抖阴社区

17. Hari Terakhir

12 2 0
                                        

Ini sudah lebih dari delapan bulan semenjak Rea menetap di Institut Roma, sudah delapan bulan sejak pertemuan terakhirnya bersama Vladimir lalu bertemu Debora Friz juga, dan Rea benar-benar menyesal tak bisa kembali ke Institut Jakarta di hari ulang tahun parabatai-nya beberapa bulan lalu. Tapi setidaknya Rea membayar yang itu dengan mengundang Karla ke Institut Roma dan membawanya berkeliling kota yang saat itu sedang ada di penghujung musim dingin di mana salju mulai mencair dan tanaman mulai kembali menumbuhkan daunnya. Bukan salah siapa-siapa ia tak bisa kembali saat itu. Ia hanya merasa belum saatnya pergi. Ayah dan kakaknya masih sangat membutuhkannya.

Tapi saat ini, di awal musim gugur ini, semua sudah berbeda. Caleb dan Gabriele sudah mempercayai bahwa Rea tak akan menghilang kembali, itu artinya saatnya Rea kembali. Ada kewajiban yang menunggunya di Institut Jakarta. Timnya menunggu sang pemimpin kembali. Di tambah ada satu iblis yang berbulan-bulan ini sedang dalam pengejaran. Rea merasa harus ikut andil kembali sebagai pemimpin tim pemburu bayangan di Indonesia.

"Apa?! Kenapa?!" Caleb bangkit dari duduknya ketika Rea menyampaikan keinginannya untuk kembali ke Institut Jakarta.

Saat ini ada Rea, Caleb, Gabriele, dan Larissa di ruang kerja sang kepala Institut. Rea sengaja meminta mereka berkumpul untuk memberitahu keputusannya.

"Katakan jika ada tak kau senangi saat tinggal di sini, dik! Tak perlu sampai kau pergi," Gabriele angkat bicara. Sementara itu, Larissa yang beberapa bulan ini menghabiskan banyak waktu dan mulai akrab bersama Rea, menatap Rea dengan pandangan bertanya-tanya dan tak setuju dengan keinginan Rea.

"Tak ada yang tak aku senangi di sini, kak. Tapi aku punya kewajiban di sana. Aku tahu aku juga mendapatkan kewajiban yang sama di sini, tapi di Institut Jakarta aku memiliki tim yang menunggu kembalinya diriku. Mereka membutuhkanku," jelas Rea.

"Papa bisa berikan tim serupa untukmu di sini, nak. Kau tak harus pergi," kata Caleb sembari menggenggam tangan Rea.

Rea tersenyum. "Aku tahu. Tapi itu sama saja dengan aku memanfaatkan jabatan papa dan seorang Blackstone tak seperti itu," ia mengangkat dagu. Ini kali pertama Rea mengangkat nama keluarganya. Rasanya begitu membanggakan ditambah Blackstone memang merupakan keluarga yang terdiri dari orang-orang yang berakhir memimpin sesuatu.

Caleb menghela nafas perlahan. Memang benar kata Rea, keluarga Blackstone tidak terdiri dari pemimpin yang diangkat oleh keluarga, melainkan dari kemampuan dan kegigihannya. Caleb mengangguk kemudian memeluk putrinya. "Aku bangga padamu, nak," ia mengakhiri pelukan. "Kau mungkin tumbuh bukan sebagai Blackstone, tapi seorang Blackstone tetaplah Blackstone."

Rea tersenyum. "Papa mengizinkan aku pergi, kan?"

Caleb mengangguk, mataya berair menunjukan rasa egoisnya, namun pikirannya bukanlah bagian dari keegoisan itu. Rea memeluk tubuh kekar ayahnya. "Aku akan berkunjung sesering mungkin," Caleb mengangguk seraya membalas pelukan putrinya. Saat pelukan mereka terlepas, Caleb mencium kening Rea.

Rea berputar, melihat Larissa dan Gabriele yang berdiri menatap dirinya dan Caleb. ia merentangkan tangan lalu mendekati keduanya. Ia memeluk keduanya bersamaan. "Jangan tiba-tiba menikah seperti kalian tiba-tiba bertunangan!"

Larissa, Gabriele, bahkan Caleb tertawa. Rea menjadi alasan ketiga orang itu banyak tertawa semenjak kedatangannya. "Kami akan menikah saat kau sudah di lamar pacarmu itu. Siapa namanya? Vladimir?" tanya Gabriele.

Rea mencubit pinggang kakaknya. "Sudah aku bilang dia bukan pacarku. Ish!"

Mereka mengakhiri pelukan saat Gabriele tertawa sampai dadanya bergerak kembang-kempis. "Jangan ganggu Rea terus!" larang Larissa.

"Iya, iya," tanggap Gabriele. Ia menetralkan tawanya.

"Kalau begitu aku akan berkemas. Aku akan kembali ke Institut Jakarta begitu jam menunjukan pukul tujuh pagi. Di sana pasti sudah jam makan siang," kata Rea.

Mission From Heaven: Assassinate Part 1 [2ND BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang