sang antagonis? ya antagonis memerankan MC cerita ini.. Ini cerita tentang seorang wanita menikahi seorang raja untuk mendapatkan gelar ratu utama, kesombongan dan keegoisan nya membuat semua orang tidak menyukainya dan menganggap dirinya antagonis...
Maanavika mendengus. “Jangan mengada-ada, Vishmita. Aku lebih tertarik mencari tahu mengapa mereka mengundang kami.” ucap Maanavika.
Vishmita menatapnya penuh rasa ingin tahu. “Maksudmu?”
Maanavika bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke jendela, menatap langit yang mulai berubah warna menjelang senja.
“Aku merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekedar dari kunjungan,” gumamnya pelan. “Aku hanya belum tahu apa.”
Vishmita menatapnya sejenak, lalu mengangkat bahu. “Yah, apa pun itu, asal ada makanan enak, aku ikut saja.”
Maanavika tak bisa menahan tawa. Vishmita memang selalu bisa membuatnya sedikit lebih tenang.
dirinya tak mengetahui bahwa ini adalah jalan bertemu takdirnya yaitu pernikahan yang ia tidak bayangkan.
***
Hujan turun dengan deras, membuat perjalanan ke Hastinapura terhenti. Jalanan tanah berubah menjadi lumpur, roda kereta kesulitan bergerak, dan kuda-kuda mulai gelisah. Sang pemimpin pasukan yaitu panglima Ekadanta akhirnya memutuskan untuk berhenti di tepi sungai, mendirikan tenda agar rombongan bisa berteduh sementara menunggu hujan reda.
Maanavika duduk di dalam tendanya, tangannya menopang dagu, menatap keluar dengan kesal.
“Kenapa hujan harus turun sekarang? Seolah perjalanan ini belum cukup menyebalkan.” ucap Manaavika.
Di sampingnya, Vishmita menghangatkan tangan di atas api kecil yang dibuat oleh para pengawal.
“Pikirkan saja ini sebagai petualangan, Tuan Putri. Setidaknya kita tidak kehujanan di luar sana.” jawab Vishmita.
Tepat saat itu, tirai tenda terbuka, dan munculah sosok yang paling membuatnya ingin melempar bantal yaitu Maanika.
“Viki, kau baik-baik saja?” tanya Maanika dengan nada lembut.
Maanavika mendengus. “Jangan berpura-pura perhatian, Maanika.” ucapnya dengan sinis.
Maanika menghela napas dan ikut duduk di dekat perapian. “Aku tidak berpura-pura. Aku hanya ingin memastikan kau tidak mengeluh sepanjang perjalanan.”
Maanavika menatap kambaranya dengan tajam. “Apa maksudmu? Aku tidak pernah mengeluh.” ujar Maanavika.
Maanika tersenyum tipis. “Benarkah? Karena sejak tadi aku hanya mendengar suara gerutuanmu.”
Vishmita buru-buru menutup mulutnya, menahan tawa. Namun, Maanavika justru semakin kesal.
“Kau selalu saja sok bijaksana! Seolah-olah lebih dewasa dariku!”
Maanika mengangkat bahu. “Bukan sok dewasa, Viki. Aku memang lebih dewasa.” ujar Maanika yang sangat membuat Maanavika kesal.
Maanavika mengepalkan tangannya. “Aku bisa lebih dewasa kalau aku mau!”
Maanika hanya tersenyum, lalu bangkit. “Kalau begitu, buktikan saat kita tiba di Hastinapura. Jangan buat Ayah dan Ibu malu.” ucap Maanika.
Maanavika hanya bisa menggeram dalam hati saat kakaknya keluar dari tenda. Lalu dengan kesal ia melemparkan bantal itu ke tanah.
kemudian Ia menoleh ke Vishmita yang masih menahan tawa.
“Kenapa kau tertawa?” tanya Maanavika tajam.
“Aku hanya berpikir,” lalu Vishmita terkikik, “kalau kau ingin jadi pusat perhatian di Hastinapura, kau harus bisa mengendalikan emosimu lebih dulu.”
Maanavika mendengus, lalu merebahkan diri ke bantal.
“Tunggu saja. Aku akan membuat semua mata tertuju padaku.”
Namun, ia tak menyadari bahwa di Hastinapura, yang menunggunya bukan hanya perhatian, tetapi juga keputusan besar yang akan mengubah hidupnya selamanya.
***
Saat hujan mulai mereda, suara gemericik air dari dedaunan yang basah mengiringi udara yang menjadi lebih segar. Maanavika merasa gerah setelah perdebatan kecilnya dengan Maanika. Ia butuh udara segar. Tanpa berpikir panjang, ia melangkah keluar dari tenda, melewati para pengawal yang tengah bersiap untuk melanjutkan perjalanan.
Udara terasa sejuk, tanah yang basah memberikan aroma khas setelah hujan. Maanavika berjalan ke arah hutan kecil yang berada di dekat tebing sungai. Ia ingin menikmati momen sendirian sebelum harus kembali ke dalam kereta dan melanjutkan perjalanan panjang.
Namun, langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sosok seseorang di kejauhan. Seorang laki-laki berdiri dengan busur di tangan, menarik anak panah. Matanya fokus pada seekor burung yang bertengger di ranting pohon.
Maanavika mendekat perlahan, rasa penasaran menyelimuti dirinya.
"Siapa dia? Sepertinya bukan bagian dari rombongan kami," pikir Maanavika.
Namun, saat ia melangkah lebih dekat, ranting kering yang diinjaknya patah. Suara kecil itu cukup membuat laki-laki itu menoleh dengan cepat, mata tajamnya menatap langsung ke arah Maanavika.
"Siapa kau?" suaranya dalam dan penuh kewaspadaan.
Maanavika terdiam sesaat. wajah itu… sepertinya tak asing baginya. Ada sesuatu dalam tatapan laki-laki itu yang mengingatkannya pada seseorang dari masa kecilnya.
"Kau…" gumamnya pelan, mencoba mengingat.
Laki-laki itu juga tampak terkejut, matanya membelalak seakan baru saja menyadari sesuatu.
"seperti nya aku mengenal dirimu," ucap Laki laki itu.
Detik itu juga, semua ingatan Maanavika kembali. Ia mengenal suara itu. Ia mengenal tatapan itu.
“Kau… kau adalah…”
Tapi sebelum ia bisa menyelesaikan ucapannya, suara teriakan dari kejauhan memecah keheningan.
"Maanavika! Tuan Putri! Kau di mana?!"
Itu suara Vishmita.
Maanavika menoleh ke arah suara sahabatnya, lalu kembali melihat ke laki-laki di hadapannya. Namun, dalam sekejap, laki-laki itu sudah melangkah mundur, seolah hendak pergi.
"Tunggu!" seru Maanavika.
Namun terlambat, sosok itu sudah berbalik dan berlari masuk ke dalam hutan, menghilang di antara pepohonan yang masih diselimuti kabut hujan.
Maanavika berdiri terpaku, hatinya berdebar keras.
"siapa dia? mengapa aku merasa aku mengenalnya," batin Maanavika.
Tak lama kemudian, Vishmita muncul dengan napas terengah-engah.
"Apa yang kau lakukan di sini?! Aku mencarimu ke mana-mana!" omelnya.
Maanavika masih terdiam, matanya tetap tertuju pada arah kepergian laki-laki itu.
"tuan putri? Kau kenapa?" tanya Vishmita heran.
Maanavika akhirnya menghela napas panjang dan berbalik.
"Tak ada apa-apa," jawabnya pelan. "Ayo kembali."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.