抖阴社区

Chapter 6

5.8K 596 12
                                    

Nika terbangun saat merasa kedinginan tak peduli setebal apa selimut yang dikenakan. Tinggal di perkebunan memang lebih sejuk meski tanpa pendingin udara. Mata Nika lantas terbuka, di sampingnya Jai sudah tidak ada pasti telah beraktivitas di luar sana.

Namun, sesaat ingatan penting terlintas di benaknya. Nika langsung menepuk keningnya. Bisa-bisanya ia merasa santai di saat kedua mertuanya sebentar lagi tiba.

Keresahan Nika teralihkan kala mendengar derit pintu terbuka. Jai muncul sambil memandang teduh ke arahnya. Pria itu berjalan membawa segelas air hangat.

"Jam berapa sekarang?" tanya Nika menerima uluran gelas dari Jai.

"Masih terlalu pagi kalau kamu berniat mandi."

Nika mendesah lega saat air hangat tersebut telah membasahi kerongkongannya.

"Kita suguhin apa ya buat orangtua kamu?" Resah Nika bergerak mengembalikan gelas kosong dan langsung diterima Jai.

"Nggak perlu pusing. Gimana kaki kamu?" Pandangan Jai beralih ke betis Nika, menyibak selimut guna memeriksa.

"Udah nggak sesakit kemarin. Tapi kakiku jadi jelek, gosong," cebiknya sedih.

Mata tajam Jai memperhatikan secara lekat area luka yang telah berubah warna. Bengkaknya sudah mengempis meninggalkan sisa warna hitam keunguan.

"Nggak apa-apa, nanti bisa pudar," Jai berujar menenangkan, lagipula banyak krim obat untuk menghilangkan bekas luka, pasti nanti kulit kaki istrinya kembali bersih tanpa cela. Tinggal ia hubungi saja sang ibu mumpung masih di kota.

"Kamu istirahat aja dulu di sini."

Nika menggeleng menolak. "Jangan ih, aku pengen masak, sekalian belajar jalan juga. Biar nggak manja nih kaki."

Jai yang masih duduk di tepi ranjang mengulas senyum tipis. "Hari ini libur dulu."

"Lho ya jangan dong. Orangtua kamu mau datang masa iya kita nggak masakin apa-apa. Malu ih, nggak menghargai kesannya," potong Nika tak setuju. Bisa-bisa ia dicap menantu tak becus lebih lagi mulut tajam Jovi.

Jai berdiri tak mengindahkan. "Aku siapin air mandi hangat buat kamu." Sebelum memutuskan keluar, terlebih dahulu ia mengusap kepala sang istri. "Sekalian buat sarapan."

Tahu diri ia belum leluasa berjalan, tidak ada salahnya menerima perhatian. "Ya udah terserah kamu."

Melihat Nika tak lagi protes, Jai mengangguk lalu berbalik melangkah keluar, menyisakan Nika mengulum senyum kesenangan. Indahnya hidup pernikahan jika tepat dalam memilih pasangan. Alhamdulillah batinnya mengucap syukur.

****

Pukul sepuluh lebih mobil yang dikendarai Malik tiba di depan pintu pagar rumah kayu milik putranya. Meski tadi sedikit terhambat karena jalanan tak beraspal, mereka selalu terkesima saat melihat hunian anak sulungnya.

"Sebagian jagung udah dipanen kayaknya, Mas." Nola yang keluar mobil sambil menggendong cucunya terlihat gembira. Di sebelahnya Jovi sibuk menenangkan putranya yang menangis ingin digendong seperti adiknya.

Malik mengangguk setuju, sejauh mata memandang kebun milik Jai jelas memanjakan penglihatan.

"Kok Jai belum keluar," decak seorang perempuan berambut merah menyala. Rambut sebahu yang dicat baru seminggu lamanya, terlihat nyentrik sebab, perpaduan wajah Malik ketika muda.

"Sabar. Nika lagi kena musibah, mungkin dia masih sibuk," ujar Nola terdengar santai.

Mendengar penuturan sang ibu, Jovi berdecak. Selalu kebiasaan, saudara kembarnya sering menyebalkan.

Seduce The GoodboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang