Empat sahabat bersaudara dengan kepribadian yang sangat berbeda dipertemukan di satu sekolah.
SMP 1 Pradita adalah tempat berkumpulnya anak-anak pintar dan ambis.
Namun 4 sekawan ini sengaja merusak citra sekolah, demi suatu tujuan penting yang meny...
Mengapa para manusia memilih untuk hidup sampai saat ini?
Sudah pasti karena satu tujuan.
Tak terkecuali dengan dua bersaudara ini, Litara dan Getara.
***
"Anak bungsu beban."
"Anak sulung yatim."
"Ngaca, kamu juga yatim."
"Bacot tua."
Mereka tengah beradu mulut di pagi hari nan cerah itu. Semua siswa yang berada di kelas menjadi sedikit terganggu karena debat dadakan itu. Litara dan Getara selalu saja bertengkar dengan dark jokes mereka.
Setelah lama beradu dark jokes, Litara langsung mengakhiri semua itu dengan pukulan keras di meja.
"Udah, saya mau sarapan pun ga tenang." Litara memijit pelipisnya. Sang adik selalu saja mengacaukan ketenangannya. Walau pada dasarnya Litara memang tidak pernah tenang semenjak 5 tahun lalu.
"Mau gue bikin tenang?" Getara menyeringai kecil. Pemuda itu duduk menghadap Litara pada kursi yang berada tepat di depan sang sulung, di sana memang kursi kosong.
"Tenang selamanya." lanjut anak bungsu jahil itu.
"Ogah, bapakmu tuh yang ga tenang di atas, tenangin sana." Litara menghela napas panjang. Ia tidak bisa sarapan dengan tenang, bernapas pun tidak tenang. Apalah arti sebungkus roti jika digigit sekali saja tidak pernah.
"Anji- huft... Bapak kau juga ga tenang ya shibal!" Getara lagi-lagi melotot pada abangnya.
"Bapak kita sama la bodo." sahut Litara geram.
"Aish... Pura-pura beda kek, bosen gua." balas Getara dengan alis menukik.
"Yaudah cari duda sana buat dijadiin papa baru." Litara mulai membuka bungkus roti stoberi yang baru ia beli tadi pagi bersama papi mereka.
"Kau mau punya bapak 3 biji jir?" Getara tak melepaskan matanya sedetikpun dari si sulung. "Edan kata saya, tapi kalau berduit mau." Belum sempat Litara mengigit roti itu, bel jam pelajaran pertama sudah berbunyi nyaring.
"Yahaha, jadi monyed kelaparan kau bang." Getara mulai beranjak dari kursi di depan abangnya lalu menuju ke kursinya yang berada di sudut ruangan, bersebelahan dengan jendela.
Sekali lagi, hembusan napas panjang terdengar jelas dari Litara. Pemuda itu hanya bisa mengusap wajahnya kasar karena jengkel dengan sang adik.
Beberapa menit berselang, para murid di kelas itu mulai dibuat ricuh dengan kedatangan wali kelas dan kepala sekolah yang menuju ke kelas kami. Saat diperhatikan, di belakang wali kelas itu ada dua siswa berpakaian batik dari sekolah lain. Salah satu dari mereka tampak seperti anak culun dengan jaket biru galaxy yang bertudung. Sedangkan yang satunya memiliki bekas luka di pipi sebelah kiri dengan lengan seragam dilipat keatas, tapi masih menutupi siku.
Litara yang sedari tadi memperhatikan sambil memakan rotinya tidak bisa melepaskan pandangan dari siswa yang melipat lengan seragamnya itu. Wajahnya, tatapannya, senyumnya, auranya, entah mengapa Litara merasa nyaman dengan semuanya.
Getara juga terpaku dengan siswa berjaket biru galaxy itu. Tatapannya yang sayu dan lemah, Getara berpikir mungkin ia bisa memainkan atau paling tidak menjahilinya.
Sungguh dua bersaudara yang kontras.
Ketika mereka memasuki kelas, suasana di ruangan itu menjadi sunyi. Anak-anak kelas tidak mungkin merusuh di depan kepala sekolah, kalau tiba-tiba di D.O kan tidak lucu.
"Kami pindahan dari Kalimantan Timur, Samarinda Seberang. Salam kenal semuanya!" Siswa dengan lengan seragam terlipat itu mulai menyapa. Senyumannya penuh semangat, perlahan membuat pandangan Litara pada dunia ini menjadi sedikit berwarna walau masih pudar.
Berbeda dengan siswa berjaket galaxy itu, dia tidak tersenyum sama sekali. Matanya yang sayu menelusuri setiap inci kelas dan spesies-spesies langka di dalamnya.
"Aku Attavana Dirmala, suka jahil dan yapping gak berujung." Siswa itu tertawa lagi saat kepala sekolah mencubitnya pelan.
"Attavano Dirmala." ujar siswa berjaket biru galaxy di sebelah Vana.
Getara yang tadinya berniat untuk menjahili siswa baru itu langsung memendam niatnya. Tatapan yang diberikan oleh siswa itu sangat menarik, membuat Getara merasa tertantang.
"Pak! Bangku sebelah saya kosong, itu si Atpano disini aja!" Getara berseru tanpa rasa malu.
Kepala sekolah yang sudah terbiasa dengan kelakuan random dari murid-muridnya bisa memaklumi hal itu dan menyuruh Attavano untuk duduk di samping Getara.
***
"Ancis, bule kau ya? Mata biru, sayu, lentik." Getara memperhatikan setiap anggota tubuh Vano, membuat anak itu menjadi merinding seketika.
"Gausah sok akrab." hardik Vano kesal.
"Yaudah kita bikin akrab," Getara mencibir dengan seringainya yang khas.
"Gue Getara Morges, salken Sumala."
"Dirmala! Bukan Sumala."
"Terserah gue dong."
˚ ༘♡ ·˚꒰ HOLD MY HAND ꒱ ₊˚ˑ༄
OY OY OY, book baruhasilpemikiransaatngising.
Litara as Halilintar Getara as Gentar
Attavana as Taufan Attavano as Sopan
GetaraMorges dan LitaraMorgesitukembar ya ges, tapiduluansiLitara.
VanasamaVanojugamirip-miripsama yang diatas yh.
VOTE Y MET
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.