Epilog
_______Tahun demi tahun berlalu sejak Brianna meraih kelulusannya. Berkat dukungan tanpa henti dari sang suami, ia berhasil mendapatkan gelar dokter dan langsung bekerja di salah satu rumah sakit paling bergengsi. Setiap hari ia menghadapi pasien dengan penuh dedikasi, menyaksikan kehidupan yang datang dan pergi, serta menjalani berbagai operasi yang menguji ketahanan hatinya. Namun, semua kelelahan itu terbayar lunas ketika ia mampu menyelamatkan nyawa seseorang.
Sementara itu, Asher lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, membesarkan putri mereka, Aleanor Gadis kecil itu kini telah berusia tujuh tahun, tumbuh cantik dengan rambut pirang keemasan dan mata biru terang yang mengingatkan Asher pada dirinya sendiri. Namun, kepribadiannya lebih menyerupai ibunya—kuat, cerdas, dan tak mudah menyerah. Asher mengajarkan Leonara banyak hal yang dulu menjadi bagian dari hidupnya: menunggang kuda dengan gagah, memanah dengan presisi, serta merawat hewan ternak di ladang. Sementara Brianna lebih fokus pada pendidikan akademis anak mereka, menanamkan nilai-nilai ilmu pengetahuan yang penting bagi masa depannya.
Namun, pola asuh yang berbeda ini menciptakan sosok Leonara yang sedikit unik—seorang gadis kecil yang kuat, mandiri, dan sedikit tomboy.
Suatu siang yang cerah, di bawah rindangnya pohon apel yang menjulang tinggi, Leonara berdiri dengan tangan bertolak pinggang, menatap buah merah ranum yang menggantung di atas.
"William, cepat ambilkan apel itu!" perintahnya, menunjuk ke arah buah yang tampak paling matang.
Di hadapannya, seorang anak lelaki berusia enam tahun dengan rambut coklat gelap dan mata hijau cerah mendongak dengan ekspresi enggan. William, putra Jack, memang sering menghabiskan waktu bermain dengannya, tetapi itu bukan berarti ia selalu mengikuti perintahnya begitu saja.
"Tidak mau! Kau pikir kau siapa, hah?" jawab William, menyilangkan tangan di dadanya.
Elea tidak menyukai pembangkangan. Dengan cepat, ia menjulurkan tangannya dan mengetuk dahi bocah itu.
"Cepat!" tuntutnya lagi.
"Aaaww! Dasar cewek iblis! Kenapa kamu selalu galak begitu?" keluh William, mengusap dahinya yang sedikit sakit.
Alea hanya mendengus. "Eeiitt, kau lupa? Bukankah aku selalu melindungimu saat kau di-bully oleh teman-teman sekolah? Aku juga lebih tua darimu, lebih kuat, lebih cepat, dan selalu jadi juara utama di kelas! Apa kau tidak ingat?"
William merengut. Ia tidak bisa membantah. Memang benar, Alea selalu menjadi perisainya di sekolah. Namun, tetap saja, disuruh-suruh seperti ini terasa menyebalkan. Dengan pasrah, ia mulai memanjat pohon apel itu.
"Yah, yah, yah! William, ambil yang di sebelah sana juga! Itu lebih besar!" seru Leonara, menunjuk apel lain.
Namun, sebelum William sempat mencapai apel kedua, suara berat menggema dari kejauhan.
"HEI!!"
Mata mereka membesar saat melihat seorang pria tua, Pak Billy, melangkah mendekat dengan wajah merah padam.
"Berani-beraninya kalian mencuri apelku, hah?! Alea! Kau lagi! Anak kecil pembuat onar!" bentaknya penuh amarah.
Elea refleks membantu William turun dengan cepat. Begitu kaki mereka menapak tanah, ia meraih beberapa apel yang sudah mereka petik, menggenggamnya erat, dan menarik tangan William.
"Ayo lari, cepat!" bisiknya panik.
"Aaaaarg—" William hampir menjerit, tapi Leonara buru-buru menutup mulutnya dan menyeretnya menjauh.
Sayangnya, petualangan kecil mereka tidak berakhir begitu saja. Begitu tiba di rumah, keduanya malah berhadapan dengan wajah garang Asher yang sudah menunggu mereka di ambang pintu, kedua tangannya bersedekap. Di sampingnya, Jack berdiri dengan ekspresi yang tak kalah tajam.

KAMU SEDANG MEMBACA
MR.ASHER : HELLO LOVE (1830)
RomanceTahun 1830, sistem Tanam Paksa membuat rakyat menderita di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Brianna Anala Asritha (27), seorang dokter pribumi, mempertaruhkan segalanya dengan mencuri tanaman obat dari lahan Belanda demi menyelamatkan pasiennya. Na...