Kisah Mahabharata dituliskan oleh Resi Byasa, lalu bagaimana jadinya jika ternyata, ada sebuah kisah yang tidak tercatat bersamaan dengan sejarah Mahabharata? Bagaimana jika ternyata istri pertama para Pandawa bukanlah tuan putri Drupadi?.
Lalu ap...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Chapter sebelum nya: Para Pandawa saling memandang, masing-masing merenung dengan dalam atas kata-kata Dewi Saraswati. Takdir yang telah digariskan jelas kini ada di tangan mereka. Mereka tahu bahwa untuk melindungi dunia dari kehancuran, mereka harus menjalani perjalanan yang penuh dengan pengorbanan dan kebijaksanaan.
Namun, teka-teki itu masih menggantung di udara, belum terpecahkan.
------
Malam itu, taman dalam istana Hastinapura bagai surga yang turun ke bumi. Udara harum bunga malam, gemerlap bintang-bintang, dan bisikan angin membawa keheningan penuh keajaiban. Lentera-lentera minyak berayun perlahan, memantulkan cahaya emas ke wajah-wajah yang dipenuhi harapan.
Di tengah taman, Vidya berdiri, gaunnya melambai lembut diterpa angin malam. Cahaya rembulan menari di rambut hitamnya, memancarkan keindahan yang hampir tidak nyata.
Kelima Pandawa melangkah satu per satu, mengelilinginya seperti lima penjaga suci.
Yudhistira, dengan langkah mantap, maju pertama.
"Vidya," ucapnya dengan suara yang dalam, "kebenaran telah membawaku ke sini. Bukan mahkota atau takhta yang kucari malam ini, melainkan hatimu, yang lebih mulia dari seluruh dunia."
Vidya tersenyum, mata jernihnya memandang penuh keyakinan.
"Aku percaya padamu, Yudhistira. Hatimu adalah cermin dari dharma sejati."
Bima mengikut, memegang bunga mawar putih yang tampak kecil di tangannya yang besar.
"Vidya," katanya, suaranya gemetar ringan, "di medan perang, aku tahu ke mana mengayunkan gada. Tapi di hadapanmu, aku hanya tahu satu hal: aku ingin menjadi tamengmu, selamanya."
Vidya mengambil bunga itu dari tangan Bima, memeluknya di dada.
"Denganmu, Bima, aku tahu tak ada kekuatan yang lebih besar daripada cinta yang melindungi."
Arjuna melangkah perlahan, membawa busur yang ia letakkan di tanah, sebagai tanda bahwa malam ini, ia datang tanpa senjata.
"Vidya," katanya dengan mata berbinar, "panah terbaikku telah kuluncurkan, dan itu adalah hatiku sendiri, yang kini tertancap padamu."
Vidya tertawa pelan, suaranya seperti gemericik mata air.
"Arjuna, ketepatanmu bukan hanya dalam perang, tetapi dalam mencinta. Aku merasakan panah itu... dan aku menerimanya."
Nakula datang membawa seikat bunga liar yang harum.
"Dunia memuja kecantikan luar, Vidya. Tapi aku melihat kecantikan dalam dirimu, yang bahkan para dewa tak mampu lukiskan."
Vidya mengambil bunga itu, menyentuh pipi Nakula dengan lembut.
"Kecantikan sejati," katanya, "hanya bisa dilihat oleh mata yang penuh kasih. Dan aku melihat matamu."
Sadewa berdiri paling belakang, membawa sebuah batu kecil berkilau.
"Batu ini," katanya lirih, "terlihat sederhana. Tapi di dalamnya, tersimpan ribuan tahun kekuatan bumi. Seperti cintaku padamu, diam, namun tak tergoyahkan."
Vidya mengambil batu itu, menatapnya dalam-dalam.
"Sadewa, aku mempercayakan hatiku padamu, seperti bumi mempercayakan dirinya pada langit."
Kelima Pandawa kini berdiri mengelilinginya, dan Vidya, dengan suara penuh berkah, mengucapkan:
"Aku adalah Vidya, anak Magadha, yang hari ini memilih untuk percaya kepada cinta lima jiwa mulia. Aku tidak datang sebagai hadiah, tapi sebagai sahabat perjalanan."
Angin malam berhembus, dan pada saat itu, suara Dewi Saraswati bergema dari langit:
"Cinta kalian akan menjadi pelita, Tapi cahaya tidak bertahan tanpa bahan bakarnya. Ada ujian yang akan datang — bukan dari musuh, Tapi dari dalam diri kalian sendiri."
"Ingatlah teka-teki ini:"
"Apa yang lebih tajam dari panah, lebih berat dari gada, Lebih halus dari bisikan, dan lebih abadi dari kematian?"
Suara itu menghilang, hanya meninggalkan gema samar.
Vidya menundukkan kepala, lalu perlahan mendongak, menatap kelima Pandawa dengan mata berkilau.
"Kita akan menemukannya bersama," katanya, penuh tekad.
Namun, saat mereka bersatu dalam janji itu, dari bayang-bayang taman, tampak sekilas sebuah sosok berjubah hitam, mengawasi mereka dari kejauhan — hanya tampak sesaat, lalu menghilang seperti kabut.
Tak seorang pun menyadari kehadirannya.
Dan malam itu, di bawah cahaya bintang, tak hanya cinta yang lahir... tetapi juga bayangan dari ujian yang tak terlihat mulai mengintai.
~ ~ ~ ~ ~
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Haaii guys aku upload lagi nih, kalian pada suka gak sama ceritanya? Aku jadi ragu nih sama cerita sendiri takut ceritanya gak nyambung, ternyata susah juga ya, tapi demi kalian aku bakalan terus upload kok.