“Lo pikir gue bocil?” tanya Alren membuat Rinzy menahan tawa.
Dibalik wajah sombongnya itu, sebenarnya laki-laki seperti anak kucing yang imut. Ia tahu dari wanita paruh baya yang sering menceritakan masa kecil Alren. Selain itu laki-laki bertubuh tegap ini termasuk keras kepala kira-kira tidak ada bedanya dengan dirinya.
“Ya kan gue bantu aja, mungkin aja lo males.”
Lantas laki-laki itu terduduk di sebelah Rinzy dengan dua kotak makan ditengah mereka berdua.
“Gue cape berdiri,” ujarnya seraya mengalihkan pandangannya.
“Emang gue tanya?” lanjut Rinzy lalu terkekeh kecil.
“Bacot, cepetan mana duit gue"
Rinzy merogoh dua lembar uang berwarna merah dari saku bajunya. Tidak sengaja lembar kertas terjatuh.
“Kertas apaan?” tanya Alren memicingkan matanya sedikit terlihat curiga.
Buru-buru gadis berkuncir kuda itu memasukkan kembali kertasnya ke dalam saku rok.
“Kertas hapalan gue kenapa? Mau minta juga? Udah pinter ngga perlu.”
Alren tersenyum miring seraya melirik gadis itu yang tengah lanjut makan.
“Rangking satu doang. Nggak ngaruh buat hidup gue.”
Sekilas Rinzy melirik pada laki-laki itu. Jika dipikir-pikir sedih juga, ditinggal Ibunya sejak sekolah dasar. Padahal masa-masa itu masih membutuhkan bimbingan orang tua. Nasib mereka berdua sama, bedanya Rinzy ditinggal Ibunya saat SMK tepat saat hari terakhir ujian nasional kala itu.
Garis takdir itu terkadang sangat mengejutkan. Hingga kenyataan sangat sulit diterima.
Rinzy tersenyum simpul sembari menepuk pelan pundak Alren.
“Ngaruh banget malah. Itu artinya otak lo cair, nggak kaya gue beku.”
“Bukannya lo kemarin empat besar di kelas?”
Rinzy tersenyum tipis. “Bukan gue tapi walas lo sama Mami yang buat.”
“Itu cuma beruntung aja. Aslinya gue nggak sepintar lo. Lagian ....” Rinzy berhenti sejenak sembari kembali menyuap sesendok nasi ke dalam mulut. “Gue juga nggak suka kejar-kejaran, yang penting paham materi aja. Santai gue tuh.”
“Kalo mau santai kenapa nggak masuk MIPA 4? Di sana malah pada males belajar, cocok banget buat lo.”
“Ngelawak lo, bocil?! Ya kali, gue nggak sebodoh itu juga.”
Terdengar kekehan kecil lolos dari laki-laki itu.
“Seneng banget kalo hina gue ya?” lanjut Rinzy sembari mengunyah.
“Mana duitnya? Gue ada janji sama orang.”
Gadis itu mengulurkan tangannya dan memberikan dua lembar uang berwarna merah. “Sama siapa?”
“Urusan banget kayanya. Terserah gue lah.”
Dengan cepat Rinzy menarik kembali uang kertas itu. “Kalo sama si Nessa itu, gue nggak mau kasi.”
“Nggak cocok lo cemburu. Gue kan udah bilang, gue nggak suka sama lo, cewek pulpen!”
“Bocil, gue tuh suka sama lo. Nggak usah deketin dia kek, cantikan gue kemana-mana.”
Alren tertawa terbahak-bahak. Gadis dihadapannya ini benar-benar sangat percaya bahkan membuatnya sampai sakit perut karna terlalu tertawa.
“Cowok liat lo aja males, mana bisa gue tertarik sama lo.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Alreenzy [END]
Teen Fiction~ Teenfict, romance, drama ~ Rinzy diberi waktu satu bulan, menyamar sebagai murid SMA sekaligus pembantu pribadi. Ia bertugas memantau kegiatan Alren--ketua geng motor yang kerjaannya hanya balapan liar dan tawuran. Rinzy juga terpaksa berpacaran...