"Udah di transfer," jawab Alvaro.
"Nanti malem mau nemenin belanja?"
"Indomaret?"
Aku mengangguk, "Yang di gang depan."
"Abis makan malem," ucap Alvaro.
"Oke!" seruku dengan jari telunjuk dan jempol yang dibulatkan.
Pukul tujuh malam, aku turun bersama Alvaro menuju meja makan. Bik Eti sudah menyiapkan hidangan malam, kemudian pamit lebih dulu karena pekerjaannya sudah selesai.
"Nanti jalan kaki aja ya,"
Alvaro mendongak. "Nggak."
"Emang kenapa? Deket tau."
"Jauh pea!"
"Ke depan gang doang, Al. Masa jauh,"
"Nggak, mager gue!"
"Ayolah, Al. Sesekali jalan kaki. Lumayan olahraga malem."
"Mana ada olahraga malem."
"Yaudah, aku sendiri aja."
"Lo kenapa sih suka begitu?"
"Begitu gimana?"
Hening sekejap. Kemudian ...
"Yaudah, iya."
Aku nyengir. "Nah gitu dong."
Alvaro menatap wajahku malas. Untung cakep. Kalau nggak, ogah gue bela-belain jalan kaki!
Aku dan Alvaro keluar rumah sekitar pukul setengah delapan malam. Jalanan masih agak sedikit basah sisa tadi sore hujan. Tanganku kumasukan ke dalam saku jaket kemudian kuperat guna menghangatkan. Angin malam membuatku sedikit kedingingan.
"Gelap banget," gumamku.
"Siapa suruh jalan kaki," sahutnya.
"Emang kalau motor jadi terang?" tanyaku dengan nada sedikit meledek.
"Kan ada lampunya." Aku yang mau tertawa jadi diam tak menggubris.
'Lo tuh selalu kalah, Py, kalau ngadu bacot sama gue.'
Aku mengambil aneka chiki, roti, susu, minuman, biskuit dan lain-lain. Tidak lupa untuk obat sebagai jaga-jaga selama perjalanan nanti. Alvaro melongo ketika melihat lima belas keranjang yang mengantri. Wajahnya yang sedari tadi kesal terlihat semakin menekuk.
"Apaan ini?!" tanyanya dengan suara lumayan keras sampai kasir dan beberapa pengunjung menengok dan melihat belanjaanku.
"Apanya yang apa?" tanyaku pura-pura biasa saja padahal aku tahu pasti Alvaro kaget.
"Gila lo," gumamnya lalu berjalan ke arah kasir.
Setelah Alvaro membayar semuanya, ketika itu juga kita berdua diam karena bingung memikirkan bagaimana cara membawanya. Aku merutuk dalam hati karena mengusulkan untuk jalan kaki saja. Aku meraih dua kantong plastik besar namun Alvaro meraihnya kemudian menaruhnya kembali di bawah.
"Eh! Mau kemana?!" tanyaku panik ketika Alvaro malah membuka pintu. Tanpa menjawab, ia malah keluar dari minimarket.
"Kalau beli ngira-ngira kali mba. Kebanyakan belinya. Kasihan pacarnya tuh masa suruh bayar banyak banget trus disuruh bawain pula," cibir seorang pengunjung yang sedang mengambil roti.
"Hehehe ... buat anak di rumah mba. Biar kalau mau ngemil stoknya banyak," sahutku bohong.
Alvaro kembali dengan tiga orang laki-laki kisaran anak SMP. Mereka meraih kantong plastik belanjaanku dari lantai.

KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY STORY [SUDAH TERBIT]
RomanceNovel Happy Story sudah bisa dipesan! Ikutan juga Pre-order keduanya pada tanggal 18 Januari 2022. Semua berubah ketika aku dinyatakan : hamil. Kenyataan pahit itu harus kuterima walau sakit yang mendalam. Namun, semua kembali berubah ketika dia, m...
HAPPY 27
Mulai dari awal