抖阴社区

24

8K 753 20
                                        

Happy reading

"kenapa?" tanya Alden memulai pembicaraan, kini Alden, Aditya dan Dante tengah berada di ruang kerja Dante.

Aditya yang hendak pergi dari kediaman Dante terpaksa kembali masuk karna kedatangan Alden "jawab om" ucap Alden menatap Aditya kecewa.

Alden benar-benar kecewa, selama ini dirinya dibohongi "maaf" hanya itu yang dapat Aditya katakan.

"aku butuh penjelasan bukan permintaan maaf" ucap Alden tanpa menatap Aditya.

"dia ingin memanfaatkan mu untuk membalas dendam" bukan Aditya yang menjawab melainkan Dante.

"benar om?" tanya Alden yang masih tak ingin menatap wajah Aditya.

"benar" jawab Aditya membuat Alden menatapnya tak percaya.

"hanya karna itu om tega pisahin seorang anak dari orang tuanya" ucap Alden diiringi tawa kecil, tawa yang sama sekali tak mengandung kebahagiaan.

"bukan begitu Alden"

"terus apa!?" bentak Alden dengan mata berkaca-kaca "om mau aku bunuh tuang bangka itu kan?" tanya Alden menatap Aditya yang kini menunduk enggan menatap Alden.

"jawab om!" bentak Alden lagi membuat Aditya memejamkan matanya.

"iya! om mau kamu bunuh dia, orang yang udah buat masa kecil om dan ayahmu penuh dengan kenangan pahit" ucap Aditya balik menatap Alden.

Alden tertawa namun tawa itu terdengar menyesakkan di telinga Aditya dan Dante "jika itu tujuan om maka om gagal" ucapan Alden sukses membuat Dante yang semula membelakangi mereka membalikkan badannya menatap Alden.

"aku gabisa bunuh dia" ucap Alden menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan "aku gabisa bunuh dia om, jika dia emang harus dibunuh kalian yang lebih berhak bukan aku" ucap Alden sukses membuat Dante menatap Aditya.

"dengar Aditya! bahkan dalam didikan mu sekalipun putraku tetap tidak bisa membunuh dia, usaha mu sia-sia" ucap Dante membuat Aditya terdiam.

"kenapa Alden? kau berhak membunuhnya, ingat dia sudah membuangmu Alden" ucap Aditya menatap tak percaya pada Alden, dia tak percaya kenapa Alden membiarkan orang yang selama ini dirinya benci lolos begitu saja, disaat kesempatan sudah di depan mata.

"dia sudah hidup dalam penyesalan, menurutku kematian adalah hukuman yang ringan baginya, hidup dalam penyesalan dan kesepian dalam sisa hidupnya akan lebih menyiksa, dan aku tidak akan pernah melupakan perbuatannya padaku" ucap Alden menatap Aditya datar lalu berlalu pergi dari sana meninggalkan Aditya dan Dante.

Sementara itu di bandara Richard mengedarkan pandangannya mencari orang yang akan menjemputnya, biasanya setiap dia pulang dari perjalanan bisnis akan ada anak buah ayahnya menjemputnya di bandara tapi kini dia tak melihat seorangpun anah buah Dante.

"apa ayah lupa?" gumam Richard, dia memang tidak mengabari kepulangannya pada Dante namun tetap saja Dante mengetahui jadwalnya.

"Richard" panggil seseorang dari belakang membuat Richard menoleh, ia mengercitkan alisnya saat melihat orang yang memanggilnya.

"siapa?" tanya Richard membuat orang di hadapannya tersenyum.

"Guntur, kau tidak ingat?" Richard menatap intens orang yang mengaku bernama Guntur itu.

"Guntur Prayoga Sanjaya?" tanya Richard ragu.

"lebih tepatnya Guntur Prayoga, aku tidak sudi menyandang marga itu" ucap Guntur.

Richard menatap Guntur dari atas sampai bawah "benarkah kau Guntur si anak cengeng itu?" tanya Richard menatap Guntur, dapat ia lihat wajah yang semula tersenyum itu berubah menjadi kesal.

"sialan, aku tidak cengeng" ucap Guntur kesal.

"benarkah? tapi seingatku dulu kau sering menangis bahkan dalam hal sepele sekalipun, ah ya kau juga manja" ucap Richard semakin semangat menggoda paman sekaligus teman kecilnya dulu.

"diamlah, aku kesini untuk menjemputmu jangan berbicara omong kosong" ucap Guntur lalu melangkah pergi diikuti Richard.

"kenapa kau yang menjemputku?" tanya Richard sembari mengikuti langkah Guntur menuju parkiran sembari menyeret kopernya, untung dia hanya membawa satu koper.

"ayah mu sedang ada urusan dengan dengan Aditya" jawab Guntur.

"om Adit? ah aku baru ingat ini pertemuan kita lagi setelah 19 tahun kan? kemana saja kalian selama ini?" tanya Richard, jangan heran Richard memang banyak bicara pada orang yang ia anggap dekat.

"kau tidak perlu tahu"

"ku pikir kalian mati, karna kau pergi secara tiba-tiba tanpa berpamitan dan tanpa kabar"

"kenapa? kau kesepian karna kehilangan teman bermain?" tanya Guntur membuat Richard berdecak.

"kesepian? tidak mungkin aku memiliki banyak teman" jawaban Richard membuat Guntur merotasikan bola matanya, tapi ucapan Richard memang fakta, dia memiliki banyak teman saat kecil.

Di perjalanan menuju kediaman Dante, Guntur mengatakan hal yang membuat Richard menatapnya bingung "ayahmu pasti sangat marah padaku dan Aditya" ucapnya.

"kenapa? karna kalian pergi secara tiba-tiba?" tebak Richard.

"bukan" jawab Guntur membuat Richard menatapnya bingung sekaligus penasaran.

"kau benar-benar tidak tahu?" tanya Guntur.

"tidak, memang kenapa ayah harus marah?" tanya Richard menatap kesamping dimana Guntur sedang menyetir.

"nanti saja aku beritahu jika sudah sampai" ucap Guntur.

"apa? sekarang saja aku penasaran" ucap Richard menuntut.

"tidak, aku tidak ingin kita celaka" jawab Guntur membuat Richard semakin penasaran namun tidak tidak bisa memaksa Guntur karna Richard rasa ini bukan hal sepela.

Tiba di Mansion Dante, Richard keluar dari mobil dan langsung disambut Maxim "tuan muda anda sudah pulang?" tanya Maxim terkejut, karna kejadian hari ini dia sampai lupa mengirim orang untuk menjemput tuan mudanya di bandara.

"menurut mu?" ucap Richard datar, dia kesal.

Richard berjalan ke arah pintu diikuti Guntur di belakangnya, dan saat pintu terbuka bisa ia rasakan suasana menegangkan di sana "ada apa ini?" tanya Richard saat merasa jika dirinya benar-benar ketinggalan berita.

"kau memang benar-benar ketinggalan berita" ucap Guntur terkekeh sembari menepuk pundak Richard.

Bersambung.....

-AA-

Satu bab lagi mungkin selesai cerita ini 😉

konfliknya emang ringan hhi

Alden Ardiansyah (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang