Biarkan waktu yang mengambil alih semuanya. Entah menghilangkan perasaan ini atau membuatnya semakin tumbuh.
•••
Mall di sekitaran kota Jakarta terlihat ramai. Nabila, Nita, dan Cantika memasuki mall tersebut dengan masih memakai seragam.
"Gue bakal traktir lo apa aja, kecuali novel."
Cantika mendengus, "iya."
"Gue gak dapet traktiran?" Nita menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk.
Nabila mendengus, "gak, lo bayar sendiri."
Decakan sebal keluar dari mulut Nita, "jahat banget, gak adil banget. Sama temen juga."
Nabila memutar bola matanya malas, "emang lo siapa?!"
"Manusia baik hati dan tidak sombong, suka menabung dan rajin beribadah."
"Bodo amat." Nabila menarik lengan Cantika menjauhi Nita.
Nita berdecak, "seharusnya tadi gue nolak, mending gue main wattpad di kamar." Ia melangkahkan kakinya mengikuti Nabila dan Cantika yang sudah menjauh.
"Nab, makan dulu ya. Laper nih, kalau gue pingsan gimana? Emang lo mau gotong gue sampe rumah?!"
Nabila mendengus, "iya ayo, kita makan. Heran gue sama perut lo, makan terus tapi gak gemuk."
Nita mengibaskan rambutnya ke belakang, "ideal."
"Cacingan, bukan ideal."
Nita mengerucutkan bibirnya, ia menarik lengan Cantika agar menjauh dari Nabila.
"Chairmate lo pelit, mending lo sama gue aja."
Cantika tersenyum tipis, kali ini ia tidak mood untuk berbicara. Mungkin karena ia sedang patah hati, efeknya seperti ini.
"Duduk sini, jangan kemana-mana," ujar Nabila, matanya memicing ke arah Nita. "Jagain temen gue."
"Hm."
Nabila berlalu untuk memesan makanan, meninggalkan Cantika dan Nita berdua.
"Sumpah Tik, kisah lo ini bisa gue jadiin cerita di wattpad."
Cantika mengerutkan dahinya, "hah?"
Nita mengangguk, "kisah cinta lo yang bertepuk sebelah kaki ini, memancarkan ide di kepala gue. Gue bakal nulis kisah lo ini, semoga ada yang suka."
Cantika tersenyum, mengedikkan bahunya tak acuh, "terserah."
"Jangan dipikirin Tik, jatuh cinta emang begitu. Kadang seneng kadang sakit. Dan sekarang lo ada diposisi sakit." Nita terdiam, meletakkan ponselnya di atas meja. "Cari cowo yang bisa bikin lo bahagia, kalau cowo di dunia nyata susah di cari. Lo bisa cari pelampiasan, cari cowo-cowo ganteng di wattpad. Banyak, tapi tingkat halusinasi lo bakal meningkat drastis."
Cantika menganggukan kepalanya pelan, "iya, gue jarang buka wattpad."
"Lebih sering buka blog kan?!"
"Hm."
Nita mengibaskan tangannya, "udah ketinggalan jaman lo, 2019 mending lo nulis cerita di wattpad. Beuh... Langsung famous."
"Gak juga sih."
"Gak usah banyak bacot, nih makanan kalian." Nabila meletakkan nampan berisi pesanan mereka bertiga. "Nit, lo kurang duaratus perak. Duaratus perak gue harus gue relain buat makanan lo."
Nita mendengus, "ikhlasin aja, dapet pahala."
Nabila mengangguk, "iya gue ikhlasin, sekalian sedekah."
Nita memutar bola matanya malas, "sialan."
Cantika menggelengkan kepalanya pelan, hatinya sedikit membaik sekarang. Hanya saja hatinya akan kembali sakit saat ia mengingat tentang hubungan Tara dan Rian.
•••
Alvin membelalakan matanya, ia menepuk bahu Putra yang duduk di sampingnya.
"Put, urgent."
"Apa?" Putra menatap malas Alvin.
"Liat-liat." Alvin memberikan ponselnya pada Putra. "Liat nih, kenal kan?"
Putra mengerjapkan matanya, "ini... Serius?"
Alvin mengangguk, "iya."
Putra dengan cepat mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya, menanyakan perihal tentabg seseorang pada Lyla.
Tring
Putra menatap ke arah Alvin uang juga sedang menatap ke arahnya, "Vin."
"Beneran Put?"
Putra menganggukan kepalanya, "kok bisa?"
Alvin mendengus, "kok lo jadi bego gini sih, dia kan lahir di sini. Ini tanah kelahirannya, mau dia pergi ke ujung dunia pun pasti bakal balik ke sini lagi."
Putra terdiam, menggelengkan kepalanya merasa prihatin dengan sahabatnya itu, "kasian temen gue."
Alvin mengangguk, "iya kasian, punya muka yang terlalu ganteng sebenernya malapetaka. Ya kan?"
"Hm."
"Untung pesona gue masih bisa ditahan."
Putra mencibir, "najis."
Cklekk
Pintu kamar terbuka, disusul sang pemilik kamar yang melangkahkan kakinya mendekat.
"Yan... Lo harus tau."
Rian mengerutkan keningnya, menatap kedua sahabatnya bergantian, "apa?"
"Mantan lo."
Raut wajah Rian berubah menjadi datar, "masa lalu, jangan diingat."
Alvin mendengus, "serius ini, Putra juga dapet laporan dari Lyla tentang mantan lo."
"Ya bodo."
"Mantan lo udah di Indonesia."
Rian terdiam, mengedikkan bahunya tak acuh, "gak peduli."
Alvin menatap ke arah Putra, "gue yakin di Miss pinky minta balikan sama Rian. Waktu mutusin Rian kan bilangnya dia gak bisa LDR."
Rian mendengus, "gak usah sok tau, gue ogah balikan sama dia."
Putra mengangguk, "karena ada Tara yang harus lo jaga hatinya, ya kan?"
"Hm."
Alvin menggeser duduknya lebih dekat dengan Putra, "Put, Cantika lagi galau tau."
"Ya terus?"
"Nabila udah kasih tau yang sebenarnya."
Putra membelalakan matanya, "serius?!"
Alvin mengangguk, "duarius."
"Terus gimana?"
"Galau, patah hati. Nyesek."
Putra menggelengkan kepalanya, "kasian."
"Kalian ngapain sih?!" Rian menatap Putra dan Alvin bergantian dengan penuh selidik. "Kalian... Gak homo kan?"
Putra dan Alvin membelalakan matanya, mereka saling lirik lalu segera menjauhkan dirinya masing-masing.
"Lagi ada misi rahasia, anak kecil gak boleh tau."
Rian mendengus, "sok banget." Ia menghampiri televisi yang menyala.
"Siang-siang gini, enakan tidur. Apalagi tidurnya di rumah temen, adem. Gratis pula," ujar Alvin, kakinya ia langkahkan ke arah kasur Rian. Menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, matanya terpejam menikmati dinginnya kasur milik Rian.
Putra ikut berbaring di samping Alvin, mendorong tubuh Alvin sedikit ke tepi.
"Nanti gue jatuh setan." Alvin memukul kepala Putra.
Putra tertawa, "minggir, gue juga mau tidur. Kaki lo kalau tidur suka menjelajah."
Alvin mendengus, "gue duluan yang di kasur Rian."
Rian mendengus mendengar perdebatan kedua temannya, tubuhnya ia sandarkan di ranjang. Matanya terpejam dengan posisi duduk.
Bruk
"Sialan." Rian memegang kepala bagian belakangnya yang terkena kaki milik Alvin.
Alvin merubah posisinya menjadi duduk, tertawa kecil ke arah Rian, "gak sengaja, suer."
"Kepala ini bukan bola."
"Tau, tapi kepala lo enak gue tendang."
"Sialan."
Alvin tertawa, kakinya menendang kaki Putra yang menguasai kasur milik Rian.
"Kaki lo geser, kalau gak geser gue tebas nanti."
Putra mendengus, "gue mau tidur."
Karena kesal, Alvin menjambak rambut Putra dengan kencang.
"SAKIT BEGO!!"
Alvin tertawa, "rasakan itu."
Rian menggelengkan kepalanya, melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi. Dikuncinya pintu kamar mandi dari dalam, ia terdiam di depan kaca. Menatap wajahnya dari pantulan.
Suara perdebatan Alvin dan Putra terdengar sayup-sayup di telinganya. Tangannya memutar kran air, membasuh wajahnya agar terlihat segar.
Menghembuskan napasnya pelan, ia kembali menatap ke arah kaca. Melihat dirinya sendiri dengan seksama.
"Ganteng juga ya gue."
Brukk
"Rian!! Gue kebelet pipis!!"
Rian menghembuskan napasnya kasar, mempunyai teman seperti Alvin harus ekstra bersabar menghadapinya. Setidaknya Rian sedikit bersyukur memiliki teman seperti Alvin, walaupun sedikit tidak waras.
Tapi... Lebih baik memiliki teman yang sedikit tidak waras, agak menghibur untuk kita nantinya. Daripada memiliki teman bermuka dua.
•••
Akhirnya bisa kembali update!! Padahal udh gak yakin bisa update cepet hehehe 😅
Jangan lupa vote dan komennya ya. Jangan jadi sider, nanti jomblo loh. Tekan bintang yg ada di pojok bawah sebelah kiri.
Tag temen kamu yg suka baca cerita galau-galau, siapa tau mereka suka sama cerita ini 😊
Love you 😘
To be continue