?Amsterdam mungkin mengingatkanmu pada kanal-kanal bersejarahnya seperti Van Gogh Museum, atau mungkin Red Light Distric yang menjadi tempat favorit bagi masyarakat umum. Namun untuk Julliete, lebih jauh dari itu Amsterdam adalah kota yang melibatka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
12.30 AM - Amsterdam.
Wanita bersurai coklat itu meminum segelas wine dalam sekali teguk, memejamkan mata sejenak merasakan hangat yang mengalir dalam tubuh, juga pening yang melanda seketika.
Tak lama ia menghembuskan nafas dengan berat. Nyatanya, kepindahan dirinya ke negeri kincir ini tidak dapat menghilangkan semua bayang-bayang buruk yang pernah ia alami sebelumnya.
Melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, beranjak pergi sebelum sebuah suara menginterupsi langkahnya untuk berhenti.
"Wacht even!" '¹
Ia berbalik, kemudian menemukan seorang lelaki berhidung bangir dengan kulit putih pucat, menjulang tinggi di hadapannya. Untuk seketika, Julliete terpaku pada pesona pria tersebut.
"is dit van jou? Ik denk dat je telefoon is achtergelaten." '²
Tersadar dari lamunan singkat, dengan malu ia berdeham canggung.
"Uhm Sorry, i can't speak dutch" Ucapnya dengan wajah kebingungan. Wajar saja, Julliete baru pindah dari tempat kelahirannya sehingga ia belum paham sepenuhnya mengenai bahasa Belanda.
"Uhm okay, is this yours? I think your phone is left behind." Ujarnya sembari tersenyum.
Julliete mengarahkan pandangannya kearah tangan sang tuan, dan benar saja ternyata itu ponselnya. Kemudian dengan senyum kecut ia menepuk keningnya pelan.
"Bodoh kenapa gue bisa lupa sama hp gue." Cicitnya pelan.
"Oh kamu orang indonesia?" Tanyanya dengan raut wajah kaget.
Sementara yang ditanya tidak kalah terkejutnya sebab pria didepannya bisa berbicara bahasa kelahirannya.
"I-iya, how about you?"
"I'm from Los Angeles, tapi saya tinggal disini untuk menyelesaikan study, sebelumnya saya juga pernah tinggal di Indonesia selama tiga tahun."
"Aah begitu yaa"
"Oh ini ponselmu."
"Terimakasih banyak ya." Ucap Julliete tulus, sementara pria dihadapannya ikut tersenyum teduh, serta matanya yang menyipit seperti bulan sabit menambah kesan manis pada parasnya.
"Maaf kalau boleh tahu nona ingin pergi kemana setelah ini?"
"Saya akan langsung pulang ke appartment."
"Mau saya antarkan pulang?" Tawar lelaki tersebut, sementara yang ditanya melebarkan matanya tertkejut.
Bukan apa-apa, hanya saja ia takut, ia tidak kenal siapa pria dihadapannya ini tapi tiba-tiba dia mengajaknya untuk pulang bersama. Coba pikirkan bagaimana kalau pria ini sebenernya ingin menculik Julliete?