"maaf, ka. Gue lengah,"
Setelah berucap seperti itu Brian segera maju dan memberikan suntikan bius dengan dosis tinggi kepada Gerald yang meronta ronta ingin dilepaskan.
Arland yang melihat kejadian yang ada di depan matanya hanya bisa berfikir keras berusaha untuk memahami situasi yang ada pada saat ini.
Arka segera berbalik menatap Arland, Abang angkatnya yang sudah bersama dengan dirinya selama 4 tahun terakhir ini, jika diingat. Arka mengajak Arland untuk ikut dengannya.
Arka menepuk pundak Brian dan berlalu dari sana, mata tersebut mengarah kearah Taira, kemudian di lanjut dengan Raina. Dirinya sungguh tidak bisa begitu akrab langsung dengan orang asing.
°•°•°
Arland duduk di sofa yang tersedia diruangan tersebut terlihat ini seperti kamar yang mungkin di tempati oleh Arka, karna terlihat sebuah meja kerja yang tak jauh dari tempat tidurnya tepat satu ruangan.
"Kau menyelamatkan mereka atau ...?" Arland memulai pembicaraan, begitu penasaran dengan semua prilaku arka selama ini.
"Aku hanya sedikit memberi pelajaran atas dosa mereka," jelas Arka.
"Tapi gak gini ka, gimana kalau Arya tau? Gak mikir seberapa kecewanya dia? Arya gak mau kamu mengotori tanganmu untuk orang jahat seperti mereka cukup beri ke pihak berwajib saja." Arland berusaha menasihati sang adik, walaupun arka sama sekali tetap pada pendirian, dirinya melirik jam tangan nya yang sudah menunjukkan pukul 1 malam dini hari.
Tak sampai disitu, mata sendu Arland menatap wajah Arka dengan lekat, berharap sang adik mau membebaskan seseorang yang merupakan saudaranya. Namun, apakah arka masih menganggap mereka saudara? Setelah apa yang mereka lakukan terhadap Arya.
"Setelah ini mereka akan di bebaskan," mendengar hal tersebut membuat Arland lega, dirinya bahkan tidak akan menyangka dengan apa yang setelah semuanya terjadi ketika paman, Tante, dan Gerald lepas begitu saja.
"Baiklah, aku cukup lega mendengarnya. Ayo pulang, takut Arya akan mencarimu,"
"Hmm,"
Arka dan Arland segera berlalu dari mansion tersebut. Malam yang larut begitu banyak bintang yang bertebaran diatas langit. Indahnya langit tak menggambarkan indahnya hidup seseorang. Arka hanya ingin ketenangan untuk ia miliki, ketenangan untuk hidup bersama Arya tanpa ada yang mengganggu sama sekali.
°•°•°
Perempatan garis imajiner tercetak jelas di dahi Arya, Arya tengah berkacak pinggang. Pasalnya sudah jam 7 tapi sang Abang tak kunjung bangun. Arya berusaha untuk membangunkannya, namun, lihatlah sekarang arka bahkan hanya membalas gumaman nya saja setelahnya dirinya melanjutkan tidurnya yang tertinggal. Tak biasanya Arka seperti ini.
Arya pergi sembari menghentakkan kakinya dilantai, kepalang kesal melihat Arka tak kunjung bangun. Pintu kamar tersebut ditutup dengan sedikit kuat sehingga menampilkan bunyi yang begitu nyaring.
Arka mengintip dan memastikan bahwa sang adik sudah benar benar pergi dari kawasannya, dirasanya sudah aman Arka segera bangun menggapai handphone yang ada di nakas nya. Mendial nomor seseorang.
"Taira, segera lakukan sekarang." Perintah Arka. Namun, tampak berbeda dari sebrang telpon sana. Karna Taira tampak gelisah.
"Arka, kemarin Gerald sempat bangun. Dia sempat melihat wajahmu kan? Gimana kalau polisi menangkapnya dan dia berkata kau lah dalang dari penculikannya," Taira mengutarakan kegelisahannnya, menimbulkan kerutan yang ada di dahi arka.
Arka berfikir keras mencari solusi yang ada, karna kecil kemungkinan untuk dirinya berbohong. Karna Arka adalah saudara dari Gerald, polisi sudah pasti akan mengintrogasinya dan hal itu akan membuat Arya curiga. Hanya ada dua pilihan yang saat ini bersarang pada otak Arka.
"Bunuh Gerald, letak jasadnya dijurang berdekatan dengan orang tuanya, usahakan ada beberapa orang yang sering berjalan di kawasan tersebut," Taira mengangguk walau dirinya tak terlihat oleh Arka. Panggilan tersebut mati sepihak. Arka berlalu ke toilet untuk membasuh wajahnya.
Kini Arka berada di meja makan, dirinya terakhir sampai dan sedang menyiapkan makanannya sendiri ditatap oleh kepala keluarga yaitu fernan beserta dua remaja yang tak lain Arya dan Arland.
Arka dengan santai duduk dan ingin segera menyantap makanannya. Namun, hal tersebut terhenti ketika fernan sang kakek membuka suara.
"Apa saja yang kau lakukan sehingga kau bangun telat, arka?" Mata tajam paru Bayah tersebut menatap Arka dengan tatapan tak biasa. Sementara Arya hanya bisa menelan ludah merapal doa agar Abang tercinta nya baik baik saja.
"Tadi malam aku hanya mengecek database perusahaan ayah, kakek," ujarnya berbohong, hal tersebut mengundang smirk pada bibir fernan. Fernan tentu tak semudah itu untuk di bohongi.
"Baiklah, alasanmu bisa di terima. Selamat makan." Setelah mengucapkan kalimat akhir, semua anggota keluarga makan dengan tenang.
°•°•°
Arya sedang berbaring diatas sofa dengan kaki yang menggantung di senderan sofa. Badan anak tersebut terkadang menggeliat dengan posisi kepala yang menggantung kebawah membuat seseorang yang melihat nya meringis seakan merasakan sakit dan pegal pada tubuhnya.
Arya mengambil beberapa cemilan yang terbuat dari tepung, tangan tersebut menjangkau dan memakan satu persatu kentang balado yang diolah menjadi Krenyes Krenyes.
Arland yang gatal melihat Arya segera menukar siaran tv tersebut, membuat Arya bangkit dari posisi absurd nya.
"Kok ditukar-"
"I-News mengabarkan, beberapa warga dari desa * menemukan sebuah jasad di pinggiran jurang yang sudah terlihat pucat, warga tersebut membawa jasad ke puskesmas terdekat, namun tak bisa menyelamatkan sang korban karna korban sudah meninggal. Diduga meninggal ditempat."
Arya yang mendengar hal itu memicingkan matanya sekaligus memperkuat pendengarannya, dirinya penasaran terhadap korban tersebut sekaligus benaknya bertanya apa yang terjadi dengan korban.
"Tolong, tolong selamatkan putraku!" Seorang wanita paru Bayah mengguncang lengan reporter, terlihat di layar tv tersebut membuat Arya membulatkan matanya.
"I-itu? Tante lyly?" Tanya Arya penasaran pada Arland, perhatian Arya kembali teralih melihat bagaimana pucatnya tantenya tersebut, bibir yang dulunya dipenuhi lipstik yang mencolok kini terlihat pucat dengan kulit wajah yang pucat seperti mayat. Mata tersebut menyiratkan rasa takut yang mendalam.
Arland yang sama terkejutnya dengan Arya tak bisa berkata kata, dirinya tau terakhir kali melihat Tante dan paman dari adik angkatnya itu dimana.
Benak Arland hanya tertuju pada Arka, dirinya bertanya tanya 'apakah arka yang menyebabkan semua ini?'.
Arland menatap manik wajah Arya, menelisik wajah tersebut. Mata yang terpancar Kilauan-nya kini terlihat sebuah genangan yang siap akan ditumpahkan.
'sebegitu lembutnya kah kau Arya? Setelah apa yang mereka buat sama mu, kau masih bisa menangisi mereka?' menolog Arland, Arya yang masih pada posisinya menatap Arland. Mata tersebut menyiratkan tanda ingin bertanya.
Arland yang tak sampai hati segera menghampiri Arya, memeluk Arya dan menenggelamkan wajah nya. Isak tangis tersebut mulai terdengar, dirinya seperti merasa bersalah atas kejadian tersebut yang bahkan tak pernah terlibat kedalam masalah yang terjadi.
"Berhentilah menangis, jika Arka tau kau akan dimarahi olehnya." arland mengusap pucuk kepala Arya.
"Bang, jelasin!" pinta Arya sembari mendongakkan kepalanya menatap Arland.
"Abang gak tau apa apa, arya. Bukan abang gak mau jelasin," lirih Arland.
"Aku mau ketemu arka!" Arya ingin segera bangkit, namun, ditahan oleh Arland.
"Jangan, abang gak akan biarin kamu ketemu Arka kalau kamu kayak gini!" ujar Arland, Arya mendelik tak suka.
"Berjanjilah jika kalian tidak akan bertengkar dan bicara dengan baik pada abangmu!?" Arland memberikan jari kelingking dan disambut dengan baik oleh arya.
Don't forget to follow:
IG: warung_story13
Jangan lupa juga kepoin cerita lain Areum "Dia adalah Luke"!!!!
Rabu, 18 September 2024