☆☆☆
03 | morning
cora - present
Badai sudah mereda. Walaupun matahari masih terhalang awan-awan, bisa dibilang pagi ini lebih cerah daripada pagi kemarin. Jika kalian bertanya apakah moodku seperti langit pagi ini jawabannya adalah tidak.
Tentu saja tidak. Siapa yang senang di pagi hari mengetahui fakta bahwa ada orang yang sedang hangover di basement rumahnya? Well, mungkin ada beberapa orang yang biasa saja dan menganggap situasiku tidak buruk, tetapi orang yang ada di basementku adalah orang yang ingin kuhindari. Maka dari itu, aku kesal.
Seperti hari-hari biasanya aku bangun saat jam setengah 7 pagi. Melakukan olahraga ringan, membersihkan kotoran Thor kucingku, memberinya makan, dan pada dasarnya semua hal yang biasa kulakukan setiap pagi.
Hari ini aku tidak hanya menumpahkan sereal dan susu ke satu mangkuk tapi aku juga menambah satu mangkuk lagi.
Kucingku, Thor menyundulkan kepalanya ke betisku seraya mengeong-ngeong. Mungkin ia bingung kenapa pagi ia aku lebih suram daripada biasanya.
"Meong!"
"Aku sudah memberimu makan, Thor!" Balasku. Aku menaruh kotak sereal kembali ke dalam kabinet. Thor melompat ke barstools lalu melompat lagi ke island dapur. Melihat Thor, aku reflek menjauhkan dua mangkok itu darinya. "Tidak, Thor." Dia mengeong, melangkah mendekati mangkuk itu.
Aku berdecak lantas menurunkannya ke lantai, "Kau bisa mati bila makan sereal!" Itu fakta, karena sereal ini mengandung coklat. Aku tidak tahu pasti kalau coklat akan membunuh kucing, lebih baik mencegah Thor mati, kan?
Thor terus mengeong lebih keras dan melengking. Apa maunya? Aku sudah memberinya makan dan minum tadi. Kedua tanganku bertengger di pinggang sembari menatapnya dengan alit bertaut. Thor balik menatapku masih dengan ngeongannya yang berisik.
"Meeeeeongggg!"
Ya ampun, itu nada marahnya!
Aku pun berlutut di depannya, tanganku tergerak untuk mengelus kepalanya lalu menggaruk lehernya. Setelah aku mulai mengelus dan menggaruk lehernya secara bergantian dia berhenti mengeong. Elusanku tidak berhenti.
Bulu lembutnya menyambut jari-jemariku. Dari semua bagian tubuh Thor aku paling suka warna coklat bulunya. Aku rasa warna coklat untuk kucing langka, dan aku super beruntung mendapatkannya. Walaupun kucing ini kadang bertindak semaunya, tapi semua itu tetap setimpal.
Tanpa kusadari Thor berlari ke tangga yang menuju basement. Perasaanku tidak enak. Hell! Perasaanku memang selalu tidak enak.
Apa Finn sudah bangun?
Atau ia sudah pergi?
Pintu rumah masih terkunci berarti laki-laki itu masih ada disini. Untung saja aku berbaik hati membuatkan 2 sereal.
DUK!
Woah, apa itu? Suaru jatuh terdengar dari basement. Seketika wajahku pucat pasi. Thor tadi ke basement. Oh god!
Tidak melupakan 1 mangkuk sereal, aku segera berlari ke basement. Menuruni undakan tangga dengan hati-hati. Kalau sereal ini tumpah dan aku terjatuh... Thor akan langsung kuberikan kepada aunty Olivia!
Semua pemikiran buruk luruh saat melihat apa yang terjadi. Ini tidak sesuai apa yang kubayangakan. Finn terjatuh ke lantai dengan muka ketakutan dan Thor duduk di sofa kulit itu dengan muka tak berdosa. Finn masih belum sadar aku ada disini, ia masih menatap Thor terperanjat.
Akupun akhirnya berdehem, kepala Finn langsung berputar ke arahku — cepat. Kakiku tetap kokoh menopang badanku yang hendak jatuh karena tatapan Finn yang sepenuhnya sadar tak seperti semalam. Tatapan itu tidak baik untukku. Dia memiringkan wajahnya, mulutnya sedikit terbuka.
"Cora?"
I hate my name when he said it.
Sebagai balasan aku hanya mengangguk, berbicara dengannya mungkin bukan hal yang baik sekarang. Mengingat bahwa ia membuangku 2 tahun lalu.
Aku menaruh sereal yang kubawa di meja kecil depan sofa yang ia tiduri tadi.
Thor melompat dari sofa ke meja kecil itu, ia mengeong pelan dan kepalany bergerak kepadaku lalu ke Finn. Entah sinyal apa yang sebenarnya Thor maksud aku tak mengerti. Aku dapat merasakan tatapan Finn yang mengikutiku dan jujur aku merasa terganggu. Ia sudah tidak dalam posisi baring, tetapi posisi duduk dengan kepala menengok ke arahku.
Dengan spontan aku mengambil Thor dari meja dan menggendongnya tanpa sekalipun melirik Finn.
"Apa kabar?"
Mendengar suara paginya yang berat membuatku sedikit mengernyit. Apa kabar katanya. Kabarku baik.
"Baik." Balasku singkat. Mataku pergi kemanapun selain matanya.
Aku berputar berjalan ke arah tangga. Sebelum sampai di tangga suaranya lagi-lagi mengagetkanku, "Apa itu baru?" Dahiku mengerinyit bingung dengan pertanyaannya. Tubuhku berputar ke arahnya, mata kami terkunci rapat.
"Apa maksudmu?" Aku memindahkan posisi gendong Thor seperti menggendong bayi.
Tatapan Finn pelan-pelan beralih kepada... Thor? Ia berucap, "Apa dia baru? Aku belum pernah melihatnya." Tentu saja Finn belum pernah melihatnya, Thor baru kuadopsi setahun lalu. Aku mengangguk, "Ya, dia baru." Finn memangut-mangut, kemudian mulutnya terbuka lagi.
"Siapa namanya?" Kini fokusnya tertahan di Thor. Aku menggigit pipi bagian dalam lantas menjawab, "Thor." Finn beralih menatapku dengan tatapan 'kau serius'. Aku tidak meresponnya dan langsung berbalik ke arah tangga.
Sebelum aku meninggalkan basement tak lupa aku mengucapkan...
"Bila serealmu sudah habis cepatlah pulang, orangtuamu mungkin cemas."
Dan dengan itu aku pergi ke atas.
Mataku tak kuasa untuk melirik Finn. Apabila aku tak salah lihat ada sedikit ekspresi sedih di wajahnya.
Dengan cepat aku melupakannya.
Toh untuk apa juga ia bersedih?
☆☆☆
Sudah lewat 20 menit sejak kejadian di basement tadi dan Finn belum naik ke atas. Apa yang sedang ia lakukan di bawah sana? Sekarang aku sedang berada di ruang tamu membaca salah satu buku karya Jennifer Niven All the Bright Places. Aku merasa iba kepada Violet.
Thor pergi entah kemana. Kucing itu akan muncul kembali dihadapanku saat malam hari atau saat mom datang.
Kupingku menangkap suara langkah dari arah basement. Akhirnya ia akan pergi! Batinku bersorak ria dan melempar konfeti. Dari tempatku aku bisa melihat Finn muncul. Dia terlihat kacau mengingat seberapa mabuknya semalam.
Ia mengenakan pakaian yang kuberikan semalam dan sepertinya ia tidak membawa baju basahanya.
Aku mengerinyit, "Emm, dimana baju kotormu?" Tanganku menutup buku di pangkuanku lalu beristirahat di pahaku. Finn menggaruk tengkuknya, ia memberikan senyuman tipis kepadaku sebelum berkata, "Aku meninggalkannya disini untuk dicuci... apa tidak apa?"
Menyusahkan.
Aku tidak mau memperpanjang percakapan kita jadi berkata dengan cepat, "Tidak apa. Barbara akan mengantarnya nanti kerumahmu."
Ya, biarkan Barbara yang mengantarnya.
Dia langsung menggeleng, "Tidak usah." Aku pun bingung dan dia mengerti ekspresiku dan tertawa ringan, lagi-lagi menggaruk tengkuknya.
"Aku yang akan mengambilnya kesini. Lagi pula hitung-hitung balas budi." Aku baru sadar mangkuk yang tadi berisi sereal sudah kosong dan dipegang olehnya.
"Oh..." Ia mengangkat mangkuknya lalu berjalan ke arah dapur. Untuk sesaat aku terdiam melihat tindakannya. Dia tidak bisa seenaknya berjalan ke dapur seakan masih hafal dan mengenal baik rumah ini.
Aku berdiri dan menghampirinya di dapur. Aku berdiri di dekat island dapur. Finn sedang mengambil air dingin dari keran. Tidak, tidak, kenapa ia melakukan hal seperti ini?
"Finn," Dia menoleh kepadaku, aku mengeratkan cengkramanku ke ujung kausku, "Bisakah kau pergi... sekarang?" Aku berkata dengan datar. Finn terlihat sedikit terluka saat kata pergi terucap. Bibirnya membentuk garis tipis seraya berjalan ke arahku.
Dia berhenti tepat di sebelahku, aku pun menoleh ke arahnya sedikit mendongak. Dia menatapku sejenak, tangannya berlari merenggut rambut coklat berantakannya. "Senang melihatmu, Cora. Aku akan mulai berkunjung lagi." Ujarnya dengan senyum lebar. Bukannya senang, kedua mataku melebar sempurna.
What?
WHAT?
Sontak aku menggeleng keras, mundur selangkah. "A-Apa?" Tanyaku sedikit memekik. Tidak, ia tidak boleh berkunjung lagi, sama sekali!
Dia mengangkat bahunya acuh dan menatapku seperti 'kau keberatan?'.
"Finn..." Kata-kata tersangkut di tenggorokanku. Aku tidak tahu harus membalas apa, "Entahlah." Jawabku diakhiri dengen hembusan kebingungan. Kedua alis Finn bertaut saat mendengar responku. Kali ini kedua tangannya dilipat di dada.
Aku menggigit bibir bawahku kencang. Tatapan Finn yang intens tidak membantuku sama sekali! Seluruh tubuhku terasa seperti agar-agar.
"Kita sahaba—"
"Lebih baik kau pulang."
Kita bukan sahabat, lagi.
Finn membuangku.
Dan aku tidak mau diperlakukan seperti barang yang bisa diambil dan dibuang seenaknya.
Aku mendongak menatapnya dengan tajam, "Pulang Finn, dan biarkan Barbara yang mengantar baju kotormu!" Aku pergi. Aku meninggalkannya di dapur. Aku mengambil langkah cepat ke kamarku yang berada di lantai 1.
Membuka pintu kayu itu dan menutupunta kencang setelah aku masuk. Punggungku mendarat di dinding kamar dan merosot hingga ke lantai kayu.
Kedua tanganku terkepal kencang, kuku-kuku memutih. Aku bingung dengan semua ini. Kenapa ia kembali? Kenapa ia memperlakukanku seakan kejadian itu tidak pernah terjadi? Aku bingung dan kesal. Melihatnya lagi seperti membuka luka lama yang hendak kering.
Aku membencinya.
Aku membenci semua hal yang terkait dengan dirinya.
☆☆☆
A/N
Thanks for reading!🏃♀️🏃♀️😍😍