_____
"Seenggaknya, dengan lo berbagi cerita ke orang lain, itu akan ngebuat beban lo sedikit terangkat,"
_____Saat ini, Dara tengah bersiap menuju ruang makan. Ia memoleskan sedikit bedak, lip tint dan sedikit mascara agar wajah imutnya itu tampak lebih fresh. Tak lupa ia semprotkan parfum beraroma buah cherry yang menjadi andalannya sejak SMP. Segera ia menyambar ransel navy beserta paper bag pemberian cowok itu tadi malam. Ia berniat mengembalikannya lagi kepada bu Tina dan menolak mentah-mentah tawaran itu.
Segera ia turuni anak tangga. Tapi bukanlah sapaan 'selamat pagi' yang ia terima pagi ini. Sepertinya, kali ini tatapan tajam dan amarah ayahnya lah yang menjadi menu sarapan paginya. Entah apa yang terjadi lagi pagi ini.
"Dari mana kamu semalam?!" Firasat Ghea menjadi kenyataan. Padahal hari masih pagi, tapi Ghea malah mendapat semprotan dari ayahnya.
"D-Dara dari rumah Della, ayah," jawab Ghea dengan wajah menunduk, berusaha menutupi kebohongannya. Sungguh, dari dulu ia sangat takut menatap wajah tegas Alfi, ayahnya. Bukan kali ini saja, sejak kecil, Ghea pun sering dimarahi dan diperlakukan dengan sangat disiplin oleh ayahnya itu. Tapi, jika Ghea sudah tak tahan, ia tak segan-segan membantah Alfi yang cukup kelewatan dalam menasehatinya. Ia tak tau mengapa dari dulu Alfi mudah sekali marah.
"Alasan aja kamu! Pasti kamu keluyuran 'kan?! Ayah heran deh, bertahun-tahun ayah didik kamu," Alfi tampak menarik napas, "Tapi apa hasilnya?!! Sia-sia perjuangan ayah didik kamu selama ini! Kamu gak pernah nurut, selalu ngebantah ayah!," bentaknya dengan meninggikan suara. Bahkan, suaranya itu hampir memenuhi penjuru rumah.
Ghea tak tahan lagi dengan sikap ayahnya kali ini. Tak terasa, air matanya menetes membasahi pipi chubby gadis itu. "Itu karena ayah yang gak percaya sama Dara! Ayah hanya percaya sama pikiran negatif ayah! Ayah selalu memandang Dara ini cewek malas, nakal, bodoh dan semua yang Dara lakukan selalu salah di mata ayah! Ayah gak pernah nasehatin Dara baik-baik,"
"Itu karena kamu selalu ngelawan ayah dan gak pernah dengerin omongan ayah! Beda sama abang kamu. Meskipun dulu ayah juga tegas sama dia, tapi didikan ayah membuahkan hasil. Dia jadi anak yang disiplin, nurut, cerdas, dan selalu membuat ayah bangga! Gak seperti kamu yang slalu buat ayah malu dengan nilaimu yang selalu di bawah KKM!," Alfi terlihat tak bisa mengontrol emosinya. Di sampingnya, Alena, sang Bunda, berusaha menenangkan suaminya tanpa berani membela, takut membuat suaminya itu semakin marah. Ia tak tega melihat Ghea yang selalu menjadi amukan suaminya.
"Dara emang bodoh di bidang akademik, ayah! Tapi, Dara punya bakat di bidang seni dan bahasa! Dara selalu mendapat nilai yang paling baik di bidang seni lukis dan sastra! Tapi apa, Ayah? Ayah gak pernah dukung bakat yang Dara punya! Ayah selalu mempermasalahkan kekurangan Dara!,"
"Sudah berapa kali ayah bilang! Jadikan melukis itu hanya sebagai hobi! Bukan prioritas! Ayah hanya mau kamu seperti abang mu yang bisa kuliah di luar negeri! Besok, ayah akan membereskan semua alat musik dan alat melukis kamu. Ayah akan memfokuskan kamu untuk belajar, bukan main-main dengan alat-alat tak jelas itu!,"
"Ayah bener-bener kelewatan! Dara benci sama ayah!," Tak tahan dengan perdebatan itu, Ghea memutuskan untuk bergegas ke sekolah tanpa sempat menyantap sarapannya. Ia sudah muak dengan ayahnya yang bertindak seenaknya.
***
Pagi ini, Raga tengah menyantap roti gandum selai kacang dengan segelas susu yang menjadi menu andalannya. Terkadang bila ia bosan, ia akan membuat bubur atau hanya memakan sereal dan biskuit. Wajar, karena sejak ia tinggal seorang diri di apart, ia harus membiasakan hidup mandiri tanpa kehadiran kedua orang tua pada umunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible
Teen Fiction[SLOW UPDATE] Mungkin, kali ini dia hanyalah pendatang. Tapi, bagaimana jika suatu hari nanti dia lah yang menjadi penopang? ________ Cerita ini bermula ketika Ghea Andara, cewek pecinta seni yang berniat membongkar kasus kematian sahabatnya, Clara...