"Jimin Hyung?" tanya Seokjin.
Jimin yang sedang menyetir di depan hanya menjawab dengan berdeham.
"Kapan Hyung sampai?"
"Jam 9 malam"
Seokjin mengangguk-nganggukan kepalanya mengerti, dua hari yang lalu Jimin pergi ke Italia karena Appa yang menyuruh Jimin untuk mencari tahu tentang universitas di Italia.
Selama perjalanan, suara candaan Taehyung dan Jimin lah yang mendominasi, Seokjin tersenyum kecil, terkadang ia selalu iri dengan kedekatan Jimin dan Taehyung, ah tapi memangnya Seokjin siapa diantara mereka?
Ia bukanlah siapa-siapa.
Mobil sport warna hitam itu memasuki pekarangan sekolah, menarik perhatian siswa dan siswi yang lain, si tampan tiga bersaudara itu cukup populer disekolahnya.
"Taehyung, kau bisa pergi ke kelas terlebih dahulu" ucap Jimin.
Tanpa bertanya, Taehyung mengangguk lalu keluar dari dalam mobil.
"Seokjin?" panggil Jimin, kepalanya menyembul dari luar
Seokjin yang sedang menunduk segera tersadar, ia sedikit tersentak. Ia buru-buru membuka pintu mobil dan keluar menyusul Hyungnya.
"Ahh Hyung, kalau begitu aku akan ke kelas juga" pamitnya canggung, baru satu langkah ia berjalan, suara dari Jimin mengintrupsinya untuk berhenti.
"Seokjin"
Seokjin menoleh, "Ada apa Hyung?" tanyanya bingung.
"Siapa yang menyuruhmu pergi ke kelas terlebih dahulu? Setahuku, aku hanya menyuruh Taehyung" ujar Jimin menaikan satu alisnya ke atas.
"Ehh? A-aku tidak mengerti Hyung" Seokjin menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
Seokjin jadi salah tingkah, ia tak mengerti kode kode dari Jimin, sungguh ia bingung.
"Kau belum sarapan, aku akan menemanimu, kajja" tanpa persetujuan sang empu, Jimin menarik lengan Seokjin untuk mengikutinya, dan Seokjin hanya menuruti kemana sang kakak akan membawanya.
Jimin membawa Seokjin ke kantin, duduk disalah satu bangku kantin, dan menyodorkan kotak makan yang berisi roti selai.
"Makan, habiskan" titah Jimin tak menerima bantahan.
Seokjin mengangguk kaku, lalu mulai melahap roti dihapannya dengan terpaksa menelannya masuk. Awalnya perutnya menolak, namun karena desakan dari Jimin, akhirnya perutnya tidak rewel.
"Hyung?" panggil Seokjin.
"Hm?"
"Terimakasih" seulas senyum terpatri di bibirnya yang sedikit pucat.
Jimin mengangguk dengan wajahnya yang tak pernah berubah, tidak seperti bersama Taehyung, Jimin selalu mengekspresikan wajahnya.
"Hyung ke kelas" Jimin berlalu begitu saja.
Seokjin menghela nafas berat, ia tersenyum sendu, meskipun jika sebenarnya Jimin membencinya dan peduli padanya hanya karena kasihan, Seokjin tak apa karena Jimin tidak memperlihatkan kebenciannya secara terang-terangan.
Ia berjalan menuju kelas, meskipun tubuhnya beberapa kali oleng karena pusing di kepalanya yang tak kunjung mereda, tidak memutuskan niat Seokjin untuk ke kelas.
Didalam kelas, Yoongi sudah duduk di tempat duduknya, menatap Seokjin intens alisnya berkerut, bibirnya mengerucut lucu, Seokjin bahkan terkekeh melihat ekspresi Yoongi yang sangat jarang dilihatnya itu.
"Ada apa, Yoon? Wajahmu itu sungguh menjijikan" kekeh Seokjin sambil mendaratkan tubuhnya di kursi sebelah Yoongi.
Pasalnya, kemarin Seokjin sedang sakit, untuk apa anak itu ke sekolah? Cih, jika Yoongi yang ada di posisi Seokjin, ia akan benar-benar menggulung tubuhnya diatas kasur yang empuk dengan memeluk boneka kumamonnya.
"Mengapa ke sekolah? Sudah baikan?"
"Dingin" ucap Seokjin seadanya. Ia menggosok-gosok tubuhnya beberapa kali.
"Yak! Kenapa tak memakai jaket?" Yoongi menggeplak bahu Seokjin.
Seokjin hanya mengangkat bahunya tak acuh, ia menenggelamkan kepalanya diatas meja diantara tumpukan tangannya.
Seokjin merasakan ada benda ringan yang mendarat diatas punggungnya, saat ia mengangkat kepalanya, sebuah jaket sudah menyelimuti punggungnya, ia menoleh ke arah Yoongi yang sibuk memainkan ponselnya sambil menguap.
"Pakai yang benar, supaya tidak menggigil" bibir tipis itu mengintrupsi tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
Diam-diam Seokjin tersenyum tipis di bibirnya yang kering dan pucat itu, memakai jaket Yoongi dengan benar, lalu kembali menenggelamkan kepalanya diantara tumpukan tangan.
Yoongi melihat gerak-gerik Seokjin dari ekor matanya, setelah mengira-ngira jika Seokjin sudah tertarik ke alam bawah sadarnya, tangan itu tergerak untuk mengelus-ngelus kepala Seokjin.
Sensasi panas menjalar ketika tangan Yoongi mencoba menyentuh tubuh Seokjin, suhu tubuhnya panas, tetapi Seokjin mengatakan bahwa ia kedinginan.
"Kau percaya Jin? Aku khawatir melihatmu seperti ini, cepatlah sembuh. Aku akan mengajakmu menemui Kim Ahjumma"
•••
"Jisoo-ya?"
"Eoh?"
Perempuan cantik nan anggun itu terperanjat, tertarik ke alam sadarnya ketika beberapa menit yang lalu ia melamun.
"Yak! Kau kemana saja huh?!" tangannya tergerak untuk memukul lengan lelaki yang mengejutkannya barusan.
Seokjin, lelaki itu hanya terkekeh geli. Beberapa hari ini, ia tak menemui Jisoo dan mengajaknya jalan-jalan seperti biasanya, karena kesehatan dan mental Seokjin sedang benar-benar jatuh, namun ia tak ingin membuat sahabat perempuannya ini merasa bahwa dirinya dilupakan.
"Maafkan aku, aku sibuk" alibinya.
"Aku tak percaya" acuh Jisoo membuang pandangannya ke arah lain.
Seokjin mengacak-ngacak rambut Jisoo dengan gemas, sedangkan Jisoo hanya mendengus kesal.
"Jangan merajuk seperti itu, wajahmu sungguh jelek, kau tau?"
"Kim Seokjin sialan! Tak bisakah kau berkata sedikit lebih jujur?"
Seokjin tertawa keras, sudah menjadi kesenangan tersendiri baginya menjahili Jisoo hingga wajahnya memerah seperti kepiting rebus.
"Mau menikmati tteobboki bersamaku?" tawar Seokjin mengedipkan matanya genit.
"Aish, hentikan kedipan matamu itu!" Jisoo bergedik ngeri.
"Arraseo, mau atau tidak? Jika tidak, aku akan pulang" Seokjin terkekeh geli.
"Jika aku bilang tidak mau, itu artinya aku berbohong" Jisoo pergi meninggalkan Seokjin begitu saja.
Seokjin tersenyum tipis, melihat punggung perempuan itu yang mulai menjauh.
"Aish, jinjja" Seokjin berlari kecil menghampiri Jisoo yang mendahuluinya.
Diam-diam, Jisoo mengulum senyum manisnya, rasanya tak pernah berubah, sedari dulu Seokjin selalu melakukan hal yang berbeda, membuatnya hanya bisa bergantung pada harapan semu yang tak bisa ia genggam.
"Andai kau mengingatku, Jinnie"
•••
"
K-kau bercanda, Hyung?"
"Bagaimana bisa aku bercanda disaat seperti ini?" suaranya berubah menjadi dingin.
"M-maafkan aku Jimin Hyung, m-maaf" Seokjin hanya terlalu khawatir, ia tak bermaksud membuat Jimin tersinggung.
Tuttt--
Jimin menutup teleponnya secara sepihak, Seokjin menghela nafasnya kasar.
"Ada apa Jin?" tanya Jisoo yang masih mengunyah tteobboki nya.
"Mianhe Jisoo-ya, Taehyung masuk rumah sakit. Aku harus segera kesana"
"Mwo? Tak apa Seokjin, tenanglah" ujar Jisoo menenangkan
Seokjin menarik lengan Jisoo dengan lembut, dituntunnya lengan itu menuju pinggir jalan, lalu ia menyetop sebuah taxi untuk berhenti dihadapannya.
"Tidak usah seper--
"Masuklah, maaf aku tak bisa mengantarmu pulang, hati-hati dijalan" ucapnya terburu-buru.
"Ahjussi, tolong antarkan gadis ini dengan selamat sampai rumahnya, terimakasih"
Seokjin segera berlari ke arah halte bis terdekat, langsung menaiki bus yang baru saja datang.
Sesampainya di rumah sakit, kaki itu tak pernah berhenti berlari menyusuri lorong rumah sakit, hentakan sepatunya terdengar menggema, tak peduli sudah berapa banyak orang yang tertubruk atau terganggu atas kelakuannya.
"Jim Hyung-hh" nafasnya tersenggal-senggal, wajahnya dipenuhi oleh keringat yang bercucuran karena terus berlari.
"Taehyung, bagaimana keadaannya?"
Jimin, lelaki itu hanya diam tatapannya kosong, bibirnya terkatup rapat, bahkan sorot matanya pun sendu.
"Hyung katakan!" Seokjin mengguncangkan tubuh Jimin, membuat bola mata Jimin bergerak dan menatap mata hazelnya.
"Hatinya rusak, ia membutuhkan donor hati secepatnya"
Dunianya hancur, ia menjatuhkan tubuhnya, berlutut dihadapan Jimin. Bahkan kedua kakinya tak lagi mempu menopang berat tubuhnya.
B
rakk
Tubuhnya terhempas menubruk tembok, ia menggigit bawah bibirnya untuk menahan ringisan.
"Kau! Kau penyebab Taehyung seperti ini, anak sialan!" Namjoon menarik kerah seragam Seokjin.
Plakk
Plakk
Bughh
Namjoon menendang bagian perut Seokjin, membuat Seokjin jatuh tersungkur dengan keadaan yang benar-benar mengenaskan.
"Apa yang kau inginkan, Appa?" ucapnya lirih.
"Berikan hatimu pada Taehyung"
Seokjin tersenyum miris.
•••
saya sebenernya gapernah masalahin berapa banyak orang yang suka sama cerita saya, saya juga ga maksa orang2 supaya suka sama cerita saya
tau mungkin ya caranya menghargai karya orang lain? setidaknya, kalau kalian suka, beri saya apresiasi ya hanya meluangkan waktunya aja buat nge vote
vote dan comment dari kalian semua bener-bemer jadi mood tersendiri buat saya terus nerusin cerita ini.
silent reader, semoga cepet tobat ^_^
tbc, luv u💜