抖阴社区

CLOSER

By cumpliswords

8.1K 622 126

[ON GOING] *Fiksi Remaja [15+] Lebih dekat karena pertemuan. Hadirnya tidak terduga mengisi bagian dari... More

PROLOG
CLOSER - 01. FIRST MEET
CLOSER - 02. FIGHT
CLOSER - 03. HELP
CLOSER - 04. CARE
CLOSER - 05. HIS EYES
CLOSER - 06. SKY & SEA
CLOSER - 07. OPPORTUNITY
CLOSER - 08. SIRIUS
CLOSER - 09. GORGEOUS
CLOSER - 10. WOUND
CLOSER - 11. HUG
CLOSER - 12. CONFESS
CLOSER - 13. ILY
CLOSER - 14. JUST STOP
CLOSER - 15. STRANGER
CLOSER - 16. DENYING
CLOSER - 18. CLOSER
CLOSER - 19. SPEND TIME WITH YOU
CLOSER - 20. NEED
CLOSER - 21. THE CURE
CLOSER - 22. ADORE HER

CLOSER - 17. ACCEPTING

211 22 3
By cumpliswords

~BAGIAN 17. ACCEPTING

Aku kira suara logika pengendali segalanya, ternyata itu bukan kebenarannya.
Karena dalam realita, raungan isi hati mengambil kendali segalanya.
~CLOSER~






"Serius mau langsung pulang, nih?" Tanya Arjuna saat pemuda itu dan Kania telah usai mengunjungi sebuah toko alat musik.

Raut wajah sang gadis terlihat merenung sibuk berfikir, bibirnya sedikit mengerucut membuat Arjuna gemas hingga pemuda itu menoel pelan ujung hidung Kania.

"Gimana?"

"Lo sibuk gak?"

"Always free for you, princess."

"Ah, gombal aja lo. Gue tanya serius." Dengan cepat raut wajah gadis itu menjadi kesal.

Ah sial, tingkah Kania yang seperti itu semakin membuat Arjuna gemas bukan main, sampai kegiatan menjahili Kania menjadi hobi selain berkecimpung di dunia musik.

"Gue serius, hari ini free."

"Cafe?"

"Udah ada yang handle, tenang." Sahutnya disertai senyum tipis.

Senyum lebar Kania terukir. "Main yuk! Gue lagi bosen, nih."

"Kemana?"

"Taman hiburan, mau?"

Alis mata Arjuna menukik sebelah. "Katanya mau ada acara."

"Ah, itu bisa di atur. Pulang main juga bisa." Sahut Kania enteng. "Gimana, mau gak, lu?"

"Ayo." Tidak akan Arjuna lewatkan waktu bersama gadis itu walau sebenarnya dia ada kegiatan lain dan harus mengurus cafe yang akan mengeluarkan menu baru.

Ah, hal itu tidak mendesak. Diundur beberapa waktu juga tidak ada masalah, jadi trobos saja.

"Okay ayo."

Ujar Kania tampak girang dan berhasil menciptakan lengkung sempurna pada bibir Arjuna hingga lesung pipit si pemuda muncul ke permukaan dan membuatnya semakin terlihat manis.

"Iya, pelan-pelan jalannya. Nanti lo jatuh." Arjuna mengintrupsi karena gadis itu berjalan dengan terburu-buru.

Kania mengangguk singkat sedangkan tangan Arjuna berinisiatif menggenggam tangan mungil Kania.

Dengan keras Arjuna mengendalikan dirinya yang diserang gugup dan salah tingkah saat tidak ada penolakan dari gadis itu. Bahkan tangan mungil itu membalas genggamannya dengan erat.

"Sialan, jantung gue dugeman." Batin Arjuna kegirangan.

Sedangkan Kania, suasana hatinya masih belum baik-baik saja bahkan kepalanya masih dipenuhi oleh sosok Ragil Araga.

Itu tidak baik untuk kesehatan jiwanya dan Kania harus memiliki kesibukan dan mencari kegiatan yang menyenangkan untuk menghibur hatinya yang patah karena cinta tak terbalas dengan tegas.

~•~•~•~•~•~

Setelah mengarungi drama dan beradu argumen akhirnya Ragil bisa merebahkan diri dengan nyaman di ranjang king size milik sang sahabat.

Ya, David mengalah dengan segala sifat keras kepalanya dan tak ingin memaksa ikut meramaikan acara yang di gelar di kediaman cowok itu.

Namun sejenak Ragil memutar sekilas untaian kalimat dari Raline yang sempat menggaung di telinganya kala gadis itu ikut dalam drama dengan David.

Jelas dengan wajah sinis gadis itu bersuara. "Sakitnya gak seberapa sama luka hati Kania." Sungutnya jelas tidak suka.

Ah, Ragil tentu paham, sebagai sahabat tentu Raline akan membela Kania selayaknya David membelanya.

Apalagi Ragil sadar betul ucapan dan tindakannya melukai hati Kania. Jadi sikap orang-orang di sekitar gadis itu memperlakukannya memang tidak berlebihan dan itu semestinya apa yang dia terima.

Beralih menyibukkan diri dengan ponsel sampai dia berhenti pada aplikasi instagram karena mendapat pop up chat dari kakaknya yang selalu mengirimkan video atau apapun yang menurut perempuan itu lucu.

Ragil sekedar membalas singkat untuk menghargai sang kakak.

Iseng jarinya menggeser layar dan menonton postingan cerita setiap orang yang berbagi akun dengannya.

Mata tajam yang awalnya berhias sorot datar sedikit terlihat berbinar. Jarinya berhenti pada sebuah postingan seseorang.

knia.skma

-I had a lot of fun today-

Ya, pemuda itu berhenti sejenak pada postingan gadis manis tersebut, ukiran bulan sabit tipis nampak menghiasin wajahnya walau hanya berlangsung tidak lebih dari tiga detik.

Hingga tiba wajah itu berubah muram menatap postingan sang gadis selanjutnya.

-Thanks my boy-friend :v @arjna-

Cowok itu membasahi bibirnya yang terasa kering. "Fun, hm?" Gumamnya tanpa sadar dengan tangan mengusak leher belakang gusar.

Lalu dia membuka akun Arjuna dan matanya menangkap foto kebersamaan itu masuk di feed instagram cowok itu.

-Silly girl-friend :v @knia.skma-

Di mana terlihat Kania menghabiskan waktu berdua bersama Arjuna di taman hiburan dengan wajah cerah dan senyum lebar.

Hingga suara mobil terdengar membuat Ragil beranjak dan berdiri di balkon kamar David yang menghadap jalanan memeriksa siapa gerangan.

Terlihat sebuah jeep hitam berhenti dan selang beberapa detik seorang gadis keluar lalu melambaikan tangan ke arah sang pengemudi hingga mobil itu melesat pergi.

Sial, tiba-tiba Ragil merasa tidak tenang dan tidak nyaman di tempatnya berdiri.

Oh, badannya semakin terasa remuk redam di tambah luka di lengannya terasa ngilu dan berdenyut nyeri.

~•~•~•~•~•~

Kania sejenak terdiam di depan pintu tinggi menjulang menghiasi kediaman David, hatinya terasa bimbang melangkahkan kaki ke dalam rumah.

"Kalau ada dia gue harus bersikap gimana?"

"Ah, gue harus siap mental. Masa udah susah-susah supaya move on dan menghindar goyah gitu aja."

"Enggak, gue gak boleh goyah."

Setelah pertengkaran dengan batin yang berdurasi singkat akhirnya gadis itu memutuskan untuk masuk ke rumah.

Gadis itu mencoba mengontrol garis wajahnya agar tampak bahagia dan dalam keadaan baik-baik saja.

"Ehem." Gadis itu berdehem pelan untuk menenangkan diri.

"Hallo everybody. Princess Kania is here." Sapanya dengan intonasi ceria dengan senyum lebar merekah indah.

"Wah, akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga." Sapa Irine lalu menghampiri gadis itu untuk duduk di sampingnya. "Gue kira lo gak jadi dateng." Lanjutnya.

"Dateng dong."

"Habis kemana aja lo sama Arjuna?" Tanya Banu. "Asik bener gue lihatin, tuh. Uhuy." Goda cowok itu setelah menonton postingan Kania.

"Habis morotin duitnya tuan muda. Ya kali punya bestie kaya raya gak gue manfaatin." Sahut Kania tentu saja bercanda.

"Auh, i like your attitude, bitch." Sahut Irine dengan aksen British yang kental menjelaskan bahwa gadis itu keturunan campuran. "Rather than being sad thinking about someone who's not important."

Kalimat terakhir Irine sedikit mengusik kamuflase diri Kania yang berusaha baik-baik saja dan itu ditangkap jelas oleh Banu yang langsung mengambil sikap mengendalikan kekasihnya.

"Oh c'mon, darling. We've agreed not to have a word about it." Lirih Banu menegur kekasihnya.

Irine langsung tutup mulut dan wajahnya berubah sendu merasa tidak enak hati.

"Oi, Kania. Sini dong bantuin gue." Teriak Satria.

"Gue bantuin Satria dulu." Pamit Kania dan menghampiri Satria yang terlihat frustasi menghadapi penggorengan dengan iringan makian dari Billa.

Ya, selalu dua orang itu yang meramaikan acara dengan adu bacot sampai urat mencuat.

Rasanya mereka akan terserang demam jika tidak beradu argument.

Dari banyaknya manusia di sana, tidak ada yang bersuara perihal hubungan Kania dan Ragil yang merenggang. Bahkan Ragil memilih tidak menampakkan diri dari kamar David.

~•~•~•~•~•~

Setelah menyelesaikan acara makan-makan mereka melanjutkan dengan bermain.

Segala permainan mereka mainkan dari panco, uno, menyusun puzzle, tebak-tebakan, jenga, dan monopoli.

"Halah, bosen gue main ginian. Lo semua pada noob." Oceh Satria jumawa atas kemenangan terus menerus dalam segala permainan.

Bugh

"Jancok." Maki Satria mengusap lengan kanan kala mendapat hadiah kemenangan berupa tabokan keras dari Billa.

"Mulut lo, menang karena curang aja bangga." Billa tidak terima.

"Matamu, lo aja yang gak tahu rules mainnya." Satria tidak terima atas fitnah luar biasa mulut Billa.

"Enough, you two need to stop and be quiet." Irene angkat suara melerai mereka. Apalagi kupingnya terasa kebas mendengar mereka selalu ribut.

"Kita cari permainan lain yang lebih menantang." Lanjutnya membuat semua berfikir tentang game yang lebih seru dan menantang.

"How about playing truth or dare?" Suara David menguntrupsi membuat segala pasang mata menatapnya, selaras kemudian mereka kompak mengangguk. "But what makes the game more exciting?"

"Buat hukumannya?" Tanya Raline. Semua langsung berseru setuju.

"Gimana kalau minum perasaan jeruk nipis? Tadi gue lihat ada di kulkas." Ucap Raline.

"Cool." Kata Banu.

Tentu saja mereka langsung bersiap untuk bermain game dengan cara memutar botol kaca dan kemana arah botol itu berhenti.

"Oke, Satria lo pertama nih." Irine langsung bersuara.

"Oke."

"Truth or dare?"

"Truth."

"Ah, cemen." Ledek Banu sedangkan Satria hanya mengangkat bahu bodo amat.

"Lo ada suka sama seseorang?" Tanya David.

"Ada."

"Siapa?" Pertanyaan tambahan yang mereka suarakan bersama.

"Billa?" Celetuk Banu.

"Cangkemmu. Enggak." Satria langsung menyangkal. "Lagian cuman satu pertanyaan, woy!" Kesalnya.

"Ya santai aja, gak usah nyolot." Billa berseru emosi.

"Okay, lanjut." Mereka kembali memutar botol dan berhenti ke arah David.

"Truth or dare?"

"Dare."

"Kiss your girlfriend." Tantang Irine dan sukses membuat Raline ketar ketir.

"Rileks, baby." Kata David melihat Raline tegang. Hingga---

Cup

Cowok itu mengecup dengan lembut puncak kepala Raline. "Te quiero."

Sorakan langsung menyambut mereka dengan meriah.

Permaiman berlangsung hingga semua mendapat giliran hingga botol itu berhenti dan menunjuk ke arah Kania.

"Yuhu, Kania." Seru Billa.

"Truth or dare?" Tanya Raline.

"Truth."

"Siapa yang mau tanya?" Ucap Satria.

"Gue." David berseru lantang. "Di hati lo masih ada Ragil?"

~•~•~•~•~•~

Setelah semua pulang dan mengantarkan Raline ke rumah, David langsung menghampiri sahabatnya yang bersemedi di kamar dengan nyaman dan tenang tidak terganggu barang sedikit saja dengan keramaian tadi.

Bahkan Ragil enggan turun hanya untuk makan sampai membuat David diam-diam membawakannya.

"Lo ngerepotin aja. Sampai bikin gue susah bawain makanan ke sini diem-diem." Keluh David tidak ikhlas dengan tindakannya membawakan makan malam.

"Gue gak minta. Lagipula lo yang maksa gue nginep." Sahut Ragil.

"Bangsat, tapi bener juga." Ucap cowok itu sadar diri. "Ah, tapi ngapain lo gak ikut? Menghindar dari Kania?"

"Enggak."

"Enggak salah?"

"Enggak bener."

"Jadi enggak suka, nih?"

"Emang enggak."

"Terus kenapa menghindar?"

"Banyak tanya, lo." Ragil mulai jengah.

"Tinggal jawab."

"Karena dia gak nyaman gue ada di sekelilingnya." Jawab Ragil dari pada David terus mengoceh.

"Lah, katanya gak suka? Kenapa peduli dia nyaman atau enggak?"

"Vid." Tegur Ragil merasa sudah lelah menanggapi kelakuan David.

"Kalau gak ada rasa ya bodo amat aja." Ledeknya. "Kalau lo nyatanya peduli tentang dia nyaman atau enggak berarti tandanya lo ada rasa sama dia." Lanjutnya.

"Lagian ya, lo banyak berubah setelah kenal Kania." Ucap David. "Banyak hal di luar kebiasaan yang lo lakuin. Paling jelas sekarang lo sulit mengendalikan diri."

"Bisa diem?!"

"Denial terus. Dongo banget sama isi hati sendiri." Ledek David. "Jangan kira gue gak merhatiin lo, Gil."

Ya, perubahan itu nyata adanya. Bahkan Ragil yang terkenal tenang sekarang berubah secara signifikan dan cowok itu mudah kesal dan marah.

Sangat berbeda dari sebelumnya yang selalu di lingkupi ketenangan. Sebenarnya masih banyak lagi tapi David pusing menjabarkannya.

Intinya, jika sebelumnya di sekeliling cowok itu abu-abu maka setelah mengenal Kania dalam hidupnya Ragil terlihat lebih berwarna dan terbuka.

"Udahlah, keluar sana gue mau tidur."

"Heh, sadar diri. Ini kamar gue." David nyolot. "Lo lagi numpang di rumah gue."

"Ya udah gue pulang."

"Ngambekan, udah nginep aja sehari."

"Gue mau ke rumah Regina, dokumen buat besok rapat sama bokap ketinggalan di sana."

"Terserah lo, Gil. Capek gue ngadepin sikap keras kepala lo."

~•~•~•~•~•~

"Lo beneran gak mau kita anterin sampai rumah?" Tanya Banu memastikan untuk kesekian kali karena Kania memutuskan turun di sebuah gang yang menjadi jalan alternatif ke rumahnya.

"Kita anterin aja, ya? Nanggung tau." Bujuk Irine.

Kania menggeleng dan tetap pada pendirian. "Enggak usah, gue kekenyangan dan sengaja pengen jalan kaki."

"Emang ada begitu? Aneh-aneh aja lo." Sahut Irine sungguh merasa khawatir apalagi ini tengah malam. "Ya udah, gue temenin aja."

"Enggak usah, Rine. Gue juga sering lewat sini, kok." Tolak Kania dengan tersenyum manis menyiratkan dia tidak apa-apa.

"Lo pulang aja sama Banu. Besok lo kan ada acara pensi."

Keduanya kompak menghela nafas lelah membujuk Kania hingga berat hati akhirnya memilih mengalah.

"Ya udah, kalau sampai rumah kabari." Kata Irine dan Kania mengacungkan jempol sehingga mobil Banu langsung melesat pergi.

Tungkai gadis itu perlahan menelusuri jalanan setapak menikmati suasana malam hari. Bahkan sesekali pandangannya menengadah ke atas melihat taburan bintang berpadu terang rembulan menghiasi hamparan langit malam.

"Cantik banget." Komentarnya pada ciptaan tuhan yang luar biasa indahnya.

Hingga secercah rasa kecewa menyelinap masuk ke dalam hatinya.

Ya, rasa itu sebenarnya sudah hinggap kala dirinya berada di rumah David. Tentang ruang hatinya yang masih berharap atas kehadiran Ragil di tengah-tengah mereka.

Benar, bohong jika lisan gadis itu berkata bahwa hatinya sudah melupakan sosok Ragil Araga. Padahal kenyataannya ruang hatinya masih terisi penuh oleh si pemuda.

Bohong jika Kania berkata tidak merindukannya karena pada kenyataan matanya masih saja mencari sosoknya.

Hanya saja dia memilih membentangkan jarak mengetahui pemuda itu enggan melihat dirinya berada di radar teritorinya.

"Hai manis."

Kania tersentak, sibuk dengan isi kepala sampai dia tidak menyadari dua orang pria sudah berada di depannya, satu menggunakan topi dan satunya menggunakan kaos biru.

"Sendirian aja." Ucap si pria bertopi.

Alarm bahaya jelas berdenting memberi isyarat pada diri Kania.

"Anak orang kaya, nih." Lanjut si pria bertopi menelusuri penampilan Kania yang berbalut busana dari brand ternama.

Pria berkaos biru tersenyum miring. "Tepat sasaran kali ini kita susuri jalan ini."

Sialan, ini jelas kebetulan karena sepengetahuan Kania gang ini aman dia lewati.

"Langsung aja."

"Please, let me go."

"Gak bisa bahasa inggris cantik." Sahut si pria bertopi.

"Tolong jangan ganggu saya." Kania sudah di lingkupi rasa ketakutan setengah mati.

"Udah jangan kelaman, cok."

Dengan paksa keduanya merampas tas selempang yang menggantung di bahu kiri Kania.

Tentu saja gadis itu melawan dan tenaganya sangat tidak sepadan untuk melawan mereka berakhir tas itu berpindah tangan.

"Udah ayo." Kata si pria berbaju biru merasa puas dengan hasil jarahannya.

"Tunggu. Rugi kalau si manis di anggurin gitu aja." Tolak si pria bertopi dan memandang Kania buas.

"Anjing, jangan jadi brengsek. Kita cuman mau ambil hartanya." Si pria berbaju biru memaki. "Inget, gue ada anak perempuan dan lo ada adek perempuan." Peringatnya.

"Nanggung."

"Bajingan."

Pria berbaju biru memilih menghiraukan temannya karena peringatannya tidak di indahkan dan memilih menggeledah tas Kania membiarkan temannya berbuat sesukanya.

Sedangkan Kania sudah berlinang air kata dan memohon di lepaskan.

"Cup cup, jangan nangis manis."

"Tolong, lepasin saya."

Rintihan dan permohonan Kania menguap di udara begitu saja dan pria bertopi itu semakin kurang ajar.

"Tolong!"

"WOY! LO BERDUA! PERGI GAK LO!"

Teriakan itu otomatis membuat keduanya lari terbirit-birit menyisakan Kania yang menangis sesenggukan.

"Ya Allah, nak." Seorang pria paruh baya mendekati Kania. "Kamu gak papa?"

Dengan kaku Kania mengangguk sambil sesenggukan.

"Rumah kamu di mana? Bisa jalan?"

Lagi-lagi Kania hanya menunjuk ujung gang.

"Aduh, gimana ya? Saya juga lagi buru-buru karena istri saya baru saja melahirkan anak ke tiga." Ucapnya. "Kamu ada seseorang yang bisa di hubungi?"

Kania menggeleng bingung, nomor yang dia hafal hanya nomor ayahnya dan tidak ada lagi yang bisa dia ingat.

"Duh, ujung gang juga lumayan juga, ya?" Si pria tampak tidak enak hati namun situasi dan kondisinya juga tidak memungkinkan untuk dirinya mengantar Kania.

Hingga Kania teringat seseorang. "Bo-boleh sa-saya pinjam hp-nya?"

Sang pria langsung memberikan dan mengamati Kania yang sibuk menghubungi seseorang.

Beberapa menit menunggu sambungan telfon tak kunjung di angkat.

"Coba sekali lagi, nak. Siapa tahu kali ini di angkat."

Hingga kini memasuki panggilan kelima dan harapan besar dalam hati Kania agar orang yang di hubungi menjawabnya.

"Halo? Siapa?"

Hela nafas lega terdengar dari keduanya.

"Ha-halo, i-ini Ka-Kania." Ucap Kania sesenggukan. "To-tolong."

Melihat Kania tidak kuasa berbicara sang pria akhirnya mengambil tindakan.

"Halo, maaf saya menemukan mba Kania ada di sebuah gang perumahan elite Pelita." Ucap sang pria.

"Keadaannya tidak baik-baik saja. Bisa tolong menjemputnya karena saya buru-buru kerumah sakit."

"Baik, tolong tunggu sebentar."

Sambungan terputus menyisakan Kania yang masih terisak dan pria paruh baya itu mencoba menenangkannya.

"Tenang, nak. Sekarang kamu sudah aman." Ucap sang pria. "Tunggu sebentar, ya? Yang menjemput kamu sudah dalam perjalanan."

Kania cukup mengangguk lemah. Tenaganya terasa sirnah yang tersisa hanya rasa takut.

Detik demi detik, menit demi menit terlewati. Namun seseorang yang di tunggu belum saja muncul.

"Duh, lumayan lama juga, ya?" Gumam sang pria. Dia juga dalam situasi dan kondisi yang genting mengingat istrinya baru saja melahirkan.

Bahkan pria itu bolak balik melihat jam dan ponsel di tangannya.

"Bapak kalau mau pergi silahkan. Saya tidak apa-apa." Kata Kania.

Pria itu menggeleng. "Tidak apa-apa, nak."

Kania merasa tidak enak hati. Tetapi sejujurnya dia sangat ketakutan jika di tinggal sendiri. Jadi yang dia lakukan hanya bisa berharap seseorang yang di hubungi segera tiba.

"Kania."

Kania mendongak dan menghembuskan nafas lega. Lelehan air matanya mengucur menyadari bahwa sekarang dirinya benar-benar baik-baik saja

"Ragil." Lirihnya.












~•~•~•~•~•~•~

















Untuk orang awam sepertiku perihal cinta sungguh membingungkan.

Rasanya aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri.

Kala tiba-tiba diserang rasa gelisah yang sulit aku jabarkan dengan lisan.

Tentang rasa tidak nyaman yang sangat mengganggu ketenangan.

Tentang bagaimana luapan emosi yang sulit terkendali.

Tentang debaran jantung di luar ritme normal.

Juga tentang bagaimana sudut bibir ini tertarik ke atas hanya karena alasan tidak jelas.

Hingga logikaku mengalah dan memilih mendengarkan seruan hati yang sudah menggema luar biasa.

Ya, tenyata itu semua karena satu alasan.

Dan jawaban dari segala kebingungan perihal apa yang aku rasakan itu ada pada dia. Pusat segala rasa yang tidak biasa menyerangku tanpa jeda.

Iya, dia.

Kania Sukma.

~Ragil Araga~

Continue Reading

You'll Also Like

319K 14.1K 49
Hay guyss.... Ini cerita baru saya, maaf kalo kurang bagus tapi dimaklumin aja yah, soalnya saya baru pemula di dunia oranye ini ?? HAPPY READING YA...
1.7M 172K 34
Vlo mendapat kejutan luar biasa di tahun ajaran baru. Ia dipindahkan ke kelas unggulan yang misterius yang bahkan tempatnya di sendirikan dari kelas...
155K 5.6K 85
{FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA} "Karel, kamu sudah makan? "Peduli banget gue udah makan apa enggak," "Eh ... Dengar iya ... Lo di sini bukan berarti lo...
682 522 15
Halo guys.. I'm back dengan cerita baru, setelah cerita pertamaku yang gagal.. Semoga kalian suka yah sama cerita kali ini鉂わ笍鉂わ笍 So kalau alurnya kur...