"Nggak usah, Bi. Makasih. Nanti saya bikin sendiri aja," tolaknya dengan senyum tipis.
Tak lama kemudian pintu depan terbuka, dan Tu masuk dengan langkah gontai. Wajahnya jelas menunjukkan betapa lelahnya ia. Sudah pukul sepuluh malam, dan seingat Pansa, Tu berangkat ke lokasi syuting lebih pagi daripada ia berangkat ke kantor. Jelas saja wanita itu terlihat seperti ini.
"Capek banget ya?" tanya Pansa tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.
"Banget!" Tu menjatuhkan tubuhnya ke sofa di seberang Pansa. Ia memijat tengkuknya sejenak sebelum menoleh ke arah dokumen yang berserakan di meja. "Gue pikir kerja kantoran sibuknya cuma sampai sore. Ternyata kerjaan lo sampe dibawa pulang juga."
Pansa mengedikkan bahu. "Ya gini lah hidup orang kantoran. Nggak sefleksibel artis yang bisa tidur siang."
"Tidur siang apaan. Nih, mata panda gue makin tebel karena syuting melulu," gerutu Tu sambil menunjuk area bawah matanya. "Lo nggak bosen apa kerja terus?"
Pansa hanya terkekeh tanpa mengalihkan fokusnya dari laptop. Suasana hening kembali mengisi ruangan. Pansa tenggelam dalam pekerjaannya, sementara Tu sibuk dengan ponselnya, sesekali menguap bosan. Hingga akhirnya Tu melempar ponselnya ke samping dengan kasar, menatap Pansa lekat-lekat.
"Kita main game yuk," ajaknya tiba-tiba.
Pansa meliriknya sekilas, lalu kembali mengetik. "Lo kesambet apa? Malem-malem ngajak main game?"
Tu berdecak kesal, lalu tanpa aba-aba menutup laptop Pansa dengan paksa. "Udahlah, kerjaan lo lanjut besok aja di kantor. Masa lo mau ngabisin malem lo buat baca laporan?"
Pansa mendesah, menatap laptopnya sejenak. Ia tau Tu tak akan berhenti sampai ia mengiyakan. Akhirnya ia mengalah, mulai merapikan dokumen-dokumennya. Tu tersenyum puas, lalu bangkit dari sofa dan berjalan ke dapur. Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa beberapa gelas sloki, lilin kecil, dan sebotol minuman beralkohol.
Pansa menatap barang-barang itu dengan kening berkerut. "Jangan bilang kita mau..."
"Yup, kita akan main game tiup lilin!" Tu menjawab dengan antusias, mulai menyusun lilin-lilin itu berjejer di atas meja. Kemudian ia meletakkan gelas sloki secara acak di samping lilin, diikuti beberapa lembar uang yang disebar di antara lilin-lilin itu.
Pansa menatapnya curiga. "Gimana cara mainnya?"
"Gampang. Kita gantian tiup lilin. Sampai mana lilin yang lo tiup padam, benda di sampingnya akan jadi milik lo. Kalau dapet duit, selamat. Kalau dapet minuman, ya lo minum," jelas Tu sambil terkekeh.
Pansa menyandarkan tubuhnya ke sofa, berpikir sejenak. "Jadi kalau dapet duit, gue boleh simpen?"
"Iya lah! Tapi kalau dapet minuman, nggak boleh nolak. Harus diminum!" Tu menegaskan dengan senyum jahil.
Pansa mengedikkan bahu. "Tapi besok gue ada meeting pagi, gimana kalau gue mabuk?"
"Nggak bakal mabuk, percaya sama gue. Lagian gue juga ada jadwal besok pagi, tapi nggak setakut elo."
Pansa mendesah. "Gue nggak takut, cuma antisipasi aja."
"Alaaah bilang aja lo takut."
Berdecak kesal, Pansa kemudian mendekat. "Gue nggak takut. I'm in!" Katanya mantap.
Tu tertawa puas. "Sip! Siap-siap aja lo kalah," katanya penuh semangat, lalu mengambil posisi untuk meniup lilin pertama.
Tu mulai meniup lilin pertama, matanya fokus pada nyala api kecil di hadapannya. Napasnya tertahan sejenak sebelum ia menghembuskan udara dengan cukup kuat. Lilin yang berhasil ia padamkan ternyata memiliki gelas sloki di sampingnya. Seketika Pansa tertawa terbahak-bahak, menatap Tu yang mendengus kesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Accindentally in Love (MilkTu)
FanfictionWhen you unintentionally caught up in each other's life.
Little Mark
Mulai dari awal