! H-1 !
Pagi ini mereka tak bangun kesiangan. Walaupun semalam mereka maraton film dan tidur larut. Mungkin, karena hari esok adalah hari kompetisi.
Hari ini adalah hari terakhir karantina. Hal itu pula yang membawa mereka semua di sini, duduk di ruang tengah dan berkutat dengan masing-masing soal dari mereka. Biasanya, mereka akan berpencar dan mencari spot ternyaman, tidak seperti sekarang.
Walau hanya suara goresan pena dan gerutu-gerutu kecil yang terdengar, tetapi mereka menikmati setiap kebersamaan ini.
Dean yang melihat semuanya saling akur dan beberapa temannya yang saling bantu belajar tersenyum senang. Tahun lalu, semua orang bersifat individual dan belajar bersama teman satu provinsi mereka saja. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang tak saling mengenal. Namun, lihat kini, mereka bersama dan saling akrab satu sama lain.
Badai sudah berlalu, terlihat yang dahulu berselisih, malah bersama. Semua hanya perlu proses dan saling menghargai saja.
Dean ingin mengucapkan sesuatu, tetapi terhenti karena Tio yang sibuk menjahili Vio hingga membuat gadis itu marah.
"Tio, ih! Resek!!" Tio hanya tertawa melihat ekspresi Vio.
Peserta yang sudah biasa dengan hal itu pun menganggapnya hanya angin lalu. Desiran angin berhembus lembut nan membuai. Mengisyaratkan, jika ia senang berada di sini. Di tengah kebersamaan yang akan menjadi kenangan.
"Nanti malam gue mau ngomong sesuatu. Agak sensitif. Jadi, selamat belajar, teman-temanku tersayang!"
"Pala lu sayang-sayang."
"Gak belok gue, njir."
"Bodo amat."
Dean terkekeh kecil dengan semua itu. Mungkin ini akan jadi hari yang berarti buat dirinya di masa depan.
Siang hari begitu terik. Semuanya mengipas diri sendiri dengan lembaran-lembaran kertas. Pendingin ruangan pun tak cukup mempan untuk menghentikan aliran keringat yang terus mengucur deras dari pori-pori.
"Panas ...."
"Kipas angin gak ada lagi? Keluarin semua, dong."
"Ini kipas angin yang terakhir." Devan mengeluarkan kipas angin yang ke dua puluh.
Dirinya ikut selonjoran di lantai ruang tengah. Setelah berkeliling rumah mencari kipas angin, akhirnya dia bisa ikut merasakan angin dari kipas angin itu sendiri.
"Ini kenapa panas banget, sih?" Elie mengipas lehernya dengan tangan. Rambutnya sudah lepek karena keringat.
Peserta lain hanya menggeleng tidak tahu. Saat suhu rungan sudah mulai lumayan, mereka kembali belajar. Mengingat tiga jam lagi sudah pukul 17.00 WITA.
Mereka memusatkan fokus dengan musik klasik yang sengaja mereka putar untuk menemani. Aldrich melihat ke arah Elie yang juga ikut melihatnya. Elie berbicara tanpa suara, mulutnya membentuk kata kenapa.
Aldrich melihat peserta lain yang sibuk dengan soal masing-masing. "Pas pembagian medali, 5 keluarga besar datang semua."
Elie menahan dirinya sendiri untuk tidak berteriak. Jika hal ini sampai terjadi, berarti ada sesuatu hal besar yang akan dibicarakan. Dirinya merasa penasaran sekaligus takut jika keluarganya hadir di sini. Apa ada hubungannya dengan kehadiran Clara di sini?
Baru Elie akan menjawab, Aldrich mengisyaratkan Elie untuk diam dan melanjutkannya nanti. Elie menghela kecewa, padahal ada banyak hal yang ingin dia pertanyakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
HSM 1: OLYMPIADS [END]
Teen FictionOlimpiade Sains Nasional. Sebuah uji kompetensi seluruh siswa dan siswi Indonesia. Namun, tahun ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, banyak kisah cinta yang terajut. Jati diri mereka terbentuk. Semua yang terlihat nyata terasa palsu...