Adakah keadilan di dunia ini?
Uang memang bisa membeli hukum, ya?
Lalu bagaimana untuk orang yang tidak begitu banyak punya uang?
Akankah simiskin yang akan mendekam dipenjara?
Tuhan, meskipun badai tak pasti kapan akan berlalu. Berikan aku bisa berdiri disaat cambukkan menyakiti seluru tubuhku. - Brigita Aubrey Inara.
--------------------------------------------------------------Di pojok kantin segerombolan pemuda sedang berkumpul, bernyanyi diiringi gitar milik salah satu siswa. Dari perkumpulan itu ada Elvan, Naufal, dan Ravi. Elvan sangat humble pada siapapun, mangkannya Elvan cepat mendapatkan teman, tapi pemuda itu juga sangat jeli memilih yang pantas dianggap sebagai teman.
Mereka bernyanyi bersama terkadang diselingi tawa akibat lelucon yang dibuat Naufal.
Kamu adalah bukti....
Dari cantiknya paras dan hati....
Kau jadi harmoni saat kubernyanyi....
Tentang terang dan gelapnya hidup ini....
Elvan menyanyikan lirik dari lagu virgoun yang berjudul bukti. Lirik tersebut sangat cocok untuk seseorang yang sedang ada difikirannya. Elvan tidak ingin melihat gadis yang dia dekati menangis, dia ingin melindungi gadis tersebut sebisa mungkin.
"Eh Van, libur akhir semester ke Lampung yok," usul Ravi.
"Boleh aja, mau berapa lama? Sebulan? Setahun?" Tanya Elvan.
Ravi meninju lengan Elvan. "Eh, Jamet! 'kan libur sekolah cuman dua minggu kambing, ngadi-ngadi!"
Elvan terkekeh, dia memang agak jahil tapi dia tau batas. Dia tidak ingin seseorang sakit hati akibat perkataan ataupun sikapnya.
Dikeramaian kantin, Gita bingung mencari tempat duduk. Hari ini Citra tidak masuk jadi, Gita tidak ada teman untuk mengobrol. Tidak sempat bekal, Gita terpaksa makan siang di kantin.
Uang saku Gita hanya 15 ribu rupiah, tanggal tua apalagi dirinya belum gajian harus menghemat. Gita membeli bakso dan es teh, masih ada sisa uangnya untuk pulang naik angkot. Setelah selesai memesan gadis itu clingukan mencari meja. Gita meneliti sekitar kantin.
Ada meja kosong diantara dua siswi yang sedang makan, tapi Gita masih mempertimbangkan keputusan. Tidak ada pilihan lagi, keadaan mendesak dia memilih segera mendekat ke meja itu.
"Permisi..., maaf, aku ikut gabung makan di sini ya." Gita langsung duduk di sela meja kosong. "Soalnya meja yang lain udah penuh," tambahnya.
Dua gadis yang tengah asik bercanda seketika langsung diam. Namun, Gita tak memperdulikan hal itu dia langsung menyantap baksonya.
Perut Gita sudah sangat keroncongan sejak jam pelajaran tadi. Tidak bisa di toleransi untuk ditahan lagi.
"Kalau kamu makan di sini, nafsu makan kita hilang loh. Apa kamu gak sungkan?" Sindir gadis yang memakai bandana.
"Iya nih, kita gak nyaman kalau ada kamu. Sadar diri dong!" sahut gadis di sebelahnya.
Kunyahan di mulut Gita berhenti, dia mengalihkan pandangan ke arah mereka. "Ini kan fasilitas untuk semua murid, lagian cuma meja kalian yang masih ada sela."
"Kalau pengen nafsu makan kamu banyak, minum vitamin gih. Ngak ada hubungannya sama aku!"
Seakan tidak menghiraukan tatapan tajam gadis bandana itu, Gita melanjutkan makannya. Terlalu lebay, menyangkut - pautkan nafsu makan dengan orang lain. Gita mencoba mengendus bau badannya, sama sekali tidak bau keringat. Dia tidak pernah bau badan, kenapa mereka bisa bilang makan di sebelahnya malah membuat nafsu makan mereka hilang?

KAMU SEDANG MEMBACA
ELGITA (TERBIT)
Teen FictionWarning ?Plis, no copy paste/plagiat cerita orang?sebelum membaca Vote dan follow. ?? Sebagian part di hapus untuk kepentingan penerbitan. Jika ingin membaca lebih lengkapnya, bisa membeli novelnya melalui marketplace shopee penerbit: rangkai_media...