抖阴社区

MeReKa || 6

153 25 1
                                        

Perempuan dengan setelan gamis dan kerudung yang serba putih itu  tersenyum menatap Devan, senyum yang sangat meneduhkan yang sangat Devan rindukan. Di belakang Perempuan tersebut ada sebuah pintu yang memancarkan cahaya yang sangat menyilaukan mata, namun cahaya tersebut tidak bisa menghalangi Devan untuk melihat paras Perempuan yang sangat amat dia rindukan.

Devan berada di ujung tempat yang berseberangan dengan Perempuan tersebut, matanya langsung berkaca-kaca ketika tahu siapa wanita itu. Dengan penuh semangat dia berlari menuju Perempuan yang parasnya terlihat cantik tersebut, untuk memeluk dan melampiaskan rasa rindunya.

Saat jarak antara Devan dan Perempuan itu sudah cukup dekat, Devan menghentikan langkahnya. Mencoba meyakinkan bahwa ini memang benar, Perempuan itu ada dihadapannya! Setelah dia yakin, dia tersenyum dengan air mata yang sudah meluncur dengan bebas dikedua pipinya. Dia menangis, menangis bahagia. "Aku rindu," ucap Devan dengan nada bergetar.

Perempuan itu semakin melebarkan senyumannya, membuat lesung pipi nya semakin kedalam. Perempuan itu menjawab, "Iya sayang, sama."

Devan maju lagi untuk memotong jarak diantara mereka berdua, merentangkan tangannya dan memeluk Perempuan itu. Namun...

Blas!

Perempaun itu menghilang begitu saja. Devan masih diam, tangannya menggantung di udara dengan posisi melingkar, seolah ada sosok perempuan tadi. Hingga beberapa menit dia masih terdiam, sampai akhirnya terkekeh pelan. Tangannya meremas udara, air matanya kembali turun semakin deras. Kekehan tadi berubah menjadi tawa, tawa yang terdengar sangat menyedihkan. "Bundaa!!! Abang cape Bundaa!!!" Devan berteriak, tangisannya bisa berhenti, rasa sesak di dadanya kini semakin menjadi. Sungguh, ini sangat menyiksa.

"BUNDAA!!!" Mata Devan terbuka sempurna, dengan keringat dingin yang memenuhi tubuhnya. Nafasnya tersenggal-senggal dan terprdengar tidak beraturan, detak jantungnya bergerak dengan ritme yang sangat cepat. Mimpi itu lagi.

Doni yang sedang mengambil air minum di dapur, langsung berlari menuju kamar tamu, saat mendengar teriakan dari Devan. Untungnya pintu kamar tersebut tidak dikunci, jadi mempermudah dirinya untuk masuk. Dia melihat Devan sedang menyandarkan kepalanya di ranjang, dengan mata terpejam dan tangan kanan yang disimpan di dada sebelah kiri. Terdengar gumanan istigfar yang sangat lirih dari mulut Devan.

"Devan," panggilnya. Doni menghampiri Devan dan duduk di sampingnya. "Mimpi lagi?" anggukkan dari Devan membuat Doni menghela nafas, dia merasa kasihan dengan Devan yang sudah harus menanggung semuanya sendiri di umur yang masih terbilang muda ini.

"Gue gapapa," ucap Devan dengan diiringi senyuman. "Nanti pagi, tolong anter gue ke makam bunda, ya?" lanjutnya.

"Iya, nanti gue anter. Sekarang lo tidur lagi, masih jam dua belas." Devan melihat jam di dinding, ternyata benar. Tapi bukannya tidur, Devan malah mencoba bangkit dan bilang bahwa ingin shalat tahajud dulu. Doni mengiyakan lalu pergi ke kamarnya.

Doni ini memang mengetahui segala sesuatu tentang Devan, bahkan yang Aqila tidak ketahui sekalipun. Meski pertemanannya dengan Devan dimulai dari Masa Kuliah, tapi mereka sudah sangat dekat, seperti keluarga.

***

Jika biasanya Aqila berangkat ke sekolah bersama Devan, pagi ini Aqila harus pergi sekolah menggunakan ojek online. Devan masih belum bisa dihubungi sampai sekarang, mungkin, Kakaknya terlalu sibuk.

Setelah sampai di depan sekolah, Aqila menuju gerbang dengan langkah yang ceria, seolah lupa bahwa hari ini hukumannya akan dimulai.

"Lo telat."

Baru saja masuk ke gerbang sekolah, dirinya sudah dicegat dan dikagetkan oleh sosok didepannya. Leon berdiri tepat di depan Aqila dengan tatapan dingin, di ikuti dengan kawan-kawannya kecuali Dilan dan Rey, curut dua itu sedang berada ditoilet.

"A-aku..."

"Ikut gue sekarang!" Perintah Leon lalu berbalik dan berjalan tanpa memedulikan Aqila. Aqila menghela nafas pasrah, dengan tidak bersemangat dia mengikuti Leon.

Adam menyejajarkan langkahnya dengan Aqila. "Makannya kalo bangun, jangan telat!" Adam mulai mengusik Aqila. Aqila hanya diam saja, dia terlalu malas dan juga risih berdekatan dengan laki-laki.

"Oy!" Adam kesal karena tidak mendapatkan jawaban dari Aqila. "Kikil jawab, ga punya mulut?"

Saat itu juga Aqila langsung berhenti, di ikuti oleh Adam. "Siapa yang Kakak bilang kikil?" tanyanya dengan sengit.

"Iya, lo lah!" jawab Adam.

Aqila menatap nametag yang ada di seragam Adam. "Muhammad Adam Nugroho," ejahnya. "Aku punya nama! Jangan se enak jidat panggil nama ku! Nama Aku AQILA, bukan kikil!" Aqila mengucapkan dengan tegas dengan mata yang sedikit melotot karena kesal.

Adam menatap wajah gadis itu dengan seksama, kenapa dimatanya raut itu terlihat sangat lucu? Sebenarnya dia juga tapi nama Aqila, kemarin kan sudah mendengar, tapi menurutnya, nama Kikil itu lucu untuk disematkan pada Aqila. "Tapi gue pengennya manggil Kikil, gimana dong?"

Aqila semakin melototkan matanya, pikirnya Adam ini orang yang kurang ajar! Orang tua nya sudah memberikan nama yang bagus, malah di jelek-jelekkan. Keterlaluan. "Kakak ini jangan kurang ajar! Ini nama pemberian dari orang tua ku!" kesalnya.

"Ya kalo yang ngasihnya tikus, mana mungkin?" Ucap Adam menaik turunkan alisnya dengan tatapan jahil.

Aqila mendengus, dia langsung meninggalkan Adam dan berjalan mengikuti Leon lagi. Bisa-bisa dirinya setres jika lama-lama berdekatan dengan Adam.

Adam tidak tinggal diam, dia langsung mengejar langkah Aqila. Berlajan di samping Aqila namun kali ini tidak mengoceh lagi. Sesekali dia membalas sapaan dari siswi-siswi yang lewat. Sudah dibilang bukan? Adam ini orang yang humble dan ramah kepada semua orang, tanpa memandang siapa dia atau bergender apakah dia.

Ternyata, langkah Leon membawa mereka ke kantin. Aqila yang mengetahui itu menangis dalam hati, semua orang yang ada di kantin memandangnya dengan berbagai tatapan, tidak lupa bisik-bisik tidak mengenakan yang terdengar jelas di telinga Aqila.

Aqila menundukkan kepalanya selama perjalanan, Leon berjalan menuju bangku yang berada di pojokan yang kebetulan kosong. Adam, Hasan dan Husain mengikuti Leon. Aqila hanya diam berdiri dengan kepala yang terus menunduk, dia bingung harus melakukan apa.

"Lo, pesen makanan." Suara Leon menginterupsi Aqila hingga mengangkat wajahnya, mulut gadis itu sedikit terbuka namun bingung akan mengatakan apa.

"Nasi goreng lima, es teh manis lima. Ini uangnya," kata Leon memberitahukan apa yang harus di pesan, makanan itu memang sudah menjadi favorit mereka untuk sarapan. Namun bedanya, biasanya mereka makan di kantin lantai tiga, tapi kali ini di kantin bawah. Alasan yang dikatakan Leon adalah cewek itu kelasnya di bawah, kalo makan di atas, nanti dia telat masuk kelas. Baik bukan?

Adam berdehem, "Mau dibantu neng, pesen makanannya?" ucapan Adam langsung dihadiahi pelototan dari Leon, "Hehe, canda boskuh." Adam menyatukan tangannya sebagai simbol meminta maaf pada Leon.

"Enggak usah, makasih," jawab Aqila ketus.

Aqila berjalan menuju tempat Ma Aci yang menjual nasi goreng. Menyebutkan pesanannya, menunggu hingga siap, dan mengantarkan pesanan itu ke meja Leon dan kawan-kawannya.

Setelah menyuguhkan makanan itu di meja Leon dan Kawan-kawannya, Aqila berbalik akan pergi menuju keluar kantin. Namun Leon kembali bersuara memberhentikan langkahnya.

"Siapa yang nyuruh lo pergi? Itu makanan yang satu buat lo, makan!"

***

Jangan lupa vote dan komen nya sayangku!

Senin, 13 desember 2021.

Meraih Restu Kakak [TAMAT] #WRITONwithCWBPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang