Dosakah aku, mencintaimu?
Mengasihimu, menginginkan muLagu milik Nidji itu mengalun, memenuhi indera pendengaran seorang perempuan yang terus membenamkan wajahnya ke bantal yang ada di kamar yang dindingnya penuh dengan poster idol group asal Jepang itu.
Dia merunduk, menyesali kebodohannya. Merutuki kegagalannya, mempertanyakan sebuah rasa suci yang tak seharusnya bersemi di hatinya. Dosakah dia?
Aku menjadi diri sendiri
Tak perduli, apa kata duniaJujur, dia sungguh tak perduli dengan kesalahan perasaannya saat ini. Terlebih, dia tahu perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Dia tahu, gadis itu juga mencintainya...
~~~
"Jesslyn, lu percaya ama gue, kan?" Tanya gadis bergigi kelinci itu sambil menggenggam erat telapak tangan gadis lain berparas oriental yang bernama Jesslyn itu di sebuah caffe.
Jesslyn tersenyum seraya mengangguk, "gue percaya lu, Tasya!" Jawabnya mantap. "Gue kenal lu bukan baru setahun atau dua tahun."
Ganti Tasya yang tatapannya ragu, gadis yang mengambil ilmu hukum di kampusnya itu merunduk, tangannya tergetar. "G... Gue nggak mau pisah dari lu..."
"Gue juga." guman Jesslyn, yang kemudian merenggangkan genggaman tangannya ke tangan Tasya. "Gue beneran Cinta ama lu. Gue bahkan nolak dan langsung off setiap ada cowok ngedeketin gue," Tasya tersenyum sendu mendengar ucapan itu.
Dia juga sama. Entah sudah berapa kali dia kabur dari rumah saat tahu ada lawan jenis yang berniat meminangnya.
"Kabur, yuk?" Ajak Jesslyn tiba-tiba. Tasya terhenyak.
"ka... kabur?" Tanya Tasya ragu. "Ke mana? Terus, gimana caranya? Lu tahu kan? Orang tua lu pasti nggak akan ngebiarin lu bisa berduaan ama gue..." ucapnya lirih sambil melirik ke luar cafe, di mana di sana terlihat dua orang pria berbadan tegap dan berpakaian hitam. Ya, mereka adalah pengawal yang dipekerjakan ayah Jesslyn untuk menjaga dan mengawasi Putri majikannya itu.
Jesslyn mendecak gusar saat ikut melirik ke arah itu. "Dasar pengganggu!" Geramnya seraya mengepalkan kedua tangannya. Diam-diam dia melirik handphonenya, mencoba mencari celah untuk keluar dari caffe itu tanpa diketahui oleh para so called "bodyguard " itu.
Dan dia menghembuskan nafas kasar saat menyadari tak ada satu celahpun yang dia dapat. Di semua pintu keluar, terlihat dia titik merah di GPS yang dia pasang, itu adalah tanda untuk bodyguard milik ayahnya.
"Lu bener, Tasy." ucap Jesslyn lirih. "Kita nggak bisa lari dari sini..."
"Ya udah, lu pulang ya sekarang?" Bujuk Tasya saat menyadari waktu untuk mereka bertemu sudah habis. "Bukannya apa-apa, tapi lu tahu kan, kalau kita nggak bisa lama-lama di sini?"
Jesslyn menggeleng, tak rela. "Tasy..." Tangannya kembali menggenggam erat tangan Tasya. "Lu udah janji buat nggak ninggalin gue, kan?" Rengek gadis itu yang matanya mulai berkaca-kaca.
Tasya hanya tersenyum, seraya membalas genggaman tangan kekasihnya itu. "Gue janji bakal lebih sering nemuin lu." ucap Tasya lembut, berusaha keras menahan air matanya agar tidak menetes. "Atau, lu mau gue coba sekali lagi buat ngeyakinin bokap nyokap lu?" tanya Tasya lirih. Jujur, dia masih tak bisa melupakan, saat dia diusir dari rumah Jesslyn waktu pertama kali dia jujur soal hubungan mereka. Pandangan jijik dari orang tua Jesslyn, serta air mata Jesslyn malam itu. Saat melihat motor milik Tasya ditendang oleh ayahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
One Shoots
FanfictionKumpulan cerita, tentang harapan, keberhasilan, kegagalan, jatuh Cinta, dan patah hati.