Junior mengerjap beberapa kali, masih mencoba memahami situasi saat matanya terbuka sepenuhnya. Dia berada di kamar tamu rumah Èknath. Dan di sampingnya, di atas meja kecil, ada setumpuk baju serta secarik kertas.Dengan alis berkerut, dia meraih kertas itu dan membacanya. *"Pakai baju ini. Ini baju saya tiga tahun lalu. Nanti supir akan mengantar kamu ke kampus. Saya sudah mengantar Arama ke sekolah."*
Tulisan tangan Èknath rapi, sedikit miring, dan benar-benar mencerminkan orangnya—singkat, langsung, tanpa basa-basi. Junior menatap tumpukan baju di sampingnya. Kaus polos, celana jeans, dan jaket yang jelas terlihat lebih besar dari ukuran tubuhnya.
Dia menghela napas. “Serius, sih? Kenapa dia punya aura kayak sugar daddy tapi minus kehangatan?” gumamnya sambil mengambil baju itu.
Saat dia mengenakannya, benar saja—bajunya terlalu longgar. Celana jeansnya sedikit kebesaran di pinggang, dan jaketnya hampir menenggelamkan tubuhnya. Junior berdiri di depan cermin, menatap pantulannya.
“…Gua kelihatan kayak anak kuliahan yang baru kabur dari pacarnya yang lebih tua,” katanya pada dirinya sendiri.
Dia mengacak rambutnya, lalu mengambil tasnya sebelum keluar dari kamar. Begitu dia turun ke ruang tamu, seorang pria berjas sudah menunggu di dekat pintu.
“Selamat pagi, Tuan Junior,” sapa pria itu sopan. “Pak Van-Eeden sudah memberi tahu saya untuk mengantar Anda ke kampus.”
Junior merasa sedikit canggung diperlakukan seperti ini. Tapi ini Èknath. Seorang pria yang jelas lebih suka mengatur segalanya sendiri daripada repot berurusan dengan orang lain.
Jadi, Junior hanya mengangguk, mengikuti supir itu keluar rumah. Tapi saat dia melangkah menuju mobil, dia tak bisa menahan senyuman kecil. Karena meskipun Èknath tetap dingin dan cuek seperti biasa…
Dia tetap meninggalkan baju. Tetap memastikan Junior sampai ke kampus dengan nyaman. Dan untuk seseorang seperti Èknath, itu sudah lebih dari cukup untuk membuat pagi ini terasa sedikit lebih hangat.
-
-
-Begitu Junior melangkah keluar dari mobil, suara familiar langsung menyapanya. “Wow, wow, wow, siapa yang jadi anak sultan hari ini?”
Junior mendongak dan melihat Luca bersandar di tiang dekat gerbang kampus, tangan disilangkan dengan ekspresi penuh selidik.
Junior mendengus, berjalan mendekat. “Pagi juga, Luca.”
Luca melirik mobil hitam elegan yang baru saja mengantarnya, lalu tatapannya beralih ke baju yang Junior pakai. Alisnya langsung terangkat tinggi. “Oke, pertama, itu jelas bukan mobil biasa. Itu mobil yang kalau masuk ke parkiran kampus, semua orang otomatis ngelirik.”
Junior menghela napas. “Luca—”
“Kedua,” potong Luca, matanya kini memperhatikan baju yang Junior kenakan. “Itu bukan baju lu.”
Junior menggigit bibirnya. “Mungkin aja gue beli baju baru.”
Luca menyipitkan mata. “Kausnya terlalu longgar, celananya kegedean dikit, dan jaketnya… bro, kamu tenggelam di situ. Itu bukan baju lu.”
Junior menggerutu, melipat tangannya. “Dan kenapa lu terlalu observatif?”
Luca menyeringai. “Karena gua sahabat lu. Dan sekarang, gua menuntut penjelasan.”
Junior menghela napas panjang. Dia menimbang-nimbang, tapi tahu dia nggak bakal bisa lolos dari interogasi ini. Jadi, akhirnya dia berkata pelan, “Pak Èknath nyuruh gua nginep.”
Luca membeku. Lalu, perlahan ekspresinya berubah menjadi keterkejutan. “Apa?”
“Bukan dalam konteks itu!” buru-buru Junior menambahkan. “Arama nggak mau gue pulang, terus tiba-tiba udah larut banget, jadi Pak Èknath nyuruh gue nginep. Udah, gitu doang.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Excuse Me, Mr. Lecturer?
RomanceJunior, mahasiswa hukum yang ceria, tanpa sengaja terlibat dalam kehidupan ?knath, dosennya yang terkenal dingin, setelah sering berinteraksi dengan putra ?knath, Arama. Kedekatan mereka perlahan tumbuh, mengubah hubungan penuh perdebatan dan godaan...