抖阴社区

11

1.1K 101 2
                                        

3 hari kemudian Jaemin masih belum sadar, malah kondisinya semakin drop. Yuta dan Winwin telah mengetahui hal ini, mereka memaksa Jaemin dan Shotaro kembali ke Jepang saat itu juga. Hari ini adalah hari kepindahannya.

"Aku akan merindukanmu" kata Sungchan sambil mencoba tersenyum. Shotaro di dekapannya semakin keras menangis. Sungchan merutuki nasibnya sendiri, ia bahkan belum menyatakan perasaannya ke lelaki manis itu namun takdir seakan memaksa mereka berpisah.

"Aku juga" balas Shotaro. Tak lama kemudian ia melepas pelukan terakhir itu dan berpamitan ke orang-orang disana, ia harus segera ke pesawat. Jisung menepuk-nepuk bahu Sungchan untuk memberinya sedikit kekuatan.

Jeno dan Renjun menatap kepergian itu sambil menautkan tangan, seakan saling menguatkan. Renjun ingin menangis namun stok air matanya sudah kering sejak semalam menangis di sebelah bangkar Jaemin.

Yuta dan Winwin sudah bertemu dengan Renjun dan Jeno. Tidak bisa dipungkiri jika Yuta sangat marah. Di hadapan kedua orang tua Jaemin, Renjun, Shotaro, dan juga teman-temannya, ia berlutut. Mulutnya tidak berhenti berkata maaf, air matanya kian bercucuran mengingat kejadian itu. Seorang Lee Jeno yang dikenal keras kepala oleh teman-temannya dengan begitu saja berlutut putus asa di depan orang tua Jaemin. Sayangnya hal itu tidak mematahkan keinginan Yuta untuk membawa kembali kedua anaknya kembali ke Jepang. Jeno maklum dengan itu.

"Pulang?" Renjun mengangguk pelan.

Setelah ini, kehidupan mereka akan kembali seperti semula. Hanya ada Renjun, Jeno, Haechan, Mark, Jisung, dan Chenle.






































































































3 bulan kemudian..

Pintu bel yang di tekan berkali-kali itu mengundang emosi Renjun yang sedang duduk dengan nyaman di sofa sambil menonton acara tv favoritnya. Bibir tipis itu mengeluarkan decakan kesal.

"YAK LEE JENO!! ADA TAMU!" teriaknya. Tidak ada jawaban. Sialan. Setelah mengumpulkan niat untuk membuka pintu ia pun berdiri.

Cklek!

"HUANG RENJUN! LAMA SEKALI SIH BUKA PINTU SAJA?!" tanya Haechan kesal.

"Ada apa sih kesini?!"

"Ingin memberi tau-mu sesuatu"

"Bukankah di zaman sekarang teknologi sudah canggih?! Tinggal di gua kau?!" dengan anarkis Haechan menyentil dahi Renjun kencang tanpa perasaan.

"Ponselku hilang! Mark sedang pergi bersama Jisung ke pameran, dan Chenle sedang berada di butik ibunya! Aku juga terpaksa karena ini hal penting!" temannya mendengus.

"Masuklah"

"Jadi apa yang ingin kau katakan?"

"Dimana belahan jiwamu?"

"Ck cepatlah, aku sibuk!"

"Sibuk menonton kudanil gembrot?"

"JANGAN MENGHINA KESAYANGANKU!" Haechan tertawa senang.

"Oke oke, panggilkan dulu Jeno" setelah itu Renjun mengeluarkan teriakan maha dasyatnya. Keluarlah Jeno dengan wajah bantal.

"Apa sih?"

"Tau nih!" Renjun menunjuk Haechan.

"Kalian berdua! Cepat duduk dan dengarkan aku baik-baik!" mereka menurut.

"Beberapa hari lalu sebelum ponselku hilang ada yang mengirim pesan padaku. Awalnya aku tidak mengetahui itu nomor siapa, tapi yang pasti ia ingin aku memberi tau kalian ini pada hari ini. Katanya ia ingin bertemu dengan kalian di taman apartment nanti malam pukul 8. Kalian tidak usah khawatir, ia bukan orang jahat karena aku sudah tau siapa pengirimnya"

"Aneh sekali. Kau yakin ia bukan orang jahat?" Haechan mengangguk yakin.

"Baiklah"

***

Sudah pukul 8 namun tidak ada yang menghampiri mereka. Renjun menguap dengan kepala berada di bahu lebar Jeno. Keduanya berdiri disana, karena hujan bangku-bangku pun basah jadi mereka memutuskan untuk berdiri.

"Lama sekali. Aku mengantuk"

"Jangan-jangan Lee itu berbohong" Renjun menegakkan kepalanya.

"Kau juga Lee omong-omong"

"Kau juga Lee, Lee Renjun" goda Jeno. Wajah Renjun memanas, ia memukul lengan Jeno.

Tiba-tiba suara orang berdeham dari belakang mereka membuat keduanya terkejut. Ketika berbalik jantung keduanya seakan berhenti. Mereka memantung. "Ah kalian tidak merindukanku ya" lelaki itu mencebikkan bibir. Renjun yang pertama sadar langsung memeluk tubuh berbalut mantel cokelat muda itu dengan sangat erat.

"Kau benar-benar Na Jaemin?" lirih Renjun. Jaemin tersenyum lalu membalas pelukan Renjun.

"Ya, ini Na Jaemin" jawaban itu membuat pelukan Renjun semakin erat. Tak lama, ia melepaskannya.

"Aku tak percaya kau disini!" tangan mungilnya menangkup pipi tirus Jaemin, matanya sudah berkaca-kaca sejak tadi.

"Namun aku sudah benar-benar disini" setelah berbincang sedikit dengan Renjun kini lelaki yang sedikit lebih tinggi dari mereka yang memeluk Jaemin erat.

"I'm sorry" bisiknya di ceruk leher Jaemin. Tangan Jaemin mengusap punggung itu.

"Bukan salahmu"

"Tentu saja salahku"

"Ck aku bilang bukan! Aku akan kembali ke Jepang jika kau terus menyalahkan dirimu" ancamnya membuat Jeno mau tak mau tertawa pelan.

Tanpa banyak bicara Jeno menarik Renjun ke pelukan mereka. Perasaan senang ketiganya benar-benar tidak terbendung.

***

Keesokannya di sekolah saat Jaemin baru masuk ke kelas, Renjun menyambutnya dengan pelukan lagi. Anak-anak di kelas menatap Jaemin tidak percaya.

"Aku masih belum percaya!!" seru Renjun. Jaemin berdecak.

"Kalau begitu aku kembali saja ke Jepang"

"Yak! Bukan begitu, hanya saja rasanya sudah sangat lama aku tidak melihat wajahmu"

"WAHH KAK JAEMIN!!" teriakan Chenle menggema. Lelaki itu langsung berlari ke belakang kelas dan memeluk Jaemin hingga ia oleng, untung Jeno yang kebetulan di belakangnya menahan pinggangnya.

"Long time no see, Jaem" kata Mark.

"Wah kak Jaemin tambah cantik" mereka semua mendelik ke arah Jisung yang tanpa beban mengatakan itu.

"A-aku mengatakan fakta!"

"Huaaaa Jaemin. Maafkan aku ya?" ujar Haechan ikut bergabung dalam sesi pelukan bersama itu.

"Hm. Aku tidak pernah marah padamu kok" Jaemin tersenyum menenangkan. Entah angin darimana Jeno yang di belakangnya mengusak rambut Jaemin mengundang tatapan bingung dari sang empu. Namun Jeno hanya tersenyum manis, Jaemin berdecak tapi pipinya memanas.

tbc.

All About Us || norenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang