Aku masih saja terduduk di tempat di mana terakhir kali kaki ku melangkah dan terhenti begitu mendengar kata-kata dari wanita itu. Wanita yang tadinya aku pikir adalah manusia tenyata adalah seorang hantu penunggu penginapan ini. Dengan kondisi terduduk seperti ini aku masih bisa mendengar suara adik-adikku samar-samar memanggil namaku, begitu juga dengan suara Dante. Suara lembutnya terdengar sangat jauh dariku tapi dia berulang kali memanggil namaku.
Saat ini hal yang terus membayangi pikiranku adalah, bagaimana wanita itu bisa tau namaku padalah kami hanya sekali saja bertatapan di lorong tadi.
"Mari berteman dengan ku." Suara wanita wanita itu terdengar sangat jelas di telingaku.
"Aku tidak mau. Pergi dan carilah teman yang lain. Aku dan kau punya dunia yang berbeda meski dunia kita berdampingan, jangan ganggu aku atau orang-orang di sekitarku." Entah suara ku bisa keluar dai kerongkonganku atau tidak aku sendiri nggak tau.
"Aku hanya ingin kau menjadi temanku, tak ada satu orangpun yang bisa melihat ku setelah aku mati. Aku ingin sekali punya teman untuk di ajak mengobrol atau bemain." Suara wanita itu terdengar semakin dekat denganku, seolah pemilik suara itu berdiri tepat di sebelah ku.
" Aku tidak mau, dan aku tidak akan pernah mau." Aku menolak dengan tegas ajakan dari hantu itu. Setelah aku berteriak cukup kuat akhirnya hantu itu pergi.
Masih dengan posisi yang sama seperti tadi akukembali mengingat ciri-ciri fisik dari hantu itu yang membuat ku sebenarnya bergidik ngeri. Kedua bola matanya tak ada, dari hidung dan dari sudut bibir nya terlihat darah yang mulai menghitam perlahan menetes. Di tangan dan kakinya sangat banyak guratan-guratan yang terbentuk dari urat-urat saraf di tubuhnya yang seperti ingin keluar dari balik kulitnya.
"Kakak kenapa?" Aku tersentak saat suara melengking milik Nika memanggilku tepat di sebelah telingaku.
"Nika ngapain teriak di telinga kakak? Kalau gendang telinga kakak pecah terus kakak jadi tuli gimana?" Aku memarahi adik perempuanku yang berteriak terlalu kuat tadi sampai membuat telingaku sakit.
"Nika dan bang Miko sudah manggil kakak berkali-kali tapi kakak cuma diam melotot ke arah tangga itu. Nika takut kakak kenapa-kenapa." Adikku menyenderkan kepalanya ke bahu kananku. Aku membalas senderan adikku dengan sebuah elusan lembut di kepalanya.
"Kamu nggak apa-apa, kan?" Aku melihat Dante dengan wajah cemas memegang tangan kiriku.
"Kakak tadi lihat apa?" Miko juga terlihat panik, padahal adikku yang satu ini paling cuek kalau di rumah tapi saat ini dia bisa panik juga.
"Kakak nggak apa-apa kok, kalian tenang aja ya." Aku berusaha menenangkan kedua adik ku sambil aku masih mengelus kepala Nika.
"Bohong. Tadi kakak keluar dari air biasa saja terus sampai di sini kakak teriak dan terduduk, kakak pasti liat sesuatu." Nika mengangkat kepalanya lalu mencerca ku dengan pernyataan ketidakpercayaannya padaku.
"Beneran kakak nggak apa-apa. Kakak cuma tersandung." Aku berusaha mengelak dengan segala alasan yang menurut ku sendiri nggak logis.
"Masa jatuh tersandung sampe melamun." Miko melipat kedua tangannya di depan menampilkan rasa tidak percayanya padaku.
"Beneran kamu nggak apa-apa?" Dari raut wajahnya jelas sekali terlihat sepertinya Dante benar-benar cemas padaku.
Aku tersenyum mendengar pertanyaan dari Dante, merasa di perhatikan oleh senior ku yang ganteng.Mungkin ini yang di namakan kebahagiaan sederhana dari cinta pertama.
"Iya, aku nggak apa-apa." Aku menjawab pertanyaan Dante sambil kembali tersenyum padanya.
"Aku panggil mama dan papa ya, kayaknya kak Akira mulai gila. Aku takut." Nika berlari meninggalkan kami bertiga setelah mendengar aku bicara dengan Dante.

KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Dante (End)
HorrorNamaku Harumi Akira. Gadis keturunan Jepang yang lahir dan besar di Indonesia. Sejak kecil aku sudah terbiasa dengan yang namanya hantu. Ini adalah kisah ku saat memasuki bangku perkuliahan, aku berkenalan dengan seorang pria misterius dan perhatia...