HAPPY READING 📖
***
Tanpa aba-aba, Arsen menarik lengan Leona dan menyeretnya pergi, keluar dari kantin.
Tidak ada seorang pun yang membuntuti langkah Arsen. Sekalipun ada, pasti sudah dicegah oleh anggota Altarlio yang berada di kantin.
Waktu makannya kembali terganggu?! What the hell?!
Leona terus saja memberontak. Mencoba melepaskan lengannya, dari cekalan tangan Arsen.
"Diem!" sentak Arsen. Leona tak menghiraukan. Ia terus melakukan apa yang harus ia lakukan.
Terlepas.
Tanpa menunggu waktu lagi, Leona segera berlari. Berlari kemana pun, asal dirinya jauh dari lelaki bernama Arsen.
Di belakang, terdengar langkah kaki yang bergerak dengan tempo yang cepat, bahkan melebihi laju kaki Leona. Ya, ia tau, Arsen tengah mengejarnya, namun tak menjadi masalah besar bagi Leona. Ia terus berlari sekuat tenaganya.
Leona bingung. Ia tak tau, harus menempatkan dirinya di mana, agar terbebas dari Arsen.
Tolong! Leona harus pergi ke mana, agar bisa terbebas dari Arsen?!
Benar, dirinya harus menghilang! Ya, menghilang. Bukan melalui sihir, tapi menghilangkan diri di keramaian.
Sepertinya, Dewi Fortuna sedang berpihak pada Leona. Bagaimana, tidak? Terdapat banyak sekali siswa di depan mading sekolah. Entah sedang melihat pengumuman apa, Leona tidak peduli. Yang ia butuhkan sekarang, dirinya segera terlepas dari Arsenio Negifora Arthayasa.
"Awas! Minggir!" seru Leona dengan suara yang tidak terlalu kencang.
Dengan lincah, dirinya segera berbelok arah, dan memasuki sebuah ruangan yang ia sendiri pun tak tahu namanya.
Ia segera mengunci ruangan tersebut dari dalam, lalu membalikkan badannya dan meluruhkan tubuhnya di balik pintu.
Sungguh, ia tak ingin terjebak seperti ini.
Mengapa ia lari? Bukannya, seorang psikopat seharusnya berani menghadapi? Ya, seharusnya seperti itu. Namun, dirinya masih harus menahan diri. Ia tak ingin hal rahasia ini sampai tersebar ke mana-mana, dan membuat karirnya hancur.
"Leona." Suara bariton terdengar samar, dan membuat Leona sedikit terkejut.
"Hm."
"Kenapa kamu di sini?" tanya lelaki tersebut.
"Bukan urusan lo," jawab Leona dingin dan pelan.
"Iya sih, bukan urusan gue. Tapi kenapa pintunya juga lo kunci? Ada apa?" tanya lelaki tersebut dengan lembut.
"Nggak tuli kan?"
"Ekhm, oke. Gue keluar aja, ya. Takutnya cowok lo dateng," ucap orang tersebut canggung.
"Serah."
"Eh, btw, lo emang cewenya Arsen, ya sekarang?" tanya lelaki tersebut penasaran. "Maafin gue, ya, dulu gue nggak bisa dateng, buat nemuin lo," sesalnya.
"No, and there's no need to talk about the matter again. Udah gue lupain," balas Leona datar dan tetap pelan.
"Oh, oke. Thanks. Gue mau jelasin dikit, soal masalah dulu."
"Jangan berisik, bego."
Orang tersebut tersenyum. "Ruangan ini kedap suara. Ngga perlu takut."
"Oh."
"Iya. Yaudah, gue jelasin sekarang ya."
"Serah."
"Gue dulu punya temen deket. Deket, banget. Namanya Sheila. Tapi, sekarang dia udah pergi, karena penyakit jantung," jelas orang tersebut dengan jeda. "Hm, dia punya penyakit jantung sejak awal masuk SMP. Singkatnya, waktu itu, penyakit dia kambuh, dan gue yang nganterin dia ke rumah sakit. Gue ngga sempet buat susulin lo ke bandara."
Leona tersenyum miring. Ia sudah tau hal yang sebenarnya terjadi. Dan itu, tidak sama dengan yang Sean ceritakan. Ya, cerita yang Sean ceritakan hanyalah sebuah kebohongan.
"Oh," jawab Leona seadanya.
"Iya, gue minta maaf banget, ya. Udah, cuma itu yang mau gue sampein. Kalo lo jadian beneran sama Arsen, bilang ke gue ya," ucap Sean dengan senyuman.
"Lo siapa gue? Sampe harus bilang ke lo segala."
"Bukan siapa siapa lo juga, sih. Ya udah, lah, gue keluar, ya."
Leona tak menjawab. Ingin mencegah, namun nanti Sean yang ke-GR-an. Kalau tidak dicegah, dirinya bisa bahaya. Ia yakin, saat ini, Arsen sudah berada di luar ruangan.
"Awas, gue mau keluar."
Leona berlari, dan bersembunyi di belakang meja.
Cklek!
Brak!
Sean keluar.
Tunggu, mengapa ia merasa ada seseorang lagi di dalam ruangan yang sama dengannya? Bukannya Sean sudah keluar?
Leona semakin yakin, kala ia mendengar langkah kaki orang tersebut semakin mendekat. Tidak hanya satu, tapi terdengar banyak langkah kaki bersautan.
Iya, ini bukan Arsen. Oh, atau Arsen merupakan salah satu diantara orang-orang itu.
"Le," panggil seseorang dengan suara rendah.
Huhh!
Itu suara Nisya.
Leona keluar perlahan, dengan hati-hati. Ya, siapa tau ada Arsen di sana.
Tidak ada. Di sana hanya ada Nisya, Olivia, Freya, Helisa, dan Leonard.
"Arsen mana?" tanya Leona seadanya.
"Pergi. Sama Sean," jawab Olivia.
"Arsen ngamuk, Le," kompor Leo.
"Masa?" sinis Olivia tak percaya.
"Masa lo ngga tau, sih, Liv? Itu tadi Arsen marah banget!" ucap Freya mencoba membuat Leona, percaya.
"Bodo," ucap Leona singkat.
"Hilih, sok dingin lo! Sama Arsen aja, takut banget gitu. Hahaha ...," ejek Leo dengan tawa menggelegar di akhir kalimat. Sedangkan Leona, dia hanya membalas dengan tatapan datar.
"Eh, tapi beneran loh, tadi Arsen marah-marah sama Sean! Tadi aja, Sean langsung diseret-seret gitu, sama Arsen," ucap Helisa menimpali.
"Masa, sih?" tanya Olivia penasaran.
"Iya! Masa beneran ngga tau, sih?" balas Freya menggebu-gebu.
"Iya, emang ini beneran?" tanya Olivia polos.
"Beneran lah! Masih nggak percaya? Coba samperin, deh! Ke warung belakang sekolah," sahut Leonard.
"Ayo! Kita samperin, sekarang!" seru Helisa bersemangat.
"N-nggak, ah. Takut," cicit Olivia.
"Ngapain takut? 'Kan, tadi katanya belum percaya," sindir Freya.
"Frey!" peringat Nisya pada Freya.
"Ck! Iya, Kakak," sinis Freya pada Nisya.
"Gue balik," ucap Leona tiba-tiba.
Jujur, dirinya sangat lapar saat ini. Tapi, ya sudah, lah. Mau gimana lagi?
"Ke mana, Le?" tanya Helisa.
"Kelas."
"Ikut!" teriak Helisa, dan berlari menyusul Leona.
***
Sedangkan di warung belakang sekolah, Arsen dan Sean sedang duduk berhadapan.
Tak ada siapapun lagi, selain mereka berdua. Pemilik warung pun, lebih memilih pergi ke pasar, untuk membeli kebutuhan warungnya.
"Ngapain aja tadi?" tanya Arsen menginterogasi.
"Nggam ngapa-ngapain," balas Sean santai.
Memang, setelah Sean keluar dari ruangan tersebut, di depan pintu sudah terdapat Arsen, Leonard, Freya, Olivia, Helisa, dan Nisya.
Untuk adegan seret-menyeret, itu hanya cerita karangan ciptaan Leonard, yang kebetulan dibantu oleh teman-teman Leona, kecuali Olivia. Tujuannya hanya ingin membuat Leona khawatir, tetapi gagal.
Arsen masih menghargai Sean, sebagai sahabatnya. Arsen juga tak mungkin bertindak, tanpa mengetahui kebenarannya seperti apa.
"Terus?" tekan Arsen.
"Ya, nggak ngapa-ngapain."
"Ceritanya?" tanya Arsen datar.
"Gue di dalem ruangan itu, duluan. Dia masuk, kunci pintu, terus duduk di belakang pintu. Gue ngerasa kenal sama dia, terus gue panggil. Kita ngobrol bentar, abis itu gue keluar, ketemu lo. Udah." jelas Sean.
"Yang lengkap!" tegas Arsen.
"Udah lengkap. Nggak percaya? Liat CCTV," balas Sean.
"Hm."
"Udah kan? Gue balik," ucap Sean dan beranjak dari tempat duduknya.
"Tunggu!" tegas Arsen, lagi.
***
Selamat Hari Jum'at♥️
.
.
Follow aku di wp dan di Ig yaa🙏🏻
抖阴社区 : fefexxnii_
Instagram : @feyxxniii_ dan @coretanfefe_
Terima kasih, buat yang udah mau baca part ini sampe abis😁
SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA!!👋🏻