Sore ini, langit tampak mendung, sisa hujan yang mengguyur sejak pagi masih menyisakan udara yang dingin dan lembap. Savero menghela napas panjang, merasa sedikit kelelahan setelah seharian sibuk di kedai kopi. Pesanan yang terus berdatangan sejak pagi membuatnya hampir kewalahan, dan kini, ketika jam kerja akhirnya selesai, ia hanya ingin segera pulang.
Sembari merapikan apron yang baru saja dilepasnya, ia mengingat bahwa pagi tadi ia datang bersama Sebastian. Berniat meminta pria itu untuk mengantarkannya pulang, Savero segera melangkah menuju ruangan Sebastian. Namun, baru saja ia sampai di depan pintu, salah satu karyawan menghampirinya.
"Mas Savero, kalau nyari Pak Sebastian, tadi siang beliau udah keluar dan belum balik lagi," kata karyawan itu.
Savero mengerutkan keningnya. Keluar sejak jam makan siang dan belum kembali? Ia mendengus kecil, merasa kesal karena Sebastian tidak memberitahunya lebih dulu.
Tanpa pilihan lain, ia membenarkan posisi tas di bahunya, lalu melangkah keluar dari gedung. Namun, langkahnya terhenti mendadak. Di depan pintu, berdiri seseorang yang sudah lama tidak ingin ia temui-Janu.
Savero menegang sesaat. Hujan gerimis yang mulai turun membuat siluet pria itu terlihat lebih dingin dari biasanya. Janu menatapnya tanpa ekspresi, hanya sorot matanya yang terasa lebih dalam dan menusuk.
"Lo ngapain di sini?" tanya Janu, suaranya terdengar datar namun sarat emosi yang terpendam.
Savero tidak segera menjawab. Ia menghela napas, berusaha tetap tenang, lalu akhirnya berkata, "Kerja lah, ngapain lagi?"
Janu mengangguk pelan, matanya tidak lepas dari wajah Savero. "Lo ada waktu nggak?" tanyanya.
Savero menatapnya sejenak sebelum membuang muka. "Nggak ada. Maaf, gua sibuk. Duluan."
Tanpa menunggu jawaban, Savero segera melangkah pergi, membiarkan Janu berdiri di tempatnya, menatap kepergiannya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Janu tidak langsung bergerak. Ia menghela napas panjang, mencoba menekan sesuatu yang berkecamuk di dadanya, lalu memilih melangkah masuk ke dalam gedung, membawa pertanyaan yang tidak sempat ia tanyakan.
Savero memutuskan untuk berjalan kaki menuju perempatan. Hujan rintik-rintik masih turun, membuat udara semakin dingin. Tangannya ia masukkan ke dalam saku jaket, sesekali menghela napas panjang. Hari ini melelahkan, dan perutnya mulai terasa kosong.
Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk mampir ke minimarket terdekat. Setidaknya, beberapa camilan bisa membantunya bertahan hingga tiba di rumah.
Sepanjang perjalanan, Savero tak henti-hentinya menggerutu. Tentang Sebastian yang menghilang tanpa kabar, tentang Janu yang tiba-tiba muncul di depan kantornya, dan tentang dirinya sendiri yang kini harus berjalan kaki dalam keadaan lapar.
Saat hendak berbelok ke kanan, ponselnya tiba-tiba bergetar di saku celana. Dengan cepat, ia meraihnya dan melihat nama di layar-Praja.
Menghela napas panjang, Savero langsung mengangkatnya tanpa basa-basi.
"Apa, monyet? Ganggu tahu nggak!" serunya ketus.
Terdengar suara tawa kecil di seberang sana sebelum akhirnya Praja menjawab, "Galak banget. Gua cuma mau kasih tahu, Kenzie sekarang lagi ngincar lo. Jangan ke mana-mana sendirian."
Savero spontan menjauhkan ponselnya dari telinga, menatap layar seolah ingin memastikan benar-benar sedang berbicara dengan Praja, lalu kembali menjawab dengan nada datar, "Hah? Emang kenapa kalau gua keluar sendiri?"
"Lo makin gampang diincer, diculik, dibunuh."
Savero mendengus kecil, kepalanya mengangguk pelan seolah memahami, lalu berkata santai, "Oh. Terus sekarang gua lagi di luar, nih. Gua lagi sendiri."

KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALINYA SEMESTA [END]
Fanfiction[S2 HARAPAN SEMESTA!] VOTE JANGAN LUPA!!! ──?? ? Janu kehilangan serpihan ingatan tentang hidupnya, termasuk sosok Savero-nama yang terus menghantui mimpinya. Dalam perjuangannya melawan lupa, ia terjebak antara penyesalan dan kerinduan mendalam...