بسم الله الر حمن الر حيم
"Wahai bulan, lihatlah keindahan istriku, senyumnya lebih indah dari indahnya sinarmu"
An'im Fawaz Abrar Ramis
•
•
•
<<<Happy Reading>>>
Dengan bibir yang sedikit tertarik, Aisha pun mulai serius, satu dua menit gadis itu mengambil nafas panjang dan menghembuskannya kembali, "jadi gini Habie..."
Gus An'im menatap Aisha lekat, sembari menunggu sang istri menyelesaikan ceritanya. Tugasnya hanya mendengarkan dan memberi solusi jika peru.
"Tadi Aisha ketemu sama salah satu Santri sini, sampean tau nggak? Sashi. Santriwati berprestasi itu lho?" tanya Aisha mulai serius.
"Sashi yang tahun ini borong penghargaan saat lomba itu kan?" tanya Gus An'im sedikit bercanda.
"Ishhh, Aisha nggak lagi bercanda, ini serius pakek bangettt. Iyah bener sih yang borong piala saat lomba kemarin," ujar Aisha akhirnya, walaupun sedikit kesal.
"Maaf-maaf, terus gimana? Kenapa dengan Sashi? Kamu kayaknya serius banget?"
Belum juga berbicara, wajah Aisha mulai memerah saat mengingat Sashi bercerita kala itu. "Lho kok nangis, kenapa sayang?" Gus An'im dibuat panik karena Aisha yang meneteskan air mata.
Aisha pun mengusap sisa air matanya, ia masih terbayang saat Sashi menangis di depannya tadi pagi.
"Apa perkataanku tadi menyinggung kamu? Maafin aku yah, aku ngga--"
"Nggak kok, ini perihal Sashi, bukan karena kamu," Gus An'im mengusap sisa air mata Aisha yang masih membasahi pipi mulusnya.
"Okeh baik, lanjutkan sayang."
"Dipesantren ini, beasiswa kan untuk Santri yang berprestasi di bidang formal, lalu kenapa beasiswa pondok ngga ada?" tanya Aisha.
"Bagiamana jika ada seorang Santri yang sangat berprestasi, lalu tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena kurangnya ekonomi, apakah Santri itu akan mendapat kesempatan dan bantuan dari pesantren kita, semisal ini nggih, Gus?" ujar Aisha mencoba bertanya.
"Dari dulu pesantren ini menyediakan geratis untuk sekolah dan pondok bagi Santri yatim/piatu, dan jika memang Santri itu tidak mampu. Kenapa tidak semuanya? Kenapa hanya yang tidak mampu saja? Dulu niatnya mau semua, tapi ada kejadian yang membuat pesantren kita memberhentikan rencana itu. Dulu ada Santri yang tidak punya Ayah, tapi dia orang berada, jadi keluarganya gak terima geratisan ini sempat ada cek-cok juga. Mulai saat itu hanya untuk yang mengajukan saja kita memberi geratis sekolah sama pondok, maksudnya kalau ada Santri yang yatim dan dari keluarga yang tidak berada pesantren kita akan memberi geratis sekolah dan pondok jika keluarga mengajukannya." Gus An'im menjelaskannya panjang lebar.
Aisha pun menceritakan semuanya kepada Gus An'im, Gus An'im menanggapinya dengan sangat-sangat baik membuat Aisha tersenyum haru. Gus An'im suaminya sangatlah dermawan.
"Aku baru tau, boleh aku mengajukan itu untuk satu Santri?" tanya Aisha dengan ekspresi memohon.
🌷🌷🌷
Satu Minggu kemudian, hari berganti hari. Tidak terasa waktu begitu cepat sekali berlalu.
Kemarin malam, Gus Haikal memberi kabar kepada Gus An'im untuk menghadiri acara di luar kota.
Tepatnya hari ini, kini Gus An'im tengah menyiapkan barang-barang yang akan ia butuhkan untuk di bawah ke tempat acara. Baju ganti, kitab, dan barang-barang yang di butuhkan lainnya.
Karena lokasinya lumayan jauh dan satu mingguan acara, Gus An'im membawa satu koper penuh barang-barangny.
Untuk sementara waktu, pasangan halal bucin ini akan LDR. Sebenarnya, keduanya tidak ingin pisah, tapi ada tugas yang harus Gus An'im selesaikan. Walaupun berat juga untuk Aisha, tapi ia akan selalu mendukung sang suami dalam dakwahnya dijalan Allah, bagaimanapun kondisinya.
Aisha terpaksa tidak ikut, karena sekarang sudah hari dekat menuju Akhirusannah pondok. Banyak yang harus ia bantu, dirinya bertanggung jawab untuk mendampingi calon peserta Khotmil Qur'an tahun ini.
Bukan hanya berat bagi Aisha, tapi Gus An'im juga berat untuk meninggalkan sang istri. Ntah kenapa, akhir-akhir ini Gus An'im manja sekali kepada Aisha, kemanapun istirnya pergi selalu diekori oleh sang empu dari belakang. Gus An'im tidak bisa jauh dari Aisha.
Dasar bucin.
Seperti ini contohnya, Aisha tengah menyiapkan barang yang Gus An'im butuhkan nanti, posisinya tengah dilantai diatas karpet, Aisha menselonjorkan kakinya sembari melipat sarung, koko, dan gamis yang Gus An'im butuhkan nantinya.
Mendapat kesempatan untuk bermanja, Gus An'im menidurkan kepalanya di paha sang istri sembari menghadap perut. Gus An'im mencium bau harum dari tubuh Aisha.
Aisha sudah terbiasa dengan perlakuan Gus An'im yang seperti ini. Gus An'im yang manja dan Aisha menyukai itu.
"Ay," panggil Gus An'im yang masih menenggelamkan wajahnya di perut Aisha.
Aisha hanya melihat Gus An'im sekilas, dan melanjutkan pekerjaannya, "Hmm, kenapa, Bie?" tanya Aisha. Habiee adalah panggilan kesayangan Aisha untuk Gus An'im dari satu bulan yang lalu.
"Kamu nggak mau ikut gitu?" tanya Gus An'im terdengar merenggek.
Aisha tersenyum tipis, "Biee, ishh, kamu bikin aku..." Aisha menghentikan aktifitasnya sekejap sembari menatapnya sayu. "Sebenernya aku pengen banget ikut, tapi kan disini aku juga punya tanggung jawab, yang sabar yah, kita jalani aja dulu dan selesaikan tanggung jawab kita masing-masing." Aisha mengusap rambut hitam milik Gus An'im lembut, kemudian di kecupanya kening sang suami saat posis Gus An'im menghadap menatapnya.
"Ana ukhibbukifillah zaujaty, aku sangat-sangat mencintaimu, karena Allah, jika bukan karena Allah, kita tidak akan bertahan sampai sini, Santri jutekku sayang," Gus An'im terkekeh melihat ekspresi Aisha yang cemberut karena dibilang Santri jutek, padahal dalam hati, Aisha tertawa.
Detik kemudian, bibir Aisha tertarik kesamping membuat lengkungan. "Ana Uhibbuka Fillah, Habiee," lirih Aisha tepat di telinga Gus An'im dengan senyum manisnya.
Gus An'im menikmati keindahan di depannya, kemudian, tatapannya berpindah keluar jendela yang terbuka, "wahai bulan, lihatlah keindahan istriku, senyumnya lebih indah dari indahnya sinarmu," ujar Gus An'im mengadu kepada bulan yang seakan menyaksikan dua pasangan itu.
"Gus--" renggek Aisha, "Aisha salting," cicitnya tertawa pelan.
"Sesuatu yang halal memang sangatlah indah, dan membahagiakan."
"Pantas saja, kamu dulu jutek banget, ternyata semuanya sedang kamu tabung untuk Suami halalmu, aku sangat beruntung mendapatkanmu Ning istriku," Gus An'im bangun dari tidurnya dan duduk disamping Aisha, kemudian, keduanya saling berpelukan.
🌷🌷🌷
Di bawah pohon besar dekat ndalem, terdapat gazebo, disitulah Aisha dan Gus An'im berada. Setelah tausiah di masjid tadi, Gus An'im dan Aisha tidak langsung masuk ke ndalem, melainkan mampir ke
gazebo untuk memperlihatkan kepada bulan betap cantiknya istirnya ini, kata Gus An'im tadi.
Tidak lama kemudian datanglah dua pasang suami istri, tak lain adalah, kedua orangtua Gus An'im, Kiyai Mahmud dan Ummi Hanan.
"Lho, ngapain masih diluar, Gus? Istrimu masuk angin nanti. Tadi sore katanya sudah nggak enak badan?" tanya Ummi Hanan yang sedikit khawatir dengan keadaan Aisha menantunya.
"In sya Allah nggak kok Mik," jawab Aisha mewakili Gus An'im.
Gus An'im pun menggelengkan kepala, "Assalamualaikum, Ummi, Abah," ucap Gus An'im mengingatkan orangtuanya dengan sindiran.
"Tuh kan sampai lupa salam, gara-gara kamu, Assalamualaikum anak-anak Ummi," ujar Ummi Hanan menyalakan Gus An'im.
"Yassalam, salah mulu yah Allah, saya ini," monolog Gus An'im penuh drama.
"Iyahlah salah, dimana-mana perempuan selalu benar, yah kan Bah?" tanya Ummi Hanan sambil mengedipkan matanya.
"Ha-aiya? Nggeh Mik," dengan cepat, Kiyai Mahmud mengiyakan, membuat Ummi Hanan menyengir bangga.
Aisha yang melihat pemandangan didepannya itu, hanya tertawa kecil, suami dan mertuanya ini sangat lucu kalau bersama keluarga.
"Tuh kan, suami Ummi aja ngaku," Ummi Hanan masih protes.
"Itu Abi nya saya, Mik," ucap Gus An'im tidak terima.
"Suaminya Ummi, itu," balas Ummi Hanan tidak kalah terima.
"Kakek Wafa!" Pekik anak kecil cowok yang tiba-tiba muncul dari belakang.
"Ini Kakek Wafa." Tatapan mata Gus Wafa dibuat galak dengan pipi mengembung, dan itu malah membuat anak kecil itu tambah imut.
Wafa memang sangat dekat dengan Kiyai Mahmud dan Ummi Hanan. "Ayo pulang, Wafa kangen, mau tidur di tempat Kakek, Nenek," renggek Gus kecil itu.
"Ngapain kamu kesini, Cil?" tanya Gus An'im yang di tunjukkan kepada Gus Wafa.
"Ummi, Abimu kemana, Cil?" tanya Gus An'im lagi, yang tidak mendapati orang tua Gus Wafa. Sekarang Gus Haidar dan Ning Nadia tinggal di ndalem dua yaitu baru diresmikan beberapa bulan lalu.
"Umi sama Abi pulang lah, tadi di anterin sampai sana. Wafa mau tidur sama Kakek Nenek, wlekk. Kata Abi sih biar Wafa punya dedek kalau Wafa tidur di sini."
Hahahaha
Suara gelak tawa bersamaan membuat Gus wafa cengo. Apa ada yang salah sama kalimatnya? Pikir Gus Wafa. Dirinya hanya menirukan kalimat sang Abi.
"Aduh Cil, pinter banget sih kamu, ponakanku sayang," ujar Gus An'im yang masih di selingi gelak tawa.
"Kata Abi, Wafa emang anak pintar, terimakasih pujiannya, Om," jawab Gus Wafa saat mengingat apa yang Abinya katakan.
"Iya deh iyah, angkat kaki saya," ujar Gus An'im masih menanggapi argumentasi ponakannya.
Sekarang sudah pukul delapan malam, suasana di pesantren masih sangat ramai karena Santri yang masih berkeliaran, ada juga yang muraja'ah, dan ada pula yang mendapat ngaji tambahan dari pengampu masing-masin. Ditambah, suara hadroh dari masjid utama pesantren terdengar di setiap penjuru.
Santriwan Santriwati masih berlalu lalang, ada yang menyibukkan diri dengan pekerjaannya masing-masing, menyiapkan persiapan acara Akhirussanah beberapa hari lagi.
"Bagaimana, jadi nggak, acara di luar kota besok?" tanya Kiyai Mahmud memotong anak dan cucunya yang sedang adu argumen sedari tadi.
Gus An'im pun menoleh kearah sang Abah, "nggih Bah, insya Allah jadi, besok berangkatnya," ujar Gus An'im memberitahu.
"Tapi nggih ngapuntene, saya pulangnya sedikit telat, karena ada urusan lain sama Ustadz dipondok saya dulu, Bah," ucap Gus An'im memberi pengertian.
Aisha pun hanya tersenyum tipis mendengarkan, dirinya sudah tau tujuan Gus An'im, tugasnya hanya ikhlas dan selalu mendukung sang Suami.
"Berapa hari? Kasian istrimu kok tinggal terus, Gus."
Aisha yang merasa terpanggil pun angkat bicara, "nggak papa Bah, ini acara penting, tiga hari lagi disini acara Akhirusannah akan dilaksanakan, Aisha ada tanggung jawab kepada santri untuk persiapan ini," ujar Aisha memberi pengertian.
Kiyai Mahmud tersenyum mendengarnya, beliau mengangguk-anggukan kepala pertanda mengerti, dan bangga terhadap menantunya.
"Ya sudah, kalau gitu, Nduk."
"Sebenarnya, saya sih nggak mau jauh-jauh sama istri, Bah, tapi ya gimana lagi?"
"Bucin," ledek Ummi Hanan.
"Kayak Ummi," kekeh Gus An'im, dan...
Cup
Pipi kanan Ummi Hanan di kecup Gus An'im membuat Kiyai Mahmud membulatkan mata. "Ehhh, itu istri saya. Jangan main-main nyosor," peringat Kiyai Mahmud menatap tajam kearah sang putra.
"Ternyata Ummi tau bahasa anak muda," Gus An'im tertawa mengabaikan sang Abah. Ternyata, Kiyai Mahmud masih bisa bucin terhadap istrinya.
"Ya Allah, Suamiku, Anakku," Ummi Hanan tertawa melihat kedua laki-laki yang sangat beliau cintai itu beradu argumen. Aisha pun tidak bisa menahan tawanya lagi.
🌷🌷🌷
Paginya, Gus An'im telah siap, sebentar lagi ia akan berangkat. Gus An'im sangatlah manja, lihatlah sekarang, Gus itu tidak ingin berpisah dari sang istri.
Keluarga ndalem kumpul di teras, termasuk Ning Nadia dan juga Gus Haidar juga ada disana, karena dipesantren ini akan ada acara dan banyak lagi yang harus dipersiapkan. Pagi jam tiga tadi, kedua pasangan itu sengaja ke ndalem.
Acara Akhirusannah dua hari lagi, persiapan pun satu-persatu mulai tertata seperti tahun-tahun sebelumnya, namun, setiap tahunnya akan lebih istimewa dari tahun sebelumnya.
"Pulang kapan, kamu Gus?" tanya Gus Haidar yang ditunjukkan oleh adik satu-satunya.
"Satu Minggu kemudian, bang," jawab Gus An'im.
"Oh."
"Oh doang, mending gak usah tanya, "cecer Gus An'im.
Gus Haidar mengangkat satu alisnya, "nggak terima? Sensitip amat, kayak cewek," sindir Gus Haidar. "Selain manja, sensi juga yah," ejek Gus Haidar.
Tatapan tajam milik Gus An'im menghunus, membuat Gus Haidar bergidik ngeri. Kemudian, Gus An'im mengalihkan pandangannya kearah jam yang melingkar dipergelangannya.
Setelah bercengkerama bersama keluarga, akhirnya jam sudah menunjukkan pukul lima pas. Gus An'im pun berpamitan satu persatu memeluk keluarganya bergantian.
"Saya pamit dulu, Ummi, Abah, Abang, Mbak Nad. pandongane nggih, assalamu'alaikum," pamit Gus An'im kemudian berjalan ke mobil di antar Aisha di sampingnya.
Tidak lupa, Gus An'im berpamitan dengan sang istri. Di ciumnya, di peluk lah tubuh mungil Aisha dengan erat dan di feedback pelukan yang sama.
Aroma khas tubuh milik Gus An'im tercium sampai ke rongga hidung Aisha. Ia akan sangat merindukan bau wangi suaminya.
"Jangan lama-lama," cicit Aisha.
"Siap ibu negara, acara selesai nanti langsung pulang, bukankah begitu sayang?" tanya Gus An'im sedikit bercanda.
Aisha pun berfikir sejenak, "Biee, tanggal delapan belas nanti sudah di rumah kan?" tanya Aisha lagi, berharap suaminya menjawab, iyah.
"In sya Allah. Aku usahakan, yah sayang," Gus An'im tersenyum manis dan mengusap puncak kepala sang istri. Didalam hati Gus An'im merencanakan sesuatu.
"Okeh. Hati-hati Habie, sebelum kita LDR lama, aku mau bilang sesuatu."
"Apa, hmm?" tanya Gus An'im menatap lekat Aisha.
"Aku mau bilang, bahwa, aku..."
"Aku, Nazneen Aisha Hanafi, Santri yang pernah mengaku tidak menyukaimu pada saat itu, kini sudah sangat mencintaimu Gusku."
"Aku, Nazneen Aisha Hanafi, dulu aku hadir di hidupmu tanpa rasa cinta, kini sudah sangat mencintaimu Suamiku. Terimakasih sudah membuatku jatuh cinta, jatuh cinta sedalamnya denganmu, Suamiku. Terimakasih. Ana Uhibbuka Fillah, Habiee."
"Sayang...?"
"Bukan sekali, memang aku mengatakan cinta kepadamu akhir-akhir ini, tapi kali ini yang paling tulus dan benar tanpa dorongan dari salain hatiku."
"Terimakasih telah menjawab cintaku, sayang. Pegang kata-kataku, tidak akan pernah kulepaskan dirimu dan membiarkan diirimu terluka, tidak akan pernah kubiarkan dirimu menderita dan menangis karena aku." Gus An'im memeluk Aisha erat, kali ini benar-benar sangat berat.
"Ya Allah, aku berdoa, semoga engkau selalu memberikan keberkahan setiap langkah yang suamiku tapaki menuju jalan kebaikanmu. Mudahkanlah urusannya dan lindungilah dia." Gus An'im tersenyum saat mendengar doa dari sang istri.
"Aamin, ya Allah. Kabulkan doa istri saya, dan selalu berikan kebahagiaan yang melimpah untuknya," lanjutnya menambahi doa sang istri.
Gus An'im pun memasuki mobil setelah berpamitan dengan Aisha, senyumnya terus terukir di wajahnya sedari tadi. Detik kemudian, Gus An'im pun mulai menjalankan mobilnya dan memencet tombol klakson untuk berpamitan.
🌷🌷🌷
Suasana menjelang siang, Aisha di sibukkan oleh pekerjaan di ndalem bersama Santri putri yang lain. Tahun ini adalah, tahun ke delapan Akhirusannah Khotmil Qur'an Bil Ghoib, di pesantren Tahfidzul Qur'an As-Salam.
Setiap tahunnya, acara berjalan dengan lancar, acara semakin meriah dari tahun-tahun sebelumnya.
"Punten, Ning Aisha di panggil Ummi, di aula putri, Ning," ujar Santriwati kepada Aisha.
Aisha yang merasa dirinya terpanggil pun mendongakkan wajahnya, "oh Iyah mbak, terima kasih, saya segera kesana." Aisha pun bagun dari duduknya dan mulai berjalan ke aula putri.
"Assalamualaikum, Ummi manggil Aisha?" tanya gadis itu setelah menghadap Ummi Hanan.
"Waalaikumsalam,
"Iyah nduk, tadi kamu mau di ajak Nadia kemana tadi," jawab Ummi Hanan memberi tahu, kemudian. "Nadiaaa!" Panggil Ummi Hanan yang melihat keberadaan Ning Nadia dari jarak yang lumayan jauh, dengan sedikit mengencangkan suara.
"Nggih Mik, sebentar."
Aisha pun yang melihatnya berinisiatif untuk menyusul Kakak iparnya itu, "Ummi, Aisha samperin Mbak Nad saja nggih," tutur Aisha lembut.
"Nggih-nggih, hati-hati. Tadi kamu mau di ajak ke tempat paman, mengambil sesuatu " Ummi Hanan pun memberi tahu tujuan awal Ning Nadia.
"Nggih, Ummi."
Aisha berjalan menghampiri Ning Nadia, yang tengah mengeluarkan motor dari parkiran. Keduanya mulai menghilang dari perkarangan pesantren saat motornya sudah jalan.Ning Nadia yang nyetir motor pun menjalankan motornya.
Dibalik sorot mata tajam seseorang, menatap Aisha benci dan tidak suka. "Jika saya tidak bisa mendapatkan dia, kamu juga tidak boleh. Antara kamu atau dia harus tiada."
Seseorang itu menyeringai tidak suka. Dan pergi ntah apa yang akan ia perbuat nantinya.
TBC
Next chapter yah guysss!
Masih nungguin?
Spam next!!!!!!!!!!!!!!!
Spam emot favorit kalian!🐼
Siapa yang nggak sabar cerita ini ending? Dan bisa baca versi Novel? Ehhh, emang ada yang mau? 👉👈
Tim mana nih? Sad ending? Atau happy ending?
Vote dan komen yang banyak 🤩
Jepara Jawa Tengah
8 Januari 2023 (Publish)
10 Oktober 2023 (Revisi)