Caramel tersenyum. Dengan posisi rebahan di kasur. Binar bahagia terus saja terpancar dari wajah dan matanya. Caramel mengangkat tangan kanannya. Lantas, ia menggulingkan badannya, hingga tengkurap.
Dipandanginya miniatur mobil Ferrari warna silver di tangannya. Masih dengan senyumnya yang seolah tak mau luntur. Bahkan senyumnya masih belum luntur, kala ia mengambil ponselnya yang bergetar dalam saku celana.
Mr. Erlangga : Hv a nice dream.
Caramel nyaris memekik membaca pesan itu.
Mellove : U too.
Mr. Erlangga : C u soon.
Mellove : Oke.
Dan pada akhirnya, Caramel memekik keras. Tanpa peduli mengganggu tetangganya yang tengah beristirahat. Dalam hati ia berdoa, semoga bukan mimpi.
"Demi antena semut, gue gak lagi di dreamland, kan?!"
* * * *
Caramel membuka matanya yang terasa berat untuk dibuka. Namun, sinar mentari yang menyelinap masuk melalui celah gorden memaksanya untuk membuka mata. Dan akhirnya, ia berhasil membuka mata lebar-lebar.
Caramel melirik jam digital di atas nakas. Pukul setengah sembilan. Not bad. Ia bangun lebih pagi dari hari Minggu biasanya. Karena biasanya ia bangun sekitar jam sebelasan. Jika, Ryan tidak merecokinya pagi-pagi.
Caramel beranjak dari kasur. Ke kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka. Tanpa mandi, Caramel segera keluar kamar. Untuk turun ke dapur mencari makanan.
Caramel menuruni setiap undakan tangga dengan perlahan. Salah satu tangannya berpegangan pada railing tangga. Sesekali ia menguap sebagai bentuk sisa tidurnya.
Sampai di dapur, Caramel ingat bahwa tidak ada bahan makanan di rumah. Hanya ada beras yang belum menjadi nasi. Caramel mendengus seketika. Cacing perutnya yang mulai konser semakin membuatnya kesal saja.
Samar-samar, Caramel mendengar suara bel. Dengan malas ia berjalan menuju pintu utama rumah. Saat rumah diteror berondongan bel, membuat Caramel mendumel tanpa suara.
Dengan tidak sabaran Caramel membuka pintu rumah. Ia berusaha melihat siapa yang ada di depan gerbang. Namun sepertinya orang itu keburu pergi. Berteriak memanggil rasanya tidak perlu.
Saat hendak menutup kembali pintu, mata Caramel tak sengaja menangkap sesuatu di atas kursi yang ada di teras. Plastik kresek putih berlogo warna biru. Caramel mengambilnya. Yang terasa berat, kala diangkatnya. Saat ia buka, ia menemukan secarik kertas di sana.
Caramel kembali menaruh plastik kresek itu di kursi. Ia memilih untuk membaca isi kertas itu.
Maafin Ryan, ya, Sayy♡
Caramel memutar matanya malas. Sudah dapat ia tebak siapa yang menekan bel berulang kali tadi. Yaitu, putra tertua pasangan Aji dan Dearina.
Mengabaikan kertas itu, Caramel meraih kembali plastik yang ia taruh tadi. Membuka apa isinya. Cukup terkejut dengan apa isinya. Yaitu, beberapa kaleng susu beruang, beberapa kaleng kopi mokacino cincau, roti sobek isi coklat keju, lima bungkus mi instan, dan empat butir telur.
Sejenak Caramel terkekeh sambil geleng kepala. Lantas, ia masuk ke dalam rumah. Menutup kembali pintu. Dan menuju ke dapur. Untuk menuntaskan rasa laparnya.
* * * *
Selesai dengan sarapannya. Caramel kembali ke kamar. Mengecek ponsel, apakah ada sesuatu penting untuknya. Senyum Caramel terbit begitu tahu ia mendapat notifikasi dari LINE.

KAMU SEDANG MEMBACA
AMISTAD?
Teen Fiction"Mel, jogging kuy!" "Mmmm.. Lo jogging gue sarapan, gimana?" tawar Caramel pada cowok di depannya dengan alisnya yang naik sebelah. "Ck, gak asik Lo, Mel!" kesal cowok itu. Caramel terkekeh gemas lantas mencubit kecil pipi sahabatnya, "Lo kalo lagi...