抖阴社区

BAB XIV

249 19 0
                                        

Jeno memarkirkan motornya di antara deretan kendaraan yang sudah rapi berbaris. Jaemin dengan cekatan turun, membuka helmnya sambil menyibakkan rambut yang sedikit berantakan. Jeno melepas helmnya juga, menerima helm Jaemin untuk diletakkan di stang motor.

"Jen, aku ingin jajangmyeon," ucap Jaemin dengan nada manja, sedikit memiringkan kepala.

Jeno hanya mengangguk, seperti biasa, tanpa banyak bicara. Jaemin mulai berjalan, memandu mereka menyusuri deretan street food yang berjajar di sepanjang jalan. Lampu-lampu tenda mulai menyala, menambah suasana hangat di bawah langit yang semakin dipenuhi warna jingga. Aroma makanan yang menggoda memenuhi udara.

"Itu, aku mau di situ," tunjuk Jaemin pada salah satu tenda dengan meja-meja sederhana namun terlihat nyaman. Jeno mengangguk lagi, mengikutinya tanpa banyak kata.

Begitu sampai, mereka langsung duduk di salah satu meja kosong. Pemilik tenda, seorang pria tua dengan senyum ramah, menghampiri mereka dengan buku catatan di tangan.

"Jajangmyeon satu," ucap Jaemin penuh semangat.

"Bubur abalone satu, dan air soda dua," tambah Jeno dengan nada tenang. Pemilik tenda mencatat pesanan mereka, lalu pergi.

Jeno berdiri tanpa berkata apa-apa, matanya tertuju pada pedagang kacang kenari panggang di dekat sana. Jaemin memperhatikan dari kejauhan, tersenyum kecil melihat Jeno yang memilih kacang dengan serius. Tak lama, Jeno kembali membawa dua kantong kacang yang masih mengepul panas, meletakkannya di atas meja.

Jaemin mengambil satu kacang, meniupnya perlahan, lalu mencicipinya. "Jen, apakah kita jadi ke Pulau Jeju dalam waktu dekat?" tanyanya sambil menikmati rasa kacang yang manis dan renyah.

Jeno mengangguk. "Tentu, Jae. Aku sudah mengurus semua perlengkapannya. Apakah kamu sudah izin dengan paman Yuta?"

Seketika ekspresi Jaemin berubah murung. "Sudah, tapi daddy belum menjawab."

Jeno menghela napas kecil, menatap Jaemin dengan lembut. "Baiklah, nanti aku bantu bicara dengan paman Yuta."

Senyum kembali menghiasi wajah Jaemin. "Terima kasih, Jen."

Tak lama, pemilik tenda datang membawa pesanan mereka. Semangkuk jajangmyeon yang penuh dengan saus hitam kental, semangkuk bubur abalone dengan aroma gurih yang menggoda, dan dua botol soda dingin.

Jaemin menelan ludah, matanya berbinar melihat asap yang mengepul dari bubur. Tapi sebelum sempat menyentuhnya, Jeno dengan sigap menukar piring mereka, menyerahkan bubur ke Jaemin dan mengambil jajangmyeon untuk dirinya sendiri.

"Terima kasih, Jen," ucap Jaemin dengan suara lembut sebelum mulai menyendok buburnya.

Setelah beberapa saat menikmati makanan mereka dalam keheningan yang nyaman, Jeno meninggalkan uang di bawah gelas sebagai pembayaran. Mereka kemudian berjalan kembali ke motor.

Jeno membantu Jaemin memakai helm dengan hati-hati, memastikan tali helm terpasang dengan benar. Setelah itu, ia mengenakan helmnya sendiri dan menyalakan mesin motor. Dengan cekatan, Jeno meluncur meninggalkan area street food yang kini mulai lebih ramai.

Jaemin memegang pinggang Jeno dengan erat, kepalanya bersandar pada pundak sang kekasih. Angin malam yang sejuk dan langit jingga menjadi saksi perjalanan mereka, membawa kehangatan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

Setelah perjalanan panjang yang ditemani suara angin, Jeno akhirnya menepikan motornya di dekat tepian sungai Han. Ia memilih area yang sepi dan cukup aman, memarkir motor dengan hati-hati sebelum melangkah menuju bebatuan yang terhampar di pinggir sungai. Jaemin mengikutinya, berjalan dengan ringan hingga akhirnya duduk di sebelah Jeno.

Lima Warna CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang