抖阴社区

5. Ancaman

99 54 54
                                    

Happy Reading

"Aku terlalu berharap hingga akhirnya aku kecewa"

"Hana Youmi"

•••

Setelah setengah jam lamanya Hana menaiki angkutan umum. Akhirnya dia sampai juga di sebuah gerbang bangunan, sebuah tempat yang banyak di tuju para anak anak yang ingin mencari ilmu.

"Hufff, akhirnya sampe juga." Hana menghela napasnya sambil menatap bangunan yang ada di depan matanya

Dred dred dred

Suara ponsel yang berdering

"Hana, nanti sehabis pulang sekolah kamu langsung pergi ke bimbel, gak ada alesan buat nolak, kamu harus bisa dapet nilai seratus kalo gak kamu bakal dapet akibatnya sendiri," Ucap Rindia yang langsung menutup telepon

"Aku lelah, Rasanya aku hanya seperti burung dalam sangkar emas. Kilaunya memang indah, tapi aku gak bisa terbang bebas. Semua orang gak pernah ngertiin perasaanku sedikitpun, bahkan Mamih kandung ku sendiri juga enggak, aku jadi ngerasa gak berarti, aku cuma bagaikan mesin yang harus menghasilkan nilai yang bagus jika enggak, maka aku hanya akan di anggap sebagai kegagalan," Ucap Hana dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya, Hatinya terasa seperti diremas-remas, sesak dan berat sambil terduduk di sudut lorong sekolah Ia mengingat dan merindukan masa kecilnya, di mana ia bebas bermain tanpa beban.

Tiba tiba Hana berdiri dengan wajah sedihnya, melihat sekelilingnya. Berharap tidak ada yang melihat air matanya. Dia tidak ingin di katakan sebagai wanita lemah, sehingga dia selalu mencoba menyembunyikan kesedihan dan air matanya jauh jauh di dalam hatinya.

Dia mengingat perkataan ibunya

"Kamu itu perempuan, jadi jangan pernah tunjukan air matamu di hadapan siapapun, karena itu akan membuatmu di katakan sebagai wanita lemah. Bahkan para lelaki juga akan memperlakukanmu seenaknya, karena mereka tau kalo kamu itu cuma wanita lemah yang gak berguna, " Ucap Rindia

"Air mata hanya akan menjadi tanda kelemahan seseorang dan membuat seseorang di anggap remeh," Ucap Hana yang langsung menyeka air matanya

Dia lanjut berjalan menuju perpustakaan, seperti apa yang biasa dia lakukan setiap pagi. Cahaya matahari pagi menyinari debu debu yang melayang di udara, menciptakan pola pola indah namun menyedihkan. Dinding dinding kusam dihiasai poster poster lama yang sudah pudar warnanya, suara jam yang terpasang di tengah lorong sekolah yang berdetak pelan menjadi satu satunya iringan langkah kaki yang berat.

Wajah Hana yang biasa ceria, kini terlihat lesu. Matanya yang biasa berbinar penuh semangat kini redup seakan kehilangan cahayanya. Tumpukan buku yang dia bawa terasa semakin berat seperti membebani hatinya.

Hana berpikir sejenak, mungkin dia sudah sangat tertekan dengan ekspetasi tinggi ibunya. Dia ingin sekali saja hidup tenang tanpa harus memikirkan apa keinginan orang lain.

Hana masuk kedalam perpustakaan yang kosong dan sunyi tanpa sedikitpun suara bisa terdengar di telinganya. Dia berhenti di depan rak buku, matanya menjelajahi judul judul buku yang tertata rapih di rak.

Rambutnya yang terurai mengikuti gerakan saat ia berjinjit di antara rak buku yang tinggi menjulang. Jarinya dengan lembut menyentuh buku buku tebal, seakan mencari getaran magis yang berbeda.

Prima [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang