抖阴社区

Pain

691 124 4
                                        

"Aw..." Fajri meringis kesakitan saat obat merah itu tak sengaja mengenai lukanya.

"Aduh, maaf kak." Siswi tersebut tiba-tiba saja panik.

"Udah sama aku aja sini." Hana -ketua ekstrakulikuler PMR itu mengambil botol kecil tersebut dari tangan adik kelasnya.

Hana kembali meneteskan obat merah yang dia pegang ke sekitar luka Fajri. Hana mengambil sedikit kasa steril dari kotak P3K yang berisi berbagai macam obat-obatan. Dengan hati-hati, Hana menutup luka pada lutut Fajri dengan potongan kasa. Untuk sentuhan terakhir, Hana merekatkan kasa tersebut dengan sedikit plester di kedua sisinya.

"Kalau bisa, tiap enam jam sekali diganti ya kasa sterilnya." Hana tersenyum, mencetak lesung pipi di kedua pipinya.

"Oh iya, makasih." Fajri tersenyum sembari menahan sakit pada lututnya.

"Buat lebam di tangan kamu, itu sebenernya bisa hilang sendiri. Kalau mau lebih cepet sembuhnya, kompres aja sama es." Hana membereskan kotak P3K nya. Fajri mengangguk kecil. "Lain kali, kalau lagi kesel, jangan pukul lapang." Hana tersenyum sebelum akhirnya meninggalkan Fajri dan Zweitson di sisi lapang. Fajri tersenyum malu.

"Mau gue mintain es batu ke kantin?" Zweitson bersiap untuk berdiri.

"Kagak perlu, Son." Fajri menahan tangan Zweitson. Zweitson kembali duduk di samping Fajri.

"Ji? Lu kagak apa-apa, kan?" Kezia menghampiri Fajri dan Zweitson yang sedari tadi duduk di bawah pohon rindang sisi lapang.

"Menurut lu?" Fajri menjawab pertanyaan tersebut dengan sedikit ketus. Kezia hanya menatap lutut Fajri yang dihiasi kasa steril dan sedikit obat merah yang tak tertutupi kasa.

"Kalau lutut lu luka gitu, lu pulangnya gimana?" Masih dengan menatap lutut Fajri, Kezia berkata pelan.

"Tenang aja, Zi. Gue tadi udah telpon kak Shella buat jemput Aji." Zweitson berdiri dari posisi duduknya. "Nyokap gue udah telpon gue dari tadi, nyuruh gue pulang. Gue titip Aji ya, Zi. Gue harus pulang duluan. Cepet sembuh, Ji." Zweitson menepuk pelan pundak Fajri sebelum akhirnya meninggalkan Kezia dan Fajri berdua di bawah pohon tersebut.

Seketika suasana pun menjadi hening. Fajri tak menghiraukan keberadaan Kezia yang berdiri di hadapannya. Sementara itu, Kezia hanya menatap kosong ke arah lutut Fajri, hingga akhirnya dia menyadari adanya lebam pada punggung tangan Fajri.

"Ji, tangan lu kenapa?" Kezia menarik tangan Fajri untuk melihat lebam itu lebih dekat. Tanpa sengaja, Kezia menyentuh lebam tersebut.

"Aw..."

"Eh, sorry sorry." Kezia melepas pegangan tangannya dan segera merogoh sesuatu di dalam ranselnya.

Kezia mengeluarkan sebuah botol minuman yang mengeluarkan butiran-butiran air di permukaannya, menandakan botol tersebut berisi air yang bersuhu cukup rendah. Kezia duduk di samping Fajri dan kembali menarik tangan Fajri yang lebam.

"Ini bukan es sih, tapi gue harap masih cukup dingin." Kezia menempatkan tangan Fajri di antara tangannya dan botol minuman tersebut.

Deg...

Fajri merasakan jantungnya berhenti berdetak sejenak, sebelum akhirnya berdegub sangat kencang. Fajri merasa waktu berhenti bergerak untuk dirinya hingga ia merasa smartphone bergetar, menandakan adanya panggilan masuk. Dengan tangan lainnya, Fajri mengangkat panggilan tersebut.

"Ha..."

"Lu di mana sih, Ji? Gue udah nunggu nih dari tadi di gerbang. Zweitson bilang, lu masih di lapang sama Kezia. Buruan sini napa. Mau pulang kagak lu?!" Suara nyaring seorang perempuan memotong sapaan Fajri. Refleks, Fajri menjauhkan smartphone dari telinganya.

Secret Admirer || UN1TY × StarBe [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang