai membuatnya merasa sedikit lebih tenang.




"Terima kasih." Jay berujar, mencoba untuk tidak terlalu canggung, sambil mengangkat tas itu dari lantai.





Jungwon menatapnya dengan senyum tipis. "Kamu tahu, kalau kamu nggak terlalu kaku, kamu akan lebih rileks. Jangan terlalu keras pada diri sendiri."





Jay menunduk, merasa sedikit tersentuh dengan perkataan Jungwon. "Aku... coba lebih santai, deh." jawabnya pelan, berharap kata-katanya terdengar lebih meyakinkan.




Jungwon mengangguk. "Itu lebih baik. Lagian, kita semua pernah melakukan kesalahan. Nggak ada yang sempurna."




Jay tersenyum kecil, akhirnya merasa sedikit lebih nyaman. "Iya, benar juga."




Saat mereka berdua beranjak keluar dari ruang makeup, Jay merasakan sesuatu yang aneh.





Jungwon menoleh sebelum mereka keluar, mengingatkan, "Jangan lupa, kalau ada yang bikin kamu canggung lagi, cukup bilang aja, oke? Kita bukan di depan kamera di sini."






Jay hanya bisa tersenyum kecil. Mungkin, untuk pertama kalinya, dia merasa bahwa bekerja di dunia ini bukan hanya soal tugas, tetapi juga tentang orang-orang yang ada di sekitarnya.

tbc—

Not So OrdinaryWhere stories live. Discover now