Julliete merasa tidurnya terganggu akibat bell appartment yang berbunyi tiada henti. Ia berdecak kesal kemudian memeriksa jam dalam ponselnya.
"Jam 10, siapa yang datang pagi-pagi begini sih." Gerutunya sembari melangkah ke kamar mandi dengan cepat hanya untuk membasuh muka.
"Wait a minute." Ujar Julliete kemudian memasukan sebuah kode agar pintunya terbuka.
"Hai Julliete, finally i found you."
Seketika raut Julliete mengeras, ia marah namun otaknya masih merespon apa yang baru saja ia lihat.
"Gimana bisa?" Gumamnya dalam hati.
Julliete perlahan-lahan mundur untuk menghindari seseorang dihadapannya, niat ingin menutup pintu namun tertahan oleh sebuah tangan kekar dihadapannya.
"Ngapain kesini? Darimana lu tau appartment gue bahkan nomer dan unitnya?" Runtut Julliete tidak sabar.
"Julliete aku..."
"Don't touch me." Ucapnya tajam lalu menghempaskan tangan yang berusaha untuk memegang tangannya sendiri.
Sementara pria dihadapannya hanya menghela napas lelah, bisa dilihat wajahnya meraut sedih dengan sorot mata yang begitu putus asa.
"I'm sorry Julliete, aku cuman mau jelasin sesuatu dan minta maaf secara langsung. Aku merasa bersalah dan selalu kepikiran Julliete tolong ak ─"
"Stop it Dikey. Ga ada yang perlu dijelasin kita udah selesai, gue gabutuh permintaan maaf dan gue gamau ngobrol sama lu, please stay away from me." Jawab Julliete memotong ucapan Dikey.
"Please Julliete i just wanna talk with you."
"Pergi."
"Julliete, why? Kenapa nyuruh aku pergi dan kenapa kamu ga ngebiarin space aku buat ngomong sama kamu? Aku jauh-jauh dari Indonesia dan susah payah cari kamu, kenapa kamu gamau ngobrol sedikitpun sama aku?" Ucapnya dengan lirih.
"Karna gue takut Dikey, you're such a stalker. Dari mana lu dapet alamat gue?"
Yang ditanya hanya diam membuat Julliete muak dan dengan cepat menutup pintu. Sementara yang diluar tetap berusaha memanggil Julliete dengan pasrah.
"Julliete please."
"Pergi Dikey dan jangan pernah temuin gue lagi. Pergi sekarang atau gue panggilin satpam?" Teriak Julliete penuh dengan ancaman.
"Nope, aku bakalan terus disini sampe kamu keluar."
"Terserah, mau di situ sampe malem atau sampe kapanpun gue ga akan peduli." Final Julliete dengan perasaan dongkol.
Ia pergi menuju ruang tamu, benar-benar tidak peduli dengan nasib pria yang berada di balik pintu appartmentnya. Kemudian ia menyalakan televisi hanya untuk mendistraksi pikirannya agar ia merasa tenang.
Namun ketenangannya tidak berangsur lama. Samar-samar ia mendengar suara ribut yang keras dari arah luar appartmentnya.
Lagi-lagi berdecak dan menghela nafas kasar, ia dengan tergasa berjalan keluar appartmetnya untuk mengetahui kejadian apa yang sedang terjadi di luar.
"Apa jangan-jangan ulah Dikey? Ngapain lagi sih dia?"
Begitu ia membuka pintu betapa terkejutnya ia ketika mendapati beberapa orang berkerumun seperti sedang melihat sesuatu yang seru.
Setelah menyelinap dari banyaknya penghuni, ia bisa melihat ternyata ada sepasang anak Adam sedang berkelahi yang di lerai oleh dua satpam.
Joshua dan Dikey.

KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
Fanfiction?Amsterdam mungkin mengingatkanmu pada kanal-kanal bersejarahnya seperti Van Gogh Museum, atau mungkin Red Light Distric yang menjadi tempat favorit bagi masyarakat umum. Namun untuk Julliete, lebih jauh dari itu Amsterdam adalah kota yang melibatka...